Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Pengertian, Pembagian dan Macam-macam Mashdar ( المصدر) dalam Ilmu Nahwu.


Pengertian, Pembagian dan Macam-macam Mashdar ( المصدر) dalam Ilmu Nahwu.

A. PENGERTIAN MASHDAR
pengertian  masdar menurut  keterangan ilmu nahwu ialah :

الاِسْمُ المَنْصُوْبُ اللَّذِى يَجِيْئُ ثَالِثًا فِى تَصْرِيْفِ الفِعْلِ

Artinya : Isim manshub (ber-i’rab Nashab) yang dalam tashrif-an fi’ilnya jatuh pada urutan ketiga.

Untuk memahami  masdar ini sebenarnya gampang  saja, masing-masing  lafadz yang jatuh pada tashrif-an fiilnya itu berada di posisi ketiga maka ia dinamakan  masdar. Hanya saja, untuk memahami  urutan posisi tashrif-an itu  kita mesti memahami  terlebih dahulu tashrif-an atau derivasi dari suatu  kata. Perlu diketahui bahwa masdar ini disebut juga dengan  maf’ul mutlak.

Contoh :

ضَرَبَ – يَضْرِبُ – ضَرْبًا

Maka yang menjadi contohnya ialah  lafadz ضَرْبًا

lihat berbagai macam contoh tashrifan di sini dan download kitab tashrifannya GRATIS!


B. PEMBAGIAN MASHDAR
Masdar terbagi menjadi dua bagian, yakni  :

1 Masdar lafzhi
Masdar lafzhi merupakan   masdar yang sama persis  dengan lafadz fi’ilnya. Contoh : قَتَلْتُهُ قَتْلًا

contoh di atas  masdar lafzhi-nya yaitu   lafadz قَتْلًا sebab  ia mirip sekali huruf-hurufnya  dengan lafadz fi’ilnya yakni  lafadz قَتَلَ.

2 Masdar Ma’nawi
Masdar ma’nawi merupakan   masdar yang menyamai  fi’ilnya dalam hal artinya saja  akan tetapi lafadznya beda. Contoh : جَلَسْتُ قُعُوْدًا

contoh di atas, masdar ma’nawinya yaitu   lafadz قُعُوْدًا dimana lafadz ini arti/terjemahannya sama  dengan lafadz جَلَسَ.

C. Macam-macam Mashdar
Kalimat masdar tidak sedikit  sekali ada  dalam kalam Arabiya. Masdar-masdar tersebut  juga tidak sedikit  macamnya dengan kandungan arti  yang pelbagai  dan berbeda. Macam-macam masdar tersebut  adalah:

1. Mashdar al-Ashli
Masdar Ashli yaitu mashdar yang masih murni yang tidak ada arti  tambahan, tidak diawali  dengan huruf “mim” ziyadah dan tidak terdapat  huruf “ya” betasydid serta ta marbuthah di akhir kata.
Contoh:
ضَرْبًا + فَتْحًا
(Pukulan + buka)

2. Masdar al-Mimi
Masdar yang dimulai  dengan “mim” ziyadah,
Wazannya dari fi’il tsulasi yaitu
مَفْعَل dan مَفْعِل
Contoh:
مَضرَب dan مَوْعِد
(Janji dan pukulan)

ada pula yang Wazannya dari fi’il yang lebih dari tiga huruf yaitu  sama dengan wazan isem maf’ulnya, maka mengikuti wazan مُفْتَعَلٌ.
Contoh :
مُرْتَقَب
(intip)


3. Masdar al-Marrah
Masdar yang diciptakan  untuk mengindikasikan  berapa kali terjadinya perbuatan.
Wazannya terbentuk dari tsulasi yaitu
فَعْلَة
Contoh:
ضَرْبَة
(satu kali pukul)

ada pula yang Wazannya dari fi’il yang lebih dari tiga huruf yaitu  dengan ditambahkan  “ta” marbuthah dari masdar Ashli.
Contoh:
اِنْطِلاَقَة
(satu kali pergi)

4. Masdar al-Hai’ah
Masdar yang diciptakan  untuk mengindikasikan  bagaimana format  dan teknik  terjadinya perbuatan.
mengikuti Wazan tsulasinya yaitu
فِعْلة
Contoh:
مِشْيَة
(cara berjalan)
mashdar hai'ah hanya terdapat pada wazan tsulasi saja dan tidak ada di selain tsulasi.

