Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
Showing posts with label Nahwu. Show all posts
Showing posts with label Nahwu. Show all posts

PENGERTIAN JAMAK SHOHIHUL AKHIR WA SYIBHUHU DALAM ILMU NAHWU

PENGERTIAN JAMAK SHOHIHUL AKHIR WA SYIBHUHU DALAM ILMU NAHWU

 

Jamak Shohihul Akhir wa Syibhuhu  dalam  Ilmu Nahu  merupakan istilah yang digunakan dalam konteks pembahasan tata bahasa Arab, khususnya dalam  penggabungan dua kata  yang berfungsi sebagai objek atau kata yang terkait satu sama lain dalam suatu kalimat. Penjelasan rinci tentang hal ini lebih mengarah pada  pembahasan kata benda  dalam bentuk  “al-jumlah al-ismiyyah”  atau kalimat nominal yang mengandung dua kata benda dalam bentuk  “jamak”  atau penggabungan.

Untuk memahami konsep  Jamak Shohihul Akhir wa Syibhuhu dalam ilmu Nahwu , kita perlu terlebih dahulu memahami beberapa istilah dan konsep dasar dalam  ilmu nahwu  (tata bahasa Arab) yang berkaitan dengan  "jamak" , yaitu:

1.  Jamak (جمع) : Bentuk jamak dalam bahasa Arab berarti penggabungan dua kata benda atau lebih yang berarti lebih dari satu. Dalam konteks  nahwu , jamak mengacu pada cara penulisan atau pengucapan kata benda yang menunjukkan lebih dari satu objek.

2.  Shohihul Akhir (صحيح الآخر) : Dalam  ilmu nahwu , istilah ini mengacu pada bentuk jamak yang akhir atau huruf terakhirnya tetap dalam keadaan normal tanpa ada perubahan dalam bentuk kata (yakni tetap sesuai dengan kaidah). Jadi, ini merujuk pada kata yang dalam bentuk jamak tetap mempertahankan struktur akhir dari kata tersebut.

3.  Syibhuhu (شبهه) : Dalam ilmu nahwu, ini mengacu pada kondisi kata benda yang diubah dalam bentuk jamak, tetapi ada sedikit perubahan atau pengaruh pada struktur akhir kata tersebut yang membuatnya tampak hampir seperti bentuk asli (namun tetap ada perubahan dalam kata tersebut).


###  Jamak Shohihul Akhir (صحيح الآخر)  dalam Nahwu


####  Definisi: 

 Jamak Shohihul Akhir  merujuk pada kata benda yang diubah menjadi bentuk jamak tanpa ada perubahan pada huruf terakhir (akhir). Kata tersebut tetap mempertahankan pola kata aslinya, hanya saja berubah bentuk menjadi jamak.


####  Contoh dan Penjelasan: 

1.  كِتَابٌ (kitābun)  →  كُتُبٌ (kutubun) 

   *  Kitābun (كِتَابٌ)  adalah bentuk tunggal dari kata "buku". Ketika diubah menjadi jamak, kata ini menjadi  kutubun (كُتُبٌ) .

   * Pada  kutubun , huruf terakhir, yakni  ت (ta) , tidak berubah bentuknya meskipun kata tersebut sudah dalam bentuk jamak.

   Dalam hal ini, kita bisa melihat bahwa  Jamak Shohihul Akhir  adalah perubahan dari bentuk tunggal ke jamak yang tidak mengubah struktur kata benda pada bagian akhirnya. Artinya, huruf terakhir tetap terjaga dengan baik sesuai dengan kaidahnya.


###  Jamak Syibhuhu (شبهه)  dalam Nahwu

####  Definisi: 

 Jamak Syibhuhu  adalah penggabungan dua kata yang masih mempertahankan bentuk jamaknya namun ada perubahan kecil pada huruf akhirnya. Hal ini sering kali terjadi pada kata benda yang berbentuk  mujarrad  (kata dasar) dengan beberapa perubahan pada pola akhir kata yang hampir menyerupai bentuk aslinya.


####  Contoh dan Penjelasan: 

1.  جَامِعٌ (jāmi‘un)  →  جَوامِعُ (jāwāmi‘u) 

   *  Jāmi‘un (جَامِعٌ)  artinya "masjid" (bentuk tunggal). Ketika diubah menjadi bentuk jamak  jāwāmi‘u (جَوامِعُ) , kita melihat ada perubahan pada huruf terakhir kata  جَامِعٌ  menjadi  جَوامِعُ .

