Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Pengertian Nama, Kunyah, dan Laqob [الاسم والكنية واللقب] dalam Bahasa Arab


Pengertian Nama, Kunyah, dan Laqob [الاسم والكنية واللقب] dalam Bahasa Arab

Pengertian Nama [الاسم]

Nama adalah sesuatu yang digunakan untuk menentukan benda/objek yang dinamai, baik itu menunjukkan arti pujian ataupun menunjukkan ejekan, seperti:
menunjukkan pujian: سَعِيْدٌ  [Kebahagiaan]
menunjukkan celaan: حنْظَلَةٌ  [Labu pahit]
Atau nama itu tidak menunjukkan keduanya [tidak menunjukkan pujian & celaan] seperti:
زَيْدٌ     [Zaid]
عَمْرٌو  ['Amr]
Baik itu bersumber dari nama Ibu atau Ayah, atau bahkan tidak bersumber dari keduanya. Yang jelas yang dimaksud dengan nama di sini adalah penamaan awal [nama lahir, bukan nama julukan, laqob, atau lainnya].

Pengertian Nama Kunyah [العَلَم الكُنْيَة]

Berbeda dengan pengertian nama di atas, nama kunyah adalah  nama kedua [nama setelah nama asli], dan bersumber dari Bapak atau Ibu, Contoh:
أَبِي الفَضْلِ    [Bapaknya keutamaan]

أُمُّ كٌلْثُوْم   [Ibu  Kalthum] 

***
Note: Kata كٌلْثُوْم adalah istilah orang Arab, yang arti aslinya adalah Banyaknya daging pada kedua bagian pipi [Gembil]


Pengertian Laqob [العلم اللقب]

Sedangkan laqob adalah nama ketiga [atau setelah nama kunyah], baik itu bernada pujian seperti:
رَشِيْدٌ                    [Pembimbing]
زَيْنَ العَابِدِيْنَ         [Menghiasi para hamba]

ataupun laqob tersebut bernada ejekan/celaan, contoh':
الأعْشَى   [julukan/ejekan yang ditunjukan orang Arab pada orang yang lemah penglihatannya atau juga orang yang tidak melihat di malam hari.

الشّنْفرِي [julukan/ejekan yang ditunjukkan orang Arab pada orang yang besar mulutnya atau banyak ngomong]

Dari pengertian di atas, maka jika ada orang yang mempunyai nama yang diawali dengan kata 'اب' atau 'أم' dan nama tersebut tidak menjuru pada pujian atau celaan, maka nama tersebut masuk pada kategori nama asli dan juga nama kunyah.

Adapun barangsiapa yang mempunyai nama yang menunjukkan pujian atau celaan, dan tidak diawali dengan kata 'اب' atau 'أم', dan tidak ada embel-embel apapun di belakangnya, berarti nama tersebut bisa saja nama aslinya atau juga nama laqobnya [julukannya].

Tapi bila nama tersebut menunjukkan pujian atau celaan, dan di awali kata 'اب' atau 'أم', maka itu termasuk nama aslinya, kunyah, dan juga julukanya. Adapun nama yang menunjukkan pada nama asli, kunyah dan julukan sangatlah jarang, bila pun ada pasti itu adalah nama aslinya dari lahir bukan julukan atau lainnya.


Hukum Nama, Kunyah, dan Laqob.

* Jika nama asli dan laqob bergabung jadi satu, maka harus diawali dengan nama asli baru kemudian diakhiri dengan nama laqob, seperti:
هَارُون الرشِيد  [Harun seorang pembimbing]
أُوَيْس القَرني  [Uwais sang petinggi]
Adapun nama kunyah, jika digabungkan dengan nama asli atau nama laqob maka susunannya tidak perlu disusun rapi, seperti:
أبو حفص عُمر
عُمر أبو حفص

* Jika ada dua nama yang menunjuk pada satu orang, jika kedua nama tersebut mufrod [tunggal], maka kamu sandarkan nama pertama pada nama yang kedua, contoh:
هذا خَالدٌ تَميمٌ   [Ini adalah kholid yaitu tamim]
maka hukum i'robnya adalah nama kedua 'tamim' harus mengikut pada nama pertama 'kholid' karena sebenarnya nama 'tamim' adalah badal dari nama pertama 'kholid'.

* Apabila kedua nama itu berupa murokkab [susunan], atau salah satu nama berupa mufrod dan nama yang lain adalah murokkab, maka nama kedua harus mengikuti nama pertama dalam hal i'rob.

Contoh nama pertama diawali dengan kunyah dan susunan mudhof-mudhof ilaih:
هذا أبو عبد الله مُحمدٌ   [ini adalah Abu Abdillah yaitu Muhammad]
رَأيْتَ أبا عَبد اللهِ مُحمدًا  [Kamu melihat Abu Abdillah yaitu Muhammad]
مَرَرْتُ بِأبِي عبد الله محمدٍ   [Saya berpapasan dengan Abu Abdillah yaitu Muhammad]

Perhatikan tiga kalimat di atas, beda kalimat dan konteks maka beda pula cara membacanya,
Kalimat pertama:
- nama pertama adalah susunan kunyah dan diikuti susunan mudhof-mudhof ilaih أبو عبد الله , nama pertama ini kedudukannya sebagai khobar dari هذا , maka dibaca rofa' dengan tanyanya huruf wawu 'أبــو'
- nama kedua adalah nama asli 'مُحمدٌ', maka sesuai aturannya, nama kedua ini harus dibaca rofa' juga mengikuti nama pertama.