5. Masdar as-Shina’i
Masdar shina’I ialah  masdar yang diciptakan  dari kalimat apa saja dengan menambahkan “ya” bertasydid dan “ta” marbuthat diakhirnya.
Contoh:
الإِنسانية
(kemanusiaan)


Demikian pengertian  masdar menyeluruh  dengan misalnya  dalam bahasa arab dan penjelasannya. Semoga bermanfaat.

Sejarah Penulisan Bahasa Arab Sebelum dan Sesudah Datangnya Islam.

Sejarah Penulisan Bahasa Arab Sebelum dan Sesudah Datangnya Islam.




1. Penulisan Pra Islam

Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Arab dahulunya ialah  bangsa  yang Ummy  (buta huruf) yakni  tidak dapat  menulis dan menghitung.  Sebagaimana yang sudah  di sampaikan  di dalam al-Qura’n :
Artinya : “Dia-lah yang mengutus untuk  kaum yang buta huruf   seorang Rasul salah satu  mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya untuk  mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS.  Al Jumuah : 2 )

Hal laksana  itu, tidak berarti anda  memukul rata bahwa seluruh  orang tidak dapat  membaca dan menulis, namun  di situ ada sejumlah  orang dari kalangan kaum Quraisy yang belajar tulis- mencatat  sebelum datangnya Islam. Hal ini seolah-olah  menjadi suatu  tanda-tanda ( Irhashot ) bakal  datang Nabi akhir zaman. Untuk menulis  dan membukukan wahyu yang turun untuk  Rasulullah Sallahu ‘Alahi wa Sallam. Sebab penulisan ialah  salah satu media sangat  penting untuk mengawal  otentitas sebuah buku  suci.

Penduduk kota  Makkah mempelajari tulis mencatat  dari Harb bin Umayyah bin Abdu Asy Syams. Akan namun  disana terdapat  perbedaan, Harb bin Umayyah belajar dari siapa ? maka ada sejumlah  riwayat yang melafalkan  mata rantai orang yang kesatu  kali mempelajari tulis-menulis dikalangan warga  Makkah.

Diantara riwayat ini ialah  riwayat Abu Amr Ad Dani, ia melafalkan  bahwa ia mempalajri tulis mencatat  dari Abdullah bin Jad’an. Dari sini, Ziyad bin An’am pernah bertanya untuk  Ibnu Abbas :  “Aku pernah bertanya untuk  Ibnu Abbas : Wahai Kaum Quraisy, apakah kalian dahulu pada masa jahiliyah mencatat  dengan format  tulisan arab laksana  ini ? Kalian menggabung artikel  dan memisahnya, secara huruf   hijaiyah dengan Alif, laam dan mim, begitu pula  secara format  ? Ibnu Abbas membalas  ” Iya, aku bertanya lagi :”Siapa orang yang mengajari kalian ? Harb bin Umayyah. Aku bertanya :”Siapakah orang yang mengajari Harb bin Umayyah ? ia membalas  :”Abdullah bin Jad’an. Aku bertanya :”Siapakah orang yang mengajari Abdullah bin Jad’an ? Penduduk Anbar Aku bertanya :”Siapakah orang yang mengajari warga  Anbar ? Ia membalas  : Orang yang tak di duga dating dari warga  Yaman. Aku bertanya : “Siapakah yang mengajari mereka ? Ia membalas  : al Khaljan bin Al Muham, ia ialah  seorang pengarang  Hud, Nabi Allah Azza wa Jalla.
Adapun warga  kota Madinah, salah satu  mereka terdapat  ahlul kitab  dari kalangan orang Yahudi. Tatkala Rasululah saw menginjakkan kaki di  kota madinah, di sana ada  orang-orang yahmdi yang mengajari anak-anakanya belajar tulis-menulis. Di sana ada sejumlah  orang yang menekuni bidang tulis-menulis, salah satu  mereka ialah  Mundzir bin Amr, Ubay bin Wahb, Amr bin Said dan Zaid bin Tsabit yang menemukan  mandat dari Rasulllah saw guna  mempelajari tulis-menulis dari orang-orang Yahudi.