   *  Jāwāmi‘u (جَوامِعُ)  menunjukkan jamak yang tidak sempurna atau terdapat perubahan kecil pada akhiran, tetapi masih mempertahankan pola dasar dari bentuk jamaknya.


####  Penjelasan Rinci: 

Pada contoh ini, meskipun  jāwāmi‘u  merupakan bentuk jamak dari  jāmi‘un , huruf akhirnya ( ‘un ) berubah menjadi ( ‘u ), namun perubahan ini masih dianggap sebagai bentuk jamak yang sah dalam ilmu nahwu, meskipun tidak setara dengan bentuk jamak  shohihul akhir  yang tidak mengubah kata benda sama sekali.

###  Perbedaan antara Jamak Shohihul Akhir dan Jamak Syibhuhu 

*  Jamak Shohihul Akhir (صحيح الآخر) :

  * Kata yang dibentuk dalam jamak tetap mempertahankan bentuk akhir dari kata benda tersebut.

  * Tidak ada perubahan pada struktur kata dasar.

  * Contoh:  مُعَلِّمٌ (mu‘allimun)  →  مُعَلِّمُونَ (mu‘allimūna)  (guru menjadi guru-guru, tidak ada perubahan pada akhir kata).

*  Jamak Syibhuhu (شبهه) :

  * Kata jamak yang mengalami sedikit perubahan pada bentuk akhir kata, meskipun masih bisa dikenali sebagai bentuk jamak.

  * Ada modifikasi kecil pada pola kata benda.

  * Contoh:  مُعَلِّمٌ (mu‘allimun)  →  مُعَلِّمُونَ (mu‘allimūna)  vs  جَامِعٌ (jāmi‘un)  →  جَوامِعُ (jāwāmi‘u) .


###  Kesimpulan: 

*  Jamak Shohihul Akhir  (صحيح الآخر) adalah jenis jamak di mana kata benda tetap mempertahankan bentuk dan struktur akhir kata asalnya.

*  Jamak Syibhuhu  (شبهه) adalah jamak yang mengalami sedikit perubahan pada bentuk akhir kata, meskipun masih tergolong sebagai jamak yang sah menurut kaidah ilmu nahwu.

Dalam bahasa Arab, bentuk jamak ini sangat penting untuk memahami bagaimana kata benda berubah dari bentuk tunggal ke jamak, dan bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi makna dan struktur kalimat dalam tata bahasa Arab.

Semoga penjelasan ini bisa memberikan pemahaman yang lebih dalam dan jelas mengenai konsep  Jamak Shohihul Akhir wa Syibhuhu  dalam ilmu  nahwu !

Pengertian Mubtada' dan Khobar dan Jenis-jenisnya dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Mubtada' dan Khobar dan Jenis-jenisnya dalam Ilmu Nahwu

Bagian penting dari analisis tata bahasa Arab adalah pemahaman tentang struktur kalimat yang membentuk dasar komunikasi tertulis dan lisan. Salah satu konsep penting dalam tata bahasa Arab yang memungkinkan kita mengurai makna dari kalimat adalah Mubtada Khobar. Mubtada Khobar adalah poin penting yang patut dipahami.Mubtada Khobar adalah konsep fundamental dalam ilmu tata bahasa Arab yang membahas hubungan antara subjek dan predikat dalam kalimat. Dalam konteks ini, Mubtada merujuk pada unsur yang berperan sebagai subjek kalimat, sementara Khobar adalah predikat yang memberikan informasi tentang Mubtada.

Pengertian Isim Masdar (اِسْمُ المَصْدَرِ) dalam Ilmu Nahwu

 

Pengertian Isim Masdar (اِسْمُ المَصْدَرِ) dalam Ilmu Nahwu

ISIM MASDAR( اِسْمُ المَصْدَرِ )

Al-Masdar المصدر )

Al-Masdar ( الْمَصْدَرْ ) ialah kalimah Isim merupakan bentuk asal atau akar kepada semua kalimat samada Isim (Kata benda) atau Fi’il (Perbuatan). Tidak ada peraturan tetap mengenai bentuknya dan kebanyakkannya hanya menurut ukuran kebiasaan yang didengar ( سَمَاعِيٌ ) penggunaannya oleh orang-orang Arab.