 Kalimat kedua:
- nama pertama juga sama kunyah dan diikuti susunan mudhof-mudhof ilaih أبا عَبد اللهِ, berkedudukan maf'ul bih atau objek maka dibaca nashob, tanda nashobnya alif pada kata أبا.
- nama kedua adalah asli مُحمدًا, dibaca nashob karena mengikuti nama pertama, tanda nashobnya fathah.

Kalimat ketiga:
- nama pertama : أبِي عبد الله berdudukan sebagai majruur, atau dibaca jar tanda jarnya adalah huruf yaa pada kata أبِي
- nama kedua: محمدٍ dibaca jar juga karena mengikuti nama pertama. 

Contoh nama pertama diawali dengan nama asli dan nama kedua dengan kunyah dan tarkib idhofah:
هذا عليٌّ زَيْنُ العابدين [ini adalah Ali penghias para hamba]
رأيتُ عَليًّا زَينَ العابدين [Saya melihat Ali penghias para hamba]
مررتُ بعليٍّ زَينِ العابدين [Saya berpapasan dengan Ali penghias para hamba]


 Demikianlah penjelasan tentang Nama, Kunyah, dan Laqob dalam Bahasa Arab, semoga bermanfaat ya teman-teman.
Penjelasan di atas bisa dibaca secara lengkap di kitab Jamiud Durus Juz 1 hal. 110-111. Temen-temen bisa download langsung kitabnya di bawah ini:



DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF




Referensi:
  • Kitab Jami'ud Durus Juz 1 hal. 110-111

Pengertian Tanwin dan Pembagiannya dalam Bahasa Arab

Pengertian Tanwin dan Pembagiannya dalam Bahasa Arab

Pengertian Tanwin

Tanwin adalah harokat atau tanda baca dalam bahasa Arab yang terletak di akhir kata, tanwin sendiri sebenarnya adalah terdapatnya Nun mati tambahan pada kata yang dibaca tanwin. Contoh:

كِتَابٌ
كِتَاباً
ٍ كِتَاب 

Tanwin pada isim di atas sebenarnya dibaca seperti ini:

كِتَابٌ   >   كِتَابُــنْ

كِتَاباً   >  كِتَابَــنْ

كِتَاب ٍ    > كِتَابِــنْ

Jadi pengertian mendasar dari tanwin adalah tambahan nun mati pada kata yang dibaca tanwin.


Pembagian Tanwin

Tanwin dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

Pertama, Tanwin Tamkin [تنوين التمكين]
Yaitu tanwin yang mengikuti isim mu'rob [isim yang berubah-rubah harokat akhirnya] dan munshorif [isim yang menerima tanwin].
]ari pengertian di atas tanwin tamkin adalah bentuk tanwin asli yang mana ia masuk pada isim yang mu'rob yaitu isim yang sudah pasti harokat akhirnya berubah-rubah seperti dhommah, fathah, dan kasroh. Kemudian tanwin tamkin juga tentunya hanya masuk pada isim yang munshorif, atau isim yang memang bisa di baca tanwin [Baca juga: Pengertian Isim Ghoiru Munshorif [isim yang tidak menerima tanwin].
Contoh tanwin tamkin:
رَجُلٌ
كِتَابٌ
مَكْتَبٌ
tanwin tamkin disebut juga dengan tanwin shorf [تنوين الصرف]

Kedua, Tanwin Tankir [تنوين التنكير]
Yaitu tanwin yang masuk pada isim mabni [isim yang tidak berubah harokatnya], seperti isim fi'il dan nama orang yang diakhiri dengan kata 'وَيْه'. Untuk membedakan ma'rifat [kata khusus] dan nakirohnya [kata umum], jika kata tersebut ditanwini maka ia termasuk Nakiroh, tapi jika tidak ditanwin maka termasuk ma'rifat. Contoh:
صَه ----- صَهٍ 
ومَه ------ مَهٍ 
وإيه ------ إيهٍ
مررتُ بسيبويه ------مررتُ بِسِيبويهٍ 
"Aku bertemu dengan Imam Sibawaih 'seorang penemu Nahwu [Ma'rifah] -------  Aku bertemu Sibawaih [orang yang bernama sibawaih lainnya yang masih umum [nakiroh]

Pada kata pertama 'صه، مه، إيه، سيبويه' tanpa tanwin, maka termasuk ma'rifat. Sedangkan pada kata kedua 'صهٍ، مهٍ، إيهٍ، سيبويهٍ' dengan tanwin, maka termasuk nakiroh.  

Baca Juga: Pengertian Nakirah dan Marifah dalam Ilmu Nahwu

Pengertian kata صه، مه، إيه:
ْصه 'Diam': digunakan untuk meminta lawan bicaramu diam dan berhenti dari ceritanya atau perkataannya.

ْمه 'Diam': digunakan untuk meminta/menuntut lawan bicaramu tidak melakukan perbuatan apapun.