2.  Penulisan sesudah  datangnya Islam
Agama Islam juga  mulai bercahaya  dari penjuru kota Makkah, ia datang guna  menghapus ketidaktahuan  yang sedang melanda di bumi Arab saat  itu. Kebobrokan akhlak, dan ketidaktahuan  ilmu, seolah-olah  menjadi satu mata rantai yang tidak terlepas. Islam datang guna  menghapus tersebut  semua. Jika kamu  masih ragu, bukankah Allah Ta’ala menurunkan ayat kesatu  kalinya untuk  diri Rasulullah Sallahu ‘Alahi wa Sallam dengan Firman-Nya :
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2.  Dia Telah menciptakan insan  dari segumpal darah. 3.  Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4.  Yang melatih  (manusia) dengan perantaran Qalam[3], 5.  Dia mengajar untuk  manusia apa yang tidak diketahuinya. ( QS Al ‘Alaq : 1-5 )

Bahkan ada suatu  ayat yang menyatakan  bahwa Allah Ta’ala bersumpah dengan Qalam ( pena ), Ia berfirman :
Artinya : 1.  Nun, demi qalam ( pena ) dan apa yang mereka tulis, 2.  Berkat nikmat Tuhanmu, anda  (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. ( QS: Al Qalam : 1-2 )
Di dalam ayat di atas dengan jelas bakal  agungnya nilai suatu  tulisan dan ciri khas  yang dikandungnya.

Apabila anda  membalik lembaran sejarah Nabi anda  akan menyaksikan  sebuah peristiwa yang estetis  dan mengherankan  sekali di zaman terjadinya persitiwa tersebut. Dan zaman sesudahnya, hingga zaman anda  sekarang, yaitu peristiwa  tawanan perang badar, Rasulullah  saw meminta untuk  tawanan musyrik yang mengharapkan  tebusan dirinya dari tawanan dengan mengajari 10 orang muslim untuk menyimak  dan menulis!…hal ini sangat mengherankan  sekali…khususnya di zaman tersebut  yang berkembang pesat buta huruf.
namun  membaca, mencatat  dan belajar ialah  kebutuhan pokok masing-masing  umat yang mengharapkan  kebangkitan dan peradaban  pessat.

Jika anda  melihat situasi  kaum muslimin pada masa perang Badar anda  dapati mereka sangat  memerlukan  harta. Dan butuh  untuk mengawal  tawanan bertarget untuk mengurangi  quraisy atau menjaganya supaya  digunakan sebagai pertukaran tawanan  andai  ada muslim yang ditawan oleh mereka. Akan namun  Rasulullah saw  memikirkan mengenai  apa yang terpenting dari tersebut  semua, yakni  mengajari orang muslim membaca…ini ialah  point urgen  dalam gagasan  Rasulullah saw yaitu membina  umat Islam sebagai bangunan yang kokoh….hingga kawan  yang dapat  membaca menawarkan untuk  sahabat yang lain guna  mengajari mereka…lihatlah untuk  Zaid Bin Tsabit RA-yang tidak sedikit  memberikan peranan penting untuk  sahabat lainnya dan ia nyaris  selalu dekat dengan Rasulullah saw sebab  ia tekun menyimak  dan menulis…hingga pada kesudahannya  ia menjadi seorang pengarang  Wahyu, pengarang  surat dan penerjemah bahasa Suryaniyah dan Ibrani sebenarnya  ketika tersebut  ia melulu  berumur 13 tahun …
Dan kita  tahu Abu Hurairah Ra bagaimana hafalannya ? ia merupakan  sahabat yang paling tidak sedikit  hafal hadits Rasulullah saw,  anda  lihat apa yang disebutkan  tentang dirinya sebagaimana yang terdapat  di Bukhari:
“Tidak terdapat  seorang juga  dari kawan  nabi yang paling tidak sedikit  hafalannya kecuali aku”.
Walaupun demikian tinggi derajat ini, akan namun  beliau menempatkan  Abdullah bin Amr bin Ash  RA diatas derajat beliau, kenapa  ?sebab Abdullah bin Amr bin ash dapat  membaca dan menulis….Abu Hurairah RA berbicara  : “kecuali Abdullah bin Amr…sebab ia dapat  menulis dan aku tidak pandai menulis”. ))
Dari sikap diatas-dan selainnya- kerinduan  kepada bacaan mulai ditanamkan di hati kaum muslimin. Perpustakaan-perpustakaan Islam pada sejarah Islam tergolong  perpustakaan sangat  besar dan agung  di dunia. Bahkan lebih agung secara mutlak  selama sejumlah  kurun lama. Seperti perpustakaan Baghdad, Cordoba, aspiliah, Granada, kairo, Damaskus, Tarablus, Madinah dan Quds.