Pada pelajaran terdahulu telah dipelajari bahawa Fi’il itu ada Tsulatsi, Rubaa’i, Khumassi dan Sudaasi. Maka Masdar bagi semua perkataan tersebut adalah berdasarkan jenis-jenis fi’ilnya juga. Fi’il-fi’il selain Tsulatsi mempunyai bentuk-bentuk yang boleh dibandingkan (qiaskan). Maka semua fi’il-fi’il yang sempurna samada Mujarrad atau Mazid, ada mempunyai Masdar belaka.

Contoh Masdar bagi Fi’il Tsulatsi (tiga huruf)

Keluaranخُرُوْجًا<–خَرَجَDia telah keluar 
Tulisanكِتَابَةٌ<–كَتَبَDia telah menulis
Pendengaranسَمْعٌ<–سَمِعَDia telah mendengar
Puasaصِيَامًا<–صَامَDia telah berpuasa
Pengetahuanعِلْمًا<–عَلِمَDia telah mengetahui
Aniayaظُلْمًا<–ظَلَمَDia telah aniaya 

Sungguh pun begitu, biasanya Masdar Tsulatsi itu terikut2 pula Wazannya dengan perkara-perkara berikut:-

1. Yang menunjukkan kegiatan pekerjaan, wazan nya: فِعَالَةٌ
Contoh: تِجَارَةٌ Perdagangan; زِرَاعَةٌ Pertanian.

2. Yang menunjukkan keengganan (menolak), wazan nya: فِعَالٌ
Contoh: إِبَآءٌ Menolak; شِرَادٌ Lari.

3. Yang menunjukkan bergoncang (getaran), wazan nya: فَعَلاَنٌ
Contoh: غَلَيَانٌ Mendidih; جَوَلاَنٌ Berputar-putar.

4. Yang menunjukkan penyakit (sakit), wazan nya: فُعَالٌ
Contoh: صُدَاعٌ Pening; زُكَامٌ Selsema.

5. Yang menunjukkan perjalanan, wazan nya: فَعِيْلٌ
Contoh: رَحِيْلٌ pemergian; ذَمِيْلٌ beransur-ansur.

6. Yang menunjukkan kepada suara, wazan nya: فُعَالٌ ، فَعِيْلٌ
Contoh: صُرَاخٌ jeritan; زَئِيْرٌ raungan.

7. Yang menunjukkan kepada warna, wazan nya: فُعْلَةٌ
Contoh: خُضْرَةٌ hijau; حُمْرَةٌ merah.

Jika tidak menunjukkan sesuatu, maka biasanya ialah:-

1. Pada فَعُلَ Masdarnya ialah فُعُوْلَةٌ atau فَعَالَةٌ

Contoh: خُضْرَةٌ kemudahan; حُمْرَةٌ kepintaran.

2. Pada فَعِلَ Masdarnya ialah فَعَلٌ

Contoh: فَرَحٌ sukacita; عَطَشٌ kedahagaan.

3. Pada فَعَلَ Masdarnya ialah فَعُوْلٌ

Contoh: قُعُوْدٌ duduk; خُرُوْجٌ keluar.

4. Pada Fi’il Mubta’addi yang berwazan: فَعِلَ dan فَعَلَ maka Masdarnya ialah فَعْلٌ atau فُعْلٌ

Contoh: شُكْرٌ kesyukuran; نَصْرٌ pertolongan.


KEGUNAAN DAN PEKERJAAN MASDAR

Masdar itu bekerja seperti kerja Fi’ilnya juga, iaitu ada mempunyai Faa’il(orang atau benda yang mengerjakan Perbuatan atau bersama mengerjakannya) dan Maf’ul (orang atau benda yang dikerjakan atau diperbuat).

Contoh:

1. Bila Masdar itu Mudhaf atau bersandar kepada Faa’ilnya, seperti:-

لَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ
Jikalau tidak penolakan Allah (akan) manusia…

(a) دَفْعُ itu Masdar dan Mudhaf (bersandar) kepada اللهِ

(b) اللهِ itu Faa’il bagi penolakan.