إيهْ 'Apa??': digunakan untuk meminta lawan bicaramu menambah cerita/perkataan yang ia katakan kepadamu.

Adapun bila kamu mengatakan kata صهٍ، مهٍ، إيهٍ (dengan tanwin), maka artinya adalah meminta lawan bicaramu agar berhenti dari segala kata-katanya, tidak melakukan perbuatan apapun, 
dan memintanya berbicara cerita lain yang belum dikatakan.


Ketiga, Tanwin 'Iwad [تنوين العوض]
* Adakalanya tanwin 'iwad menjadi pengganti dari isim mufrod, contoh:
"كلاً وبعضاً وأيّاً
* Bisa juga tanwin 'iwad menjadi pengganti dari mudhof ilaih, seperti:
"كُلٌ يموت" أي: كلُّ إنسان.
"Semua akan meninggal" maksudnya adalah "Semua manusia"
diantara juga firman Allah SWT:
{وَكُـلاًّ وَعَدَ اللهُ الحُسْنى} [النساء: 95]
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga)

dan firman Allah yang lain juga:
 [تِلْكَ الرُسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ [البقرة: 253
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain.

Firman Allah lainnya juga:
 [أَيّاً مَّا تَدْعُواْ فَلَهُ الأسمآء الحُسْنى [الإسراء: 110
Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-nama yang terbaik)

* Adakalanya juga menjadi pengganti dari suatu kalimat, yaitu tanwin yang mengikuti lafazh "إذْ", sebagai pengganti dari kalimat setelahnya, seperti firman Allah SWT:
{فَلَوْلاَ إِذَا بَلَغَتِ الحُلْقُوْم * وَأَنتُمْ حِينَئِذٍ تَنظُرُونَ} [الواقعة: 83ـ84]
[83] Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
[84] padahal kamu ketika itu melihat,
أي: حينَ إذْ بلغت الروحُ الحلقوم.

- dan adakalanya juga jadi pengganti dari huruf. Yaitu tanwin yang mengikuti isim-isim manqush yang tercegah dari tanwin atau isim manqush yang tidak boleh dibaca tanwin, yang mana terdapat pada dua keadaan, yaitu rafa’ dan jar, sebagai pengganti dari huruf-huruf yang dibuang, seperti:
جَوارٍ
غَواشٍ 
عَوادٍ 
(أُعَيمٍ (تصغير أعمى
(راجٍ (علم امرأة


Demikianlah penjelasan singkat tentang tanwin, pembahasan di atas diambil dari kitab jami'ud durus jus 1, hal. 10-11. temen-temen bisa membacanya secara lengkap di sana, atau yang belum memiliki kitab tersebut bisa klik link di bawah ini untuk mendownloadnya secara gratis ya.


DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF




Referensi:
  • Kitab Jami'ud Durus Juz 1 hal. 10-11

Pengertian Jamak Muannats Salim [جمع المؤنث السالم] dan Hukumnya dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Jamak Muannats Salim [جمع المؤنث السالم] dan Hukumnya dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Jamak Muannats Salim

جمع [Jamak]  artinya adalah isim yang mempunyai arti tiga atau lebih dengan tambahan di akhir katanya.

Adapun yang dimaksud Muannats adalah isim yang mununjukkan arti perempuan, contoh:
المُسْلِمَةُ   [Orang islam 'Perempuan']
المُؤمِنَةُ   [Orang yang beriman 'Perempuan']

Adapun yang dimaksud dengan الجمع السالم [Jamak Salim] adalah isim yang bina/susunan kata mufrodnya sehat [terhindar dari huruf illah].

Maka yang dimaksud dengan جمع المؤنث السالم [Jamak Muannats Salim]  yaitu isim yang dijamak-kan dengan tambahan alif dan ta di akhirnya, contoh:
هنداتٌ   [Hindun-hindun 'nama orang']
مرْضِعاتٌ  [Perempuan-perempuan yang menyusui]
فَاظِلَاتٌ  [Keutamaan-keutamaan 'utk perempuan']
صَالِحَاتٌ  [Kebaikan-kebaikan 'utk perempuan'] 

Adapun kata 'قَضَاةٌ dan هداة'' keduanya adalah termasuk jamak taksir dan bukan jamak muannats salim, karena alifnya itu bukan alif tambahan melainkan perubahan alif dari huruf yaa, bentuk mufrod keduanya adalah 'قَضِية dan هدِية' . Huruf ta' tambahannya jamak muannats salim itu terbuka 'ت' , tapi huruf ta' pada kata 'قَضَاةٌ dan هداة' keduanya adalah ta' marbutoh 'ـــة' 

Adapun kata 'أبْيَاتٌ dan أشْبَاتٌ' keduanya juga termasuk jamak taksir, bukan jamak muannats salim, karena huruf ta' nya itu huruf asli bukan huruf tambahan, mufrod keduanya adalah:
أبْيَاتٌ    >   بَيْتٌ      [Rumah]
أشْبَاتٌ   > شِبِتٌ     [Tanaman Adas]

Isim-isim yang bisa dijamak muannats salim-kan

Adapun isim-isim yang bisa dijamak muannats salim-kan itu ada sepuluh bagian:

1. Nama yang menunjukkan gender perempuan, seperti:
 فَاطِمةٌ  > فَاطِمَاتُ
هِنْدٌ   > هِنْدَاتٌ
مَرْيَم > مَرْيمات

2. Semua isim yang diakhiri dengan ta' ta'nits [Ta' marbuthoh], seperti:
شَجَرَةٌ  > شَجَرَاتٌ  [Pohon]
ثَمْرَةٌ   > ثَمْرَاتٌ  [Buah]
كِتَابَةٌ  > كِتَابَاتٌ  [Tulisan]

Pengecualian pada poin ini adalah pada kata:
امرأةٌ   [Wanita]
شَاةٌ  [Domba]
أَمَةٌ  [Budak perempuan]
أمّةٌ  [Umat]
شفة [Bibir]
kata-kata di atas tidak dijamak dengan jamak muannats salim [tambahan alif dan ta] tapi jamaknya adalah sebagai berikut:
امرأةٌ   > نِسَاءٌ
شَاةٌ  > شِيَاةٌ
أَمَةٌ  > إمَاءٌ
أمّةٌ  > أُمَمٌ
شفة  > شِفَاهٌ

3. Sifat muannats, yang terdapat tambahan ta' marbuthoh, seperti:
مُرْضِعَةٌ > مُرْضِعَاتٌ  [perempuan yang menyusui]
atau sifat muannats yang menunjukkan isim tafdhil, seperti:
فُضْلَى [bentuk muannats dari أفْضلُ] 
maka jamaknya menjadi فُضْلِيَاتُ

Adapun kata sifat muannats dari : حَائض، حَاملٌ، طَالِقٌ، صَبوْر، dan جَرِيْحٌ , semuanya tidak dijamak dengan alif dan ta, karena syarat pada sifat munnats [poin 3] ini adalah harus diakhiri dengan ta' marbuthoh atau termasuk isim tafdhil. maka jamak untuk kata sifat di atas adalah sebagai berikut:
حَائض >  حَوَائِض [Haid]
حَاملٌ  > حَوَامِل [Orang yang membawa]
طَالِقٌ  > طَوَالِق  [Orang yang bercerai]
صَبوْر  > صُيُرٌ  

4. Sifat mudzakkar yang tidak berakal, seperti:
شَاهِقُ >  شَاهقات  [yang kedudukan tinggi]
سَابق  > سابِقَات  [yang sebelumnya]

5. Madsar yang hurufnya lebih dari tiga huruf, seperti:
تَعْرِيْفٌ  > تَعْرِيْفَاتٌ  [pengertian]
إكْرَامٌ  > إكْرَامَاتٌ  [memuliakan]
إنْعَامٌ  > إنْعَامَاتٌ [menganugrahi]

6. Isim Tasghir mudzakkar yang tidak berakal, seperti:
دُرَيْهِمٌ  > دُرَيْهِمَاتٌ  [Dirham yang kecil]
كُتَيْبٌ  >  كُتَيْبَاتٌ  [Buku kecil]

7. Isim yang diakhiri dengan alif ta'nits mamduudah, seperti:
صَحْرَاءُ  > صَحْرَاوَاتُ  [Gurun]
عَذْرَاءُ  > عَذْرَاوَاتُ [Halangan]
Adapun yang berwazan 'فَعْلَاء' muannats dari 'أفْعل' maka tidak dijamak dengan alif dan ta, contoh:
حَمْرَاءُ  [Muannats dari أحْمَرُ]   "Merah"
كَحْلَاءُ  [Muannats dari أكْحَلُ]    "Hitam"
صَحْرَاءُ  [Muannats dari أصْحَر]  "Gurun"
ketiga kata di atas harus dijamak dengan jamak taksir, maka menjadi berikut ini:
حَمْرَاءُ  >  حُمْرٌ
كَحْلَاءُ  > كُحْلٌ
صَحْرَاءُ  > صُحْرٌ

8. Isim yang diakhiri dengan alif ta'nits maqshuroh, seperti:
ذِكْرَى  > ذِكْرَايَات   [Dzikir]
فُضْلَى  > فُضْلِيَات  [Keutamaan]
حُبْلَى  > حُبْلِيَات  [Wanita hamil]

9. Isim menyandar [menjadi mudhof] kepada  yang tidak berakal, seperti:
ابن آوى   jamaknya menjadi بنات آوى 
ذِي القَعْدَةِ  jamaknya menjadi   ذَوَات القَعْدَةِ

jadi kata 'ابن dan ذي' keduanya menjadi mudhof kepada isim yang tidak berakal, maka jamaknya menjadi بنات dan ذَوَات. Adapun jika kedua kata tersebut dimudhofkan kepada isim yang berakal maka jamaknya adalah بَنِيْنَ atau أبْنَاءٌ dan ذَوِيْ, contohnya seperti:
ابن عباس jamaknya menjadi ابناء عباس
ذُوْ علم  jamaknya menjadi ذَوي علم

10. Semua isim 'ajam [Nama selain nama Arab], seperti:
التِلْفُوْن  [Telephon]
التكْنُولوجي   [Tekhnologi]
الفُنُغراف  [Pornografi]
التِّلِغْرَاف  [Telegraf]

Adapun semua isim yang tidak disebutkan di atas, maka tidak dijamak dengan alif dan ta, kecuali masdar simaa'i, seperti:
السماوات  [Langit]
الأرضات   [Bumi]
الأمّهات  [Para ibu]
الأمات  [Induk-induk 'hewan']
السّجلات  
الأهِلات
الحمامات
الإصْطبلات
الثّيبات
الشّمالات
dan juga jamaknya jamak [sudah jamak, dijamak lagi], seperti:
بُيُوتَات
حُمرات
الذُورات
الديارات
القُطُرات
semua jamak di atas adalah merupakan masdar simaa'iy dan tidak ada ukurannya. 