Pengertian, Pembagian, dan Contoh-contoh Isim Maushul (اسم الموصول) dalam Ilmu Nahwu

Pengertian, Pembagian, dan Contoh-contoh Isim Maushul (اسم الموصول) dalam Ilmu Nahwu

A. Pengertian Isim Mausul (اسم الموصول)
Isim Maushũl (Kata Sambung) ialah  Isim yang bermanfaat  untuk menghubungkan sejumlah  kalimat atau pokok benak  menjadi satu kalimat. Maksudnya, bahwa masing-masing  isim ma’rifat tersebut  akan menjadi jelas bila estafet  dengan kalimat sesudahnya, yang disebut  Shilah. Shilah(anak kalimat) tersebut  harus mempunyai  dhamir yang berpulang kepada  isim maushul, yang disebut  a’id. Dalam bahasa Kita, biasanya Kata Sambung 'isim Mausul' ini diterjemah menjadi kata: "yang". Bentuk asal atau dasar dari Isim Maushũl merupakan : الَّذِيْ (yang).

Perhatikan misal  pemakai an Isim Maushũl dalam menggabungkan dua kalimat di bawah ini:
Kalimat I جَاءَ الْمُدَرِّسُ = “Guru itu datang”.
Kalimat II اَلْمُدَرِّسُ يُعَلِّمُ اللُغَةَ العَرَبِيَّةَ = “guru tersebut  mengajar Bahasa Arab”.
Kalimat III جَاءَ الْمُدَرِّسُ الَّذِيْ يُعَلِّمُ اللُغَةَ العَرَبِيَّةَ = “guru yang melatih  Bahasa Arab telah datang”.
Kalimat III menghubungkan Kalimat I dan II dengan Isim Maushũl: الَّذِيْ.

B. Pembagian Isim Maushũl
Dalam Bab ini Isim Maushũl terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Isim Maushũl Ismi
Isim Maushũl Ismi ialah  Isim Maushũl isim yang selamanya perlu  kepada Shilah dan A’id.
Contoh : جَاءَ الَذِّي قَامَ اَبُوْهُ = sudah  datang seseorang yang ayahnya berdiri.

2. Isim Maushũl Harfi
Isim Maushũl Harfi ialah  semua huruf   yang dengan shilahnya di ta’wili dengan Masdar.
Sedangkan Isim Maushũl Harfi tersebut  ada lima macam:

a. Huruf أنْ “An” dengan dibaca fathah, ini dapat  masuk pada fi’il madli, fi’il mudlori’, fi’il Amar.
contoh fi’il madli = عجِبْتُ مِنْ اَنْ قَامَ زَيْدٌ “saya heran dari sudah  berdirinya Zaid”.
contoh fi’il mudlori’= عجِبْتُ مِنْ اَنْ يَقُوْمَ زَيْدٌ “saya heran dari berdirinya Zaid”.
contoh fi’il Amar = اَشَرْتُ الَيْهِ بِاَنْ قُمْ “saya memberi isyarat dengan perintah berdiri”

b. Huruf أَنَّ “Anna”
contoh =
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ
“Dan apakah tidak cukup untuk  mereka sesungguhnya  Kami sudah  menurunkan kepadamu Al Kitab [Al Qur’an] sedang dia diucapkan  kepada mereka? Sesungguhnya dalam [Al Qur’an] tersebut  ada  rahmat yang besar dan pelajaran untuk  orang-orang yang beriman.”(Q.S. Al-Ankabũt : 51)

c. Huruf كَىْ “Kai” hanya dapat  masuk pada fi’il mudlori’ saja.
contoh =
 جِئْتُ لِكَىْ تُكْرِماَ زَيْداً “saya datang supaya anda  menghormati  atas Zaid”