(c) النَّاسَ itu Maf’ul bagi دَفْعُ

2. Bila Masdar itu Idhafah (sandaran) pada Maf’ulnya atau dimasuki ال; seperti:-

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
Dan bagi Allah (wajib) atas manusia menuju (ke)Rumah Allah.

(a) حِجُّ itu Masdar dan Mudhaf (bersandar) pada الْبَيْتِ

(b) الْبَيْتِ itu dimasuki ال atau Idhafah (sandaran) bagi حِجُّ

3. Bila Masdar itu bukan Mudhaf dan tidak dimasuk ال maka Masdar itu bekerja seperti Fi’il Amr atau Fi’il Nahyi (suruh atau tegah), seperti:-
صَبْرًا لآَ جَزَعًا
Sabarlah jangan gelisah.

(a) صَبْرًا itu Masdar yang bukan Mudhaf dan tidak dimasuki ال maka dia (Masdar) itu bererti Menyuruh.

Syarat-syarat yang membolehkan Masdar itu bekerja seperti Fi’ilnya ialah:-

1. Bila ditempat Masdar itu boleh dimasuki Fi’il beserta أَنْ atau مَا

(a) Seperti contoh yang lalu: لَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ boleh dimasuki Fi’il serta أَنْ, seperti berikut:
لَوْلاَ أَنْ يَدْفَعَ اللهِ النَّاسَ

(b) Seperti : ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ boleh dimasuki Fi’il serta مَا, seperti berikut:
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِمَاأَمَتْنَاكُمْ

2. Bila Masdar itu semata-mata menggantikan Fi’ilnya, seperti susunan percakapan berikut:-

حَبْسًا النِّصَّ (tahanlah perompak itu), maka حَبْسًاَّ itu semata-mata menggantikan perkataan Fi’il Amr (Suruh).

Jika syarat-syarat diatas tidak ada maka Masdar itu tidaklah bekerja seperti kerja Fi’ilnya. Masdar yang demikian adalah seperti berikut:-

(a) Masdar yang menunjukkan Muakkad (Menguatkan) seperti:-

دَمَّرْنَاهُم تَدْمِيْرَا
Telah membinasakan Kami (akan) mereka (secukup-cukup) kebinasaan.

وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيْلاً
Bacalah oleh engkau (akan) Al-Quran (dengan sungguh-sungguh) bacaannya.

(b) Masdar yang menunjukkan bilangan, seperti:-

فَهَّمْتُهُ تَفْهِيْمَتَيْنِ الْحَقِيْقَةَ
Dan telah aku beri fahaman kepadanya dua kali fahaman (akan) hakikatnya.

(c) Masdar yang sunyi dari apa-apa kejadian, seperti:-

وَلَهُ صَوْتَ سَبُعٍ
Dia mempunyai suara (seperti) suara singa jantan.

Beberapa contoh dari Al-Quran:

هَذَا خَلْقُ اللَّهِ
ini (semuanya adalah) ciptaan Allah (31:11)

إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Sesungguhnya perbuatan membunuh mereka adalah satu kesalahan yang besar (17:31)

تُوبُواْ إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
bertaubatlah kamu kepada Allah dengan ” taubat Nasuha” (66:8)

إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى
Sesungguhnya amal usaha kamu adalah berbagai-bagai keadaannya (92:4)

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
Sesungguhnya Kami telah membuka bagi perjuanganmu (wahai Muhammad) satu jalan kemenangan yang jelas nyata (48:1)

وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ
tetapi menghalangi (orang-orang Islam) dari jalan Allah dan kufur kepadaNya (2:217)

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا
(iaitu) orang-orang yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk (3:191)

وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ
Dan inilah sangkaan kamu, yang kamu sangka (41:22)


MASDAR MARRAH ( المَصْدَرُ الْمَرَّةِ )

Masdar Marrah ialah Masdar yang menunujukkan Bilangan, samada satu, dua atau beberapa kali pun. Wazan bagi Masdar Marrah itu ialah:-

(a) Bagi Tsulatsi فَعْلَةٌ contohnya:-

سَجَدْتُ سَجْدَةٌ
Telah sujud aku satu sujud.

سَجَدْتُ سَجْدَتَيْنِ
Telah sujud aku dua kali sujud.