Demikianlah penjelasan tentang jamak muannats salim, pembahasan di atas diambil dari kitab jami'ud durus jus 2, hal. 21-24. temen-temen bisa membacanya secara lengkap di sana, atau yang belum memiliki kitab tersebut bisa klik link di bawah ini untuk mendownloadnya secara gratis ya.


DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF




Referensi:
  • Kitab Jami'ud Durus Juz 2 hal. 21-24

Pengertian Jamak Mudzakkar Salim [جمع المذكّر السالم] Beserta Syarat-syaratnya dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Jamak Mudzakkar Salim [جمع المذكّر السالم] Beserta Syarat-syaratnya dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Jamak Mudzakkar Salim [جمع المذكّر السالم]

جمع [Jamak] sendiri artinya adalah isim yang mempunyai arti tiga atau lebih dengan tambahan di akhir katanya.

Adapun yang dimaksud المذكّر [Mudzakkar] adalah isim yang mununjukkan arti laki-laki. Contoh:
المُسْلِمُ  [Orang islam 'laki-laki]
المُؤْمِنُ  [Orang beriman 'laki-laki]

Adapun yang dimaksud dengan الجمع السالم [Jamak Salim] adalah isim yang bina/susunan kata mufrodnya sehat [terhindar dari huruf illah].  Kemudian tanda jamak salim ini adalah terdapat tambahan wawu dan nun atau yaa dan nun di akhir kata, seperti contoh berikut ini:
 "عَالِمُوْنَ و عَالِمِيْنَ"  'Orang-orang yang berilmu'

Maka yang dimaksud dengan جمع المذكّر السالم [Jamak Mudzakkar Salim] adalah Isim yang saat jamak ditambah dengan huruf tambahan wawu dan nun saat keadaan rofa'. Contoh:
قَدْ أفْلَحَ المُؤْمِنُوْنَ  "Orang-orang beriman telah menang"

dan ditambah dengan huruf yaa dan nun di akhir kata saat dalam keadaan nashob dan jar. Contoh:
saat Nashob: أكْرِمْ المُجْتَهِدِيْنَ     "Muliakanlah para mujtahid"
saat Jar: أحْسِنْ إلَى العَالَمِيْنَ  "Berbuat baiklah kepada Alam semesta"

Syarat-syarat Jamak Mudzakkar Salim

Suatu isim tidak bisa dijamak mudzakkar salim-kan kecuali dalam dua perkara berikut ini:

Pertama, Menunjukkan arti 'alam [nama] laki-laki yang berakal, dengan syarat sepi dari Ta' marbuthoh [ــة] dan tarkib, contoh:
أحْمَدُ
سَعِيْدٌ
خَالِدٌ

Kedua, Menjadi sifat untuk isim mudzakkar yang berakal, dengan syarat ia harus sepi dari ta' marbuthoh [ــة], tapi bisa kemasukan ta' marbuthoh, atau isim tersebut menunjukkan arti tafdhil [sifat yang melebihkan sesuatu], contoh:
عَالِمٌ  "Orang yang mengerti"
كِاتِبٌ  "Orang yang menulis"
أفْضَلُ   "Lebih utama"
أكْمَلُ  "Lebih sempurna"

Adapun kata 'عَالِمٌ  dan كِاتِبٌ' keduanya sepi atau tidak kemasukan ta' marbuthoh, tapi bisa banget jika kemasukan ta' marbuthoh, maka menjadi 'كِاتِبَةٌ dan عَلِمَةٌ'.
Sedangkan kata '' keduanya sepi atau tidak kemasukan huruf ta' marbuthoh dan memang tidak bisa kemasukan ta' marbuthoh, tapi keduanya termasuk isim tafdhil.

Baca Juga: 
Pengertian Isim Tafdhil dalam Ilmu Nahwu

Berbeda dengan poin kedua di atas, ada kata sifat yang tidak bisa dijamak mudzakkar salim-kan kecuali kata sifat tersebut harus sepi dari ta' ta'nits, nah jika kata sifat tersebut sudah memenuhi syarat sepi dari ta' ta'nits pun ia harus memenuhi salah satu dari dua syarat berikut ini:
* bisa menerima ta' ta'nits
* bisa juga berupa isim tafdhil
jika kata sifat tersebut tidak menerima ta' ta'nits dan juga tidak menunjukkan artiisim tafdhil, maka sudah pasti dia tidak bisa dijamak mudzakkar salim-kan, contoh:
أحْمَرُ
صبور
قَتِيْل

Semua pembahasan tentang bab:
+  'أفعل dan فَعْلَاء' contoh: 'أحْمَرُ dan حَمْرَاءُ'
+ 'فَعْلان dan فَعلى', contoh: 'سَكْرَانُ dan سَكْرَى'
+ atau semua kata yang antara mudzakkar dan muannats nya itu sama aja, contoh: غُيورٌ dan جَرِيْحٌ , maka keduanya tidak bisa dijamak mudzakkar salim-kan karena kata sifat tersebut mudzakkarnya itu sama dengan muannats nya.