d. Huruf مَا “Ma” ada  yang berbentuk Masdariyah Dharfiyyah, dan ada pula  yang Masdariyah Ghairu Dharfiyyah.
Contoh Masdariyah Dharfiyyah =
 لَااَصْحَبُكَ ماَ دُمْتَ مُنْطَلِقاً “saya tidak dapat  menemanimu selama anda  pergi”
Contoh Masdariyah Ghairu Dharfiyyah =
عجِبْتُ مِماَ ضَرَبْتَ زَيْداً “saya heran mengenai  pukulanmu untuk  Zaid”

e. Huruf لَوْ “ Lau” huruf   ini dapat  masuk pada fi’il Madli dan pun  fi’il Mudlori’.
Contoh fi’il Madli = وَدِدْتُ لَوْ قاَمَ زَيْدٌ “saya senang andai  Zaid telah  berdiri”
Contoh fi’il Mudlori’ = وَدِدْتُ لَوْ يَقُوْمُ زَيْدٌ “saya senang andai  Zaid berdiri”


C. Bentuk-Bentuk Isim Maushũl

1. Bentuk Isim Maushũl Mufrad (tunggal) dan Mutsanna (menunjukan arti dua)

مَوْصُولُ الاسْمَاءِ الَّذِي الأُنْثَى الَّتِي ¤ وَالْيَـــــا إذَا مَا ثُنِّيَــــا لاَ تُثْــــــبِتِ
“Adapun Isim Maushul yakni  الَّذِي (jenis laki; baik ‘aqil atau ghairu ‘aqil) dan khusus  jenis (perempuan; baik ‘aqil atau ghairu ‘aqil) yakni  الَّتِي. Jika dua-duanya  ditatsniyah-kan (dual), maka huruf   Ya’nya jangan diputuskan  atau dibuang.
Contoh = جَاءَ نِيْ الَذِّي قَامَ “datang kepadaku seorang(laki-laki) yang berdiri”.
Contoh = جَاءَ تْنِيْ الَذِّي قَامَ “datang kepadaku seorang (perempuan) yang berdiri”.

بَلْ مَــا تَلِيْـهِ أَوْلِهِ الْعَلاَمَـــهْ ¤ وَالنُّوْنُ إنْ تُشْدَدْ فَلاَ مَلاَمَهْ
Akan tetapi, terhadap huruf   yang awalnya  diiringi oleh Ya’ yang dilemparkan  tersebut, kini  iringilah! dengan (memasang) tanda Alamat I’rob (menjadi: الذان dan التان saat  mahal Rofa’. dan menjadi: الذَيْن dan التَين saat  mahal Nashab dan Jarr). Adapun Nun-nya andai  ditasydidkan, maka tidak ada cacian  untuk itu.

Contoh Mutsanna (menunjukan arti dua) dalam keadaan Rofa’ =
جَاءَ الَلذِّانِ قَامَ ابُوْهُماَ  “Dua orang yang ayahnya berdiri itu telah datang”

Contoh Mutsanna (menunjukan arti dua) dalam keadaan Nashab =
رَاَيْتُ اللَّذَيْنِ قَامَ ابُوْهُماَ “saya menyaksikan  dua orang yang ayahnya telah berdiri”

Contoh Mutsanna (dual) dalam keadaan Jarr =
مَرَرْتُ بِللَّتَيْنِ قَامَ ابُوْهُماَ “saya bertemu dengan dua orang yang ayah dua-duanya  berdiri”

2. Bentuk Isim Maushũl Jama’ (Banyak)

جَمْعُ الَّذِي الألَى الَّذِيْنَ مُطْلَقَا ¤ وَبَعْضُهُمْ بِالْوَاوِ رَفْعَاً نَطَقَا
Jamak-nya lafadz الَّذِي (Isim Mausũl tunggal laki-laki) ialah  الألَى atau الَّذِيْنَ secara mutlak (baik guna  mahal Rofa’, Nashab dan Jarr). Ada sebagian logat  orang Arab berkata  dengan memakai  Wawu saat  mahal Rofa’ (menjadi: اَلَّذُوْنَ )

بِاللاَّتِ وَاللاَّءِ الَّتِي قَدْ جُمِعَا ¤ وَالَلاَّءِ كَالَّذِيْنَ نَزْرَاً وَقَعَا
Lafadz الَّتِي (Isim Mausũl tunggal perempuan) sungguh dijamakkan dengan menjadi اللاَّتِ atau اللاَّءِ. Ditemukan pun  اللاَّءِ dihukumi laksana  الَّذِيْنَ (isim Mausũl jamak guna  perempuan) namun  jarang.