سَجَدْتُ ثَلاَثَ سَجَدَاتٍ
Telah sujud aku tiga kali sujud.

(b) Bagi yang bukan Tsulatsi, hanya dengan menambah huruf
ة sahaja pada Masdar biasa, contohnya:-

إِسْتَغْفَرْتُ إِسْتِغْفَارَةٌ
Telah minta ampun aku (sekali) minta ampun.

إِسْتَغْفَرْتُ إِسْتِغْفَارَتَيْنِ
Telah minta ampun aku (2 kali) minta ampun.

إِسْتَغْفَرْتُ إِسْتِغْفَارَاتٍ
Telah minta ampun aku (3 kali) minta ampun.

MASDAR HAI-AHالمَصْدَرُ الْهَيْئَةِ )

Masdar Hai-ah ialah Masdar yang menunujukkan cara atau keadaan Fi’il. Wazan bagi Masdar Hai-ah itu ialah:-

(a) Bagi Tsulatsi فِعْلَةٌ
contohnya:-

أَسْجُدُ سَجْدَةَ الرَّسُوْلِ
Sujudlah (secara) sujud Rasul….

(b) Bagi yang bukan Tsulatsi, hanya dengan menambah ة sahaja pada Masdar biasa (seperti Marrah). Untuk membezakan anatara Marrah dan Hai-ah ialah dengan memerhatikan bentuk susunan ayatnya, seperti:-

إِنْطَلِقْ إِنْطِلاَقَ المُسْلِمِ
Berangkatlah oleh engkau (sebagaimana) keberangkatan orang Muslim.

Nota: Masdar Hai-ah ini juga disebut Masdar Nau-i مَصْدَرُالنَّوْعِ

MASDAR MIMI ( المَصْدَرُ المِيْمِىٌّ )

Masdar Mimi ialah Masdar yang dimulakan dengan tambahan Mim ( م) . Wazan bagi Masdar Mimi adalah seperti berikut:-

(a) Jika dari Fi’il Tsulatsi, wazannya ialah: مَفْعَلٌ; seperti:-

Pukulanمَضْرَبٌ
Pendapatمَذْهَبٌ
Keluar atau Pergiمَخْرَجٌ
Kata-Kataمَقَالٌ
Pandanganمَنْظَرٌ

(b) Dari Fi’il Tsulatsi Mujarrad dan berwazankan مَفْعِلٌ; seperti:-

Kejatuhanمَوْقِعٌ
Letakkanمَوْضِعٌ
Perjanjianمَوْعِدٌ
Ketakutanمَوْجِلٌ

(c) Jika selain Fi’il Tsulatsi Mujarrad, maka wazannya hanya dengan mengikut Isim Maf’ulnya; seperti:-

Yang diperolokkan = مُسْتَهْزَئٌ

Ada satu jenis Masdar lagi yang dinamakan MASDAR SINAA’I (مَصْدَرُالْصِنَاعِىُّ ) iaitu dengan tambahan ( ىّ ) yang berttasydid dan selepasnya ditambah ( ـة ); seperti:-

Kemanusiaanإِنْسَانِيَّةٌ<–إِنْسَانٌManusia
Kemerdekaanحُرِّيَّةٌ<–حُرٌّMerdeka
ISIM MASDAR( اِسْمُ المَصْدَرِ )

Isim Masdar itu berbeda dengan Masdar. Isim Masdar ialah perkataan yang menunjukkan makna Masdar dan ia kurang satu huruf dari pada bilangan huruf Fi’ilnya. Contohnya:-

Maknaاسم مصدرمصدرفعل ماض
Pemberianعَطَاءٌإِعْطَاءٌأَعْطَى
Pertolonganعَوْنٌإِعَانَةٌأَعَانَ
Selawatصَلاَةٌتَصْلِيَةٌصَلَّى
Sejahteraسَلآمٌتَسْلِيْمًاسَلَّمَ

Perhatikan huruf-huruf pada Isim Masdar diatas kerana kurang daripada yang sepatutnya. Bagaimana pun, Isim Masdar itu bekerja seperti pekerjaan Masdar (yang bekerja seperti kerja Fi’ilnya) juga. Contohnya:-

وَمَاكَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُوْرًا
Dan tidak (sewajarnya) pemberian Tuhan (itu) terlarang (tersekat dari sesiapa pun).