Demikianlah pembahasan singkat tentang jamak mudzakkar salim, pembahasan di atas diambil dari kitab jami'ud durus jus 2, hal. 17-18. temen-temen bisa membacanya secara lengkap di sana, atau yang belum memiliki kitab tersebut bisa klik link di bawah ini untuk mendownloadnya secara gratis ya.


DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF




Referensi:
  • Kitab Jami'ud Durus Juz 1 hal. 159-160.

Isim Aswat/Isim Suara [أسماء الأصوات] dalam ilmu Nahwu

Isim Aswat/Isim Suara [أسماء الأصوات] dalam ilmu Nahwu

Dalam bahasa Arab isim biasa diartikan sebagai kata yang menunjukkan suatu arti dan tidak berhubungan dengan waktu, atau biasa kita sebut dengan kata benda. Asmaul Aswat juga salah satu bagian dari isim.

Pengertian Isim Aswat

Isim aswat sesuai namanya adalah isim yang terbentuk dari suara, baik itu suara hewan yang tidak berakal ataupun yang masih belum bisa berbicara seperti anak kecil/bayi, atau juga suara benda mati yang terkena gesekan atau benda jatuh, atau juga suara pukulan, dan lain sebagainya.

Semua Isim suara atau isim aswat hukumnya disamakan dengan Isim Fi’il, nah dengan kata lain isim aswat tetap memakai  satu format  lafal dalam penunjukkan sebuah  makna, isim aswat bisa beramal tapi tidak bisa diamali, baik tunggal, dual, jamak, male dan female.

Pembagian Isim Aswat

Isim Aswat terdapat  dua kategori:

1. Lafazh-lafazh yg ditujukan untuk  Hewan yg tidak berakal atau tidak dapat berkata  (seperti anak kecil). contoh:

هَيْدٌ “Haid!” atau هَاد “Haad!” digunakan  untuk membentak Unta yang lambat jalannya supaya  kencang.

هُسْ “Hus” digunakan  untuk menghalau Kambing.

كَِخْ كَِخْ “kakh-kakh” digunakan  untuk menangkal  anak kecil. Dll

2. Untuk mengisahkan  Bunyi/suara dari fauna  atau benda mati dll. contoh:

غاق “Ghaaq” suara burung gagak.

طق “Thaq” suara batu jatuh.

قب “Qabb” suara pukulan pedang. dll

semua Isim Aswat ialah  Sima’iy bawaan dari orang Arab.

Demikianlah penjelasan singkat tentang isim aswat, penjelasan yang lebih rinci dan detail bisa diliat pada kitab jami'ud durus Juz 1 hal. 159-160. Selamat belajar. :)


Temen-temen bisa men-DOWNLOAD kitab Jami'ud Durus secara gratis di sini:

DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF

Referensi:


  • Kitab Jami'ud Durus Juz 1 hal. 159-160.

الاسماء التي تعمل عمل الفعل ،وهي التي تخالف فهم التلاميذ لاختلافها في العمل [للقراءة]


الاسماء التي تعمل عمل الفعل ،وهي التي تخالف فهم التلاميذ لاختلافها في العمل  [للقراءة]



قد انـتشرت اللغة العربية في أنحاء دولة إندونيسيا بوسيلة معاهد التعليم الإسلامية و مؤسّسات التربية الإسلامية التي لها دورٌ مهِّمٌ في نشرها و رُقيّها. و قد عرفنا أنها من المواد الأساسية في المدارس الإسلامية حكوميةً كانتْ أم أهليةً و يتعلمونها الطلاب في جميع مراحلها إمّا إبتدائية و وسطية و ثانوية و بل يتعلمها طلاب الجامعة.
وتُعتبر اللغة العربية من أفصح اللغات في العالم بكثرة مصطلحاتها و كثرة مفرداتها و صعوبة تركيبها. تتخرج من كلمة العربية كلمات متنوعات إما الأسماء و إما الأفعال، مثلا كلمة "كَتَبَ" فصارت "يَكْتُبُ" "كِتَابَة" "كِتَابٌ" "كُتَّابٌ" "كُتُبٌ" "مَكْتَبَةٌ" "مَكْتَبٌ" "كَاتِبٌ" "مَكْتُوْبٌ" و ما إلى ذلك، ذلك من مزايا العربية، وتنقسم الكلمة في اللغة العربية إلى ثلاثة : الإسم و الفعل و الحرف1، و لكلّ منها علامات معيّنة، فيختلف بعضها بعضا في العلامة. كل ذلك الشرح يوجد في علم النحو.
و علم النحو علم من علوم القواعد العربية يبحث في تراكب الجمل، و الإعراب أو تغيير أواخر الكلمة. و ليس علم النحو يبحث فقط في الإعراب و مشاكله و إنما هو يبحث في محل الكلمات في الجمل و العلاقة بين الكلمات و الكلمات الأخرى فيبناء الجملة2، و أوّل من استكشفه هو الشيخ أبو الأسود الدؤلي3. و انـتشر علم النحو انـتشارا سريعا، و مع انـتشار هذا العلم ظهر كثير من كبار علماء النحو بل يصل إلى عدد كبير، و مع هذا ظهر علم النحو ظهورا كثيرا من القواعد النحوية منها الأسماء التي تعمل عمل الفعل.
كما شرح الشيخ أبو فارس الدحداح في كتابه "شرح ألفية ابن مالك" أن الإسم هو ما يدلّ على معنى في نفسه غير مقترن بزمان، و أما الفعل هو ما يدلّ على حالة أو حدث في زمان الماضي أو المستقبل أو يدلّ على الأمر. فإذا تأمّلنا إلي هتين الكلمتين (الإسم و الفعل) رأينا أن هناك فرقاً كبيراً بينهما إما في دلالتهما أن الإسم لا يقترن بزمان و أما الفعل يقترن به و يدلّ على الحدث. و إما في وظيفتهما، أن الفعل في اللغة العربية ينصب الإسم و اتّخذه مفعولا به إن كان هذا الفعل متعديّاً و بناءً على دلالة الفعل فهي "الحدث" و "الزمان"و لا يمكن فصل إحداهما عن الأخرى4. ولكن في علم النحو هناك بحث خاصّ للأسماء التي تستوي الأفعال في العمل، فهذه الأسماء هي إسم الفعل، المصدر و إسمه، إسم الفاعل، إسم المفعول، الصفة المشبهة و اسم التفضيل.
هذه الأسماء تخالف فهم التلاميذ مطلقاً منها لإختلافها في العمل و كثير من التلاميذ لم يعرفوا هذه الأسماء الخاصة، و إذا كانت هذه الإسماء تـؤدّي الصعوبة عند العرب فما بالة عندما يجدون ذلك عندغير العرب أو لغير الناطقين بها، لذلك يحتاج التلاميذ إلى البيان الواضح لهذه الأسماء حتى لا يخطأ في الفهم و العمل به ابناءً على صعوبة العربية لغير الناطقين بها إما من جهّة التراكب و المعاني و الكتابة و كيفيّات قراءتها التي يتفرّق بعيدا عن اللغة الإندونيسية. يوجد في الإندونسية فقط الإسم دون علامة خاصة من ناحية الكتابة تأدّي إليه، أما في العربية هناك أربع علامات للإسم منها : التنوين، و دخول (أل)،و دخول حروف الجر، و مجرور بحرف الجر. و الفعل في الإندونيسية يُعرف بمعانيها التي تأدّي إلي وقوع الحدث دون علامة خاصة بها، أما الفعل في العربية يعرف بدخول قد، و سين، و سوف، و تاء التأنيث.
هذه المشكلة من الصعوبات الناتجة عن الخلفية اللغوية5، و التلاميذ يحتاج إلى بيان مبين حتى يعرفوا جيدا ما هو الإسم و ما هو الفعل و يستطيعوا أن يفرِّقوا بينهما و هم في درجة الفهم و القدرة على العمل به حتى يعرف متى الإسم يعمل عمل الفعل فيعرف كيفية قراءته. فاحتاج المعلم إلى الطريق الدراسي الصحيح و المناسب لتعليم اللغة العربية خاصة لتعليم الأسماء التي تعمل عمل الفعل.
من هنا إنجذب الباحث أن يبحث هذه الأسماء التي تخالف فهم التلاميذ خاصة لغير الناطقين بها بناءً على أهمية فهم القواعد النحوية لمهارة القراءة و فهم العربية فهما صحيحا، فعسى أن يكون هذا البحث فاتحَ فهمهم عن الأسماء، أن ليس كل إسم يدل على معنى فينفسه و لا يقترن بزمان و إنما هناك بعض من الأسماء التي تعمل عمل الفعل. و بإقامة هذا البحث، يتمنّى الباحث أن يطبّق المدرس طريقة مناسبة لهذه الأسماء حتى يكون الطلاب فاهمين.




                                    _________________________________________________________
1 السيّد أحمد الهاشمي، القواعد الأساسية للّغة العربية، (لبنان: دار الكتب العلمية، 2012)، ص. 8.

2 Chatibul Umam, Aspek-aspek Fundamental dalam Mempelajari Bahasa Arab, (Bandung:Offset, 1980), hlm. 18.
3 أحمد دخلان، شرح مختصر جدا على متن الأجرومية (سماراع : كريا طه فوترا) ص. ٣
4 محمد خير الحلوني، الواضح في النحو (دمشق : دار المأمون للتراث) ص. ۱۷

5
أوريل بحر الدين، تطوير المنهج، تعليم اللغة العربية (ملانق : ملكي فرسس، 2010)، ص. 16

Pengertian Isim-isim Kinayah [أسماء الكناية] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim-isim Kinayah [أسماء الكناية] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim Kinayah

Menurut Syaikh Mustofa Gholaayiiny dalam kitabnya "Jaamiud durus" isim kinayah adalah lafadz-lafadz yang menunjukan arti mubham [umum] yang mengibaratkan seseuatu yang masih belum jelas seperti: jumlah, keadaan/kejadian, atau kegiatan.