Contoh jamak dalam keadaan Rofa’ =
 جَاءَ نِيْ الَّذِّيْنَ قاَمُوْا “datang kepadaku mereka yang semuanya berdiri”

Contoh jamak dalam keadaan Nashab =
 رَاَيْتُ الَّذِّيْنَ قاَمُوْا “saya menyaksikan  mereka yang semuanya berdiri”

Contoh jamak dalam keadaan Jarr =
 مَرَرْتُ بِالَّذِّيْنَ قاَمُوْا “saya bertemu dengan mereka yang semuanya berdiri”

3. Bentuk Isim Maushũl Mutlaq (Umum)

وَمَنْ وَمَا وَأَلْ تُسَاوِي مَا ذُكِرْ
Adapun Isim Mausũl مَنْ, مَا , dan أَلْ ialah  menyamakan hukumnya dengan Isim Mausũl yang sudah  disebut sebelunnya. (artinya: dapat  digunakan guna  Laki-laki, Perempuan, mufrad, mutsanna, atau Jamak).
Contoh =
 جَاءَ نِيْ مَنْ قَامَ، وَمَنْ قَامَتْ، وَمَنْ قَامَا، وَمَنْ قَامَتَا، وَمَنْ قَامُوْا، وَمَنْ قُمْنَ
“datang kepadaku seorang (laki-laki) yang berdiri, (perempuan) yang berdiri, (dua orang laki-laki) yang berdiri, (dua orang perempuan) yang berdiri, mereka (laki-laki) yang berdiri, mereka (perempuan) yang berdiri”

4. Bentuk Isim Maushũl Dza (ذَا)

وَمِثْلُ مَا ذَا بَعْدَ مَا اسْتِفْهَـامِ ¤ أَوْمَنْ إذَا لَمْ تُلْغَ فِي الْكَلاَمِ
Isim Mausũl ذَا statusnya sama dengan isim Mausũl مَا (dipakai guna  tunggal, dual, jamak, laki-laki dan perempuan), dengan kriteria  (1) ذَا jatuh setelah  ما Istifham atau من Istifham, (2); ذَا tidak diurungkan  didalam Kalam (maksudnya: ذَا dan ما atau من tersebut, tidak dijadikan satu kata Istifham (kata tanya).
Contoh =
 مَنْ ذاَ جَاءَكَ - مَاذاَ عِنْدَكَ
“siapa orang yang datang kepadamu” – “tidak terdapat  orang yang disampingmu”

5. Bentuk Shilah Isim Maushũl

وَكُلُّهَــا يَلْـزَمُ بَعَــدَهُ صِلَـهْ ¤ عَلَى ضَمِيْرٍ لاَئِقٍ مُشْتَمِلَهْ
Setiap Isim-Isim Mausũl diputuskan  adanya Shilah (jumlah atau kalimat keterangan) setelahnya, yang mencakupi atas Dhamir yang cocok  (ada Dhamir atau ’Aid yang berpulang pada  Isim Mausũl).
Contoh =
جَاءَ نِيْ الَذِّي ضَرَبْتُهُ - والَذِّانِ ضَرَبْتُهُمَا- الَذِّيْنَ ضَرَبْتُهُمْ
“datang kepadaku seorang (laki-laki) yang saya pukul, dan (dua) orang yang saya pukul, dan mereka yang saya pukul”


6. Bentuk Isim Maushũl Ayyun (أَيٌّ) dan Shilahnya

أَيُّ كَمَا وَأُعْرِبَتْ مَا لَمْ تُضَفْ ¤ وَصَدْرُ وَصْلِهَا ضَمِيْرٌ انْحَذَفْ
Isim Mausul أيّ “Ayyun” dihukumi laksana  Isim Maushũl “Ma” (bisa guna  Mudzakkar, Muannats, Mufrod, Mutsanna pun  Jama’) selagi tidak Mudhaf dan Shadar Silah-nya (‘A-id yang menjadi permulaan Shilah) ialah  berupa Dhamir yang terbuang.
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌ قَائِمٌ “manakah orang yang berdiri yang sudah  mengagumkanku”
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌهُمْ هُوَ قَائِمٌ “manakah kaum yang sudah  mengherankanku yang mana dia orang yang berdiri”
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌ هُوَ قَائِمٌ “manakah orang yang sudah  mengherankanku yang mana dia orang yang berdiri”