Singkatan Huruf Pegon untuk Memaknai Kitab Kuning Ala Pondok Pesantren.

Mengkaji kitab kuning di pondok pesantren adalah sebuah kewajiban bagi para santri bahkan termasuk kegiatan wajib mereka, dalam prakteknya, mengkaji kitab kuning hampir semua ponpes di Indonesia menggunakan bahasa jawa dan dengan istilah-istilah khusus yang sudah lahir sejak dulu.     Istilah-istilah tersebut juga jika kita pahami betul, ternyata adalah cara para kiai terdahulu untuk memudahkan santri dalam mempelajari ilmu tata bahasa Arab, yaitu nahwu. contoh saja dalam penulisan mubtada disebutkan dengan utawi, khobar disebut dengan iku, dan sebagainya, selain para kiai memberikan arti setiap kata juga menyebutkan kedudukan nahwu setiap kata.  Baiklah berikut ini adalah singkatan-singkatan huruf pegon yang dapat digunakan para santri dalam memaknai kitab kuning :  Huruf م : utawi / berawal  (kedudukannya mubtada’) Huruf خ : dibaca "iku" dalam bahasa indonesia 'Yaitu'  (dalam Nahwu berkedudukan sebagai khobar) Huruf ج : dibaca 'mongko' atau juga 'maka' (yaitu menjadi kalimat jawab) Huruf حا : dibaca khale atau 'dalam keadaan' (dalam nahwu dinamakan hal) Huruf ع : dibaca 'kerono' atau sebab  (dalam nahwu disebut lam ta’lil) Huruf غ : dibaca senajan atau walaupun (dalam nahwu disebut ghoyah) Huruf فا : dibaca sopo atau siapa 'menunjukan arti subjek, fail ataupun seseorang' (dalam nahwu disebut juga fail yang berakal) Huruf ف : dibaca 'opo' atau apa, berbeda dengan faa di atas, faa yang ini ditulis tanpa alif, huruf ini mengandung arti subjek yang tidak berakal yakni selain manusia, contoh benda, dan lain sebagainya.' Huruf مف : dibaca "ing" mempunyai arti objek atau maf'ul bih dalam ilmu nahwu Huruf نفا : dibaca 'sopo atau opo' dalam bahasa indonesia 'siapa atau apa' tergantung yang kata tersebut manusia atau selain manusia, mengandung arti subjek pengganti dalam kalimat pasif, dalam nahwu disebut juga naibul fail Huruf مع : dibaca 'Sertane' dalam bahasa indonesia  'beserta' (dalam ilmu nahwu biasanya disebut juga dengan Maf'ul Ma'ah) Huruf ن : dibaca 'kang' dalam bahasa indonesia 'yang' (huruf nun juga singkatan dari na'at) Huruf ص : sama dengan nun, dibacanya 'Kang' atau 'yang' hanya saja dalam nahwu disebut juga dengan Shilah, atau kalimat yang berbentuk sifat yang terletak setelah isim maushul Huruf مط : dibaca 'kelawan' atau dengan, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan maful mutlak Huruf تم : dibaca 'apane' atau 'apanya' dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  tamyiz Huruf ظم : dibaca 'ingdalem' atau pada, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  zhorof Huruf نفـ: dibaca 'ora' atau tidak, huruf tersebut singkatan dari nafiyah Huruf س : dibaca 'jalaran' atau sebab, dalam ilmu nahwu biasanya dinamakan sababiah Huruf با : dibaca 'bayane' atau bisa juga menunjukkan kondisi sesuatu dalam ilmu nahwu biasanya disebut bayan Huruf بد : dibaca 'Rupane' atau dalam bahasa indonesia 'ternyata adalah', dalam ilmu nahwu sebagai badal  Penempatan Setiap Singkatan Pegon: Huruf م : utawi / berawal  (kedudukannya mubtada’)  huruf mim berada di awal kata yang berkedudukan mubtada'.   Cara baca : al-hamdu utawi segalane puji, iku lillahi tetep kagungane Allah. Huruf خ : dibaca "iku" dalam bahasa indonesia 'Yaitu'  (dalam Nahwu berkedudukan sebagai khobar)          huruf kho berada pada kanan atas kata yang berkedudukan khobar. Cara baca : al-hamdu utawi segalane puji, iku lillahi tetep kagungane Allah.  Baca Juga : Pengertian tentang mubtada dan khobar.  Huruf ج : dibaca 'mongko' atau juga 'maka' (yaitu menjadi kalimat jawab)    huruf jim (ج) ditulis di samping kalimat jawab dari in (jika). Cara Baca : in jaa.a nalikane teko sopo umaru umar, jaa.a mongko teko sopo ahmadu ahmad.    Huruf حا : dibaca khale atau 'dalam keadaan' (dalam nahwu dinamakan hal)          huruf khaale (حا) ditulis di atas kanan kata yang berkedudukan sebagai haal,  Cara baca : jaa a teko sopo muhammadun muhammad rookiban khaale berkendara  Huruf ع : dibaca 'kerono' atau sebab  (dalam nahwu disebut lam ta’lil)          huruf ain ditulis disamping bawah huruf lam ta'lil.  Huruf غ : dibaca senajan atau walaupun (dalam nahwu disebut ghoyah)           huruf ghoin (غ) ditulis di atas kanan huruf yang menunjukkan arti ghoyah atau walaupun atau kata (لَوْ)  Huruf فا : dibaca sopo atau siapa 'menunjukan arti subjek, fail ataupun seseorang' (dalam nahwu disebut juga fail yang berakal)   huruf faa (فا) ditulis di atas kanan kata yang berkedudukan sebagai fa'il yang berakal (manusia)   Huruf ف : dibaca 'opo' atau apa, berbeda dengan faa di atas, faa yang ini ditulis tanpa alif, huruf ini mengandung arti subjek yang tidak berakal yakni selain manusia, contoh benda, dan lain sebagainya.'  huruf fa ditulis di atas kanan fail yang tidak berakal (seperti kata di atas thooiroh yang artinya adalah pesawat), dibaca opo.   Huruf مف : dibaca "ing" mempunyai arti objek atau maf'ul bih dalam ilmu nahwu    huruf (مف) ditulis di kanan atas kata yang berkedudukan sebagai maf'ul bih, atau objek.  Huruf نفا : dibaca 'sopo atau opo' dalam bahasa indonesia 'siapa atau apa' tergantung yang kata tersebut manusia atau selain manusia, mengandung arti subjek pengganti dalam kalimat pasif, dalam nahwu disebut juga naibul fail          Huruf مع : dibaca 'Sertane' dalam bahasa indonesia  'beserta' (dalam ilmu nahwu biasanya disebut juga dengan Maf'ul Ma'ah)          Huruf ن : dibaca 'kang' dalam bahasa indonesia 'yang' (huruf nun juga singkatan dari na'at)          Huruf ص : sama dengan nun, dibacanya 'Kang' atau 'yang' hanya saja dalam nahwu disebut juga dengan Shilah, atau kalimat yang berbentuk sifat yang terletak setelah isim maushul           Huruf مط : dibaca 'kelawan' atau dengan, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan maful mutlak          Huruf تم : dibaca 'apane' atau 'apanya' dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  tamyiz           Huruf ظم : dibaca 'ingdalem' atau pada, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  zhorof           Huruf نفـ: dibaca 'ora' atau tidak, huruf tersebut singkatan dari nafiyah             Semoga bisa bermanfaat dan bisa lebih mudah dalam memaknai kitab kuning khususnya bagi teman-teman yang sedang di pondok pesantren. :D


Mengkaji kitab kuning di pondok pesantren adalah sebuah kewajiban bagi para santri bahkan termasuk kegiatan wajib mereka, dalam prakteknya, mengkaji kitab kuning hampir semua ponpes di Indonesia menggunakan bahasa jawa dan dengan istilah-istilah khusus yang sudah lahir sejak dulu. 


Istilah-istilah tersebut juga jika kita pahami betul, ternyata adalah cara para kiai terdahulu untuk memudahkan santri dalam mempelajari ilmu tata bahasa Arab, yaitu nahwu. contoh saja dalam penulisan mubtada disebutkan dengan utawi, khobar disebut dengan iku, dan sebagainya, selain para kiai memberikan arti setiap kata juga menyebutkan kedudukan nahwu setiap kata.

Baiklah berikut ini adalah singkatan-singkatan huruf pegon yang dapat digunakan para santri dalam memaknai kitab kuning :