Artikel Terkait: DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF

Maksudnya yaitu isim kinayah adalah isim yang menunjukan arti umum yang dimaksudkan untuk menunjuk arti jumlah, keadaan, atau kegiatan seseorang.

Contoh dalam bahasa Indonesia:

"Berapa banyak orang yang ikut ke pengajian?"
"Saya mengatakan demikian-demikian.."
"Saya punya buku kaya gini.."

Contoh dalam bahasa Arab:

كَمْ عِلْمًا تَعْرِفُ؟
"Berapa pengetahuan yang kamu ketahui?"

جِئْتُ يَوْمَ كَذَا
"Saya datang pada hari anu"

و كَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَمَوَاتِ وَ الأرْضِ
"Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi 


bisa dimengerti kan ya maksud dari isim kinayah? kata-kata di atas adalah kata yang masih belum jelas tapi mengisyaratkan suatu jumlah, keadaan, ataupun kegiatan.


Isim-isim Kinayah 

Adapun isim kinayah yang dimaksud adalah sebagai berikut:


  • كَمْ [Berapa]

Adapaun kata 'كَمْ' mempunyai dua arti atau maksud, yaitu:
Pertama, Istifhamiyah, yaitu menunjukkan pertanyaan yang mengisyaratkan suatu jumlah yang masih belum jelas yang dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pastinya berapa. Contoh:

كَمْ يَوْمًا تَسْكُنُ فِى المَدِيْنَةِ؟
"Berapa hari kamu tinggal di kota?"

Kedua, Khobariyah, yaitu mengisyaratkan sebuah bilangan jumlah yang banyak dengan cara kabar [berita], Contoh:

كَمْ كِتَابٍ عِنْدِي
"Betapa banyaknya buku yang saya punya"

atau sama saja dengan:

عِنْدِ كُتُبٌ كَثِيْرَةٌ
"Saya mempunyai banyak buku"

Note:
- Pada contoh kedua di atas [كم] yang khobariyah, kata 'كِتَابٍ' dibaca jar karena menjadi Mudhof ilaih, dan kata 'كَمْ' selain ia adalah kam khobariyah, ia juga menjadi mudhof.


  • كَذَا [Demikian-demikian]

Adapun kata 'كَذَا' yaitu menunjukkan jumlah yang juga belum pasti berapanya. Contoh:

Menunjukkan jumlah yang tidak pasti berapanya:

قُلْتُ كَذَا
"Saya mengatakan demikian-demikian"

فَعَلْتُ كَذَا
"Saya melakukan demikian-demikian"

Menunjukkan jumlah tunggal:

جِئْتُ يَوْمَ كَذَا
"Saya datang pada hari anu"

Namun biasanya, kata 'كَذَا' ini sering sekali digunakan dengan cara mengulangnya dua kali sembari ditambahkan huruf 'athof yaitu 'كَذَا وَ كَذَا', contoh:

 قُلْتُ كَذَا وَ كَذَا
"Saya mengatakan demikian dan demikian"

Adapaun penggunakan kata 'كَذَا' satu kali atau tanpa huruf 'athof, sangatlah jarang.


  • كَأيِّنْ  [Betapa Banyak]

Adapun kata 'كَأيِّنْ' yaitu maknanya sama seperti 'كَمْ الخَبَرِِيَّةُ' [kam khobariyah]. Yaitu mengisyaratkan sebuah bilangan jumlah yang banyak dengan cara kabar [berita], Contoh:

و كَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَمَوَاتِ وَ الأرْضِ
"Dan betapa banyak tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi 

وَ كَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ
"Dan betapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa."

Asal kata 'كَأيِّنْ' adalah terbentuk dari kata kaf at-tasybih [huruf ك yang artinya adalah 'menyerupai/seperti'] dan kata 'أيٍّ', dan karena tanwin sudah menjadi bagian dari kedua susunan tersebut maka ditulis dengan huruf nuun 'ن', maka jadilah kata baru 'كَأيِّنْ'.

Boleh juga menuliskannya sesuai asal katanya yaitu 'كَأَيٍّ'. Ada juga yang menulisnya dengan 'كَائِن', seperti contoh syair di bawah ini:

و كَائِن تَرَى من صَامتٍ لَك مُعجِبٍ             زِيَادَتُهُ أوْ نَقْصُهُ في التكلّم



  • كَيْتَ dan ذَيْتَ [Begini dan begini]

Adapun kata 'كَيْتَ dan ذَيْتَ ' keduanya mempunyai arti yang mengisyaratkan tentang suatu kalimat/ungkapan, baik itu berupa perkataan [terungkap], maupun berupa perilaku [yang dilakukan]. Seperti halnya penggunaan kata 'فُلَان'  [menyebut seorang lelaki yang belum diketahui/sengaja dirahasiakan identitasnya] dan 'فُلَانَة [menyebut seorang lelaki yang belum diketahui/sengaja dirahasiakan