7. Bentuk Pembuangan Shadar Shilah (‘Aid Majrur)

كَذَاكَ حَذْفُ مَا بِوَصْفٍ خُفِضَا ¤ كَأَنْتَ قَاضٍ بَعْدَ أَمْـرٍ مِنْ قَضَى
Seperti tersebut  juga (banyak dipakai  dan jelas) yaitu pengasingan  ‘Aid yang dikhofadkan atau dijarkan oleh kata sifat. Seperti lafadz أَنْتَ قَاضٍ ( takdirannya: أَنْتَ قَاضِيْه ) sesudah  Fi’il Amarnya lafadz قَضَى.
Contoh =
فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ
“maka putuskanlah apa yang berkeinginan  kamu putuskan..”(Q.S. Tha-Hâ: 72)

كَذَا الَّذِي جُرَّ بِمَا الْمَوْصُوْلَ جَرْ ¤ كَمُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ فَهْــوَ بــَــرْ
Demikian pun  (sering melemparkan  Aid pada Shilah Maushũl) yakni  Aid yang dijarkan oleh Huruf yang mengejarkan Isim Maushũlnya (dengan ‘Amil yang seragam).
Contoh =
 مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ (takdirannya: مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ بِهِ)
“berjalanlah anda  dengan orang yang mana saya sudah  bertemu”


D. Kesimpulan
Isim Maushũl (Kata Sambung) ialah  Isim yang bermanfaat  untuk menghubungkan sejumlah  kalimat atau pokok benak  menjadi satu kalimat. Contoh secara umum pemakaian  Isim Maushũl laksana  di bawah ini:
1. Bila Isim Maushũl itu digunakan  untuk Muannats (perempuan) maka: الَّذِيْ menjadi: الَّتِيْ.
misal  =
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَةُ الَّتِيْ تَدْرُسُ الْفِقْه =
 “Guru (pr) yang mengajar fiqh itu telah datang”.
2. Bila Isim Maushũl itu dipakai  untuk Mutsanna (dual) maka: الَّذِيْ menjadi: الَّذَانِ sementara  الَّتِيْ menjadi: الَّتَانِ
misal  = جَاءَ الْمُدَرِّسَانِ الَّذَانِ يَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = “datang dua orang guru (lk) yang melatih  fiqh itu”. misal  =جَاءَتِ الْمُدَرِّسَتَانِ الَّتَان تَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = “datang dua orang guru (pr) yang melatih  fiqh”.
3. Bila Isim Maushũl itu digunakan  untuk Jamak (banyak) maka : الَّذِيْ menjadi: الَّذِيْنَ sedangkan: الَّتِيْ menjadi: اللاَّتِيْ
misal  = جَاءَ الْمُدَرِّسُوْنَ الَّذِيْنَ يَدْرُسُوْنَ الْفِقْهَ = “datang guru-guru (lk) yang melatih  Fiqh itu”
 misal  = جَاءَتِ الْمُدَرِّسَاتُ اللاَّتِيْ يَدْرُسْنَ الْفِقْهَ = “datang guru-guru (pr) yang melatih  fiqh itu”.
4. Isim-isim maushul:
الذي
yang : Untuk jenis laki-laki tunggal
التي
yang : Untuk wanita  tunggal
اللذان
yang: Untuk dua laki-laki
اللتان
yang: Untuk dua perempuan
الذين
yang: Untuk tidak sedikit  laki-laki
اللاتي
yang: Untuk tidak sedikit  perempuan
من
yang: Khusus guna  yang berakal
ما
yang: Khusus guna  yang tidak berakal


Contoh-contoh dalam kalimat:
غلبت الذى غلبني
Saya sudah  menang dari orang yang sudah  pernah mengalahkanku
سفرت التى كانت عندنا
Telah pergi wanita  yang tinggal bareng  kami
احبّ الذين علموني
Aku menyukai  orang-orang yang sudah  mengajari aku
أحسن الى من احسن اليك
Berbuat baiklah anda  kepada orang yang melakukan  baik kepadamu
لاتأكل مالا تستطيع هضمه
Janganlah anda  makan sesuatu yang anda  tidak dapat  mengunyahnya


Demikianlah penjelasan singkat tentang isim maushul, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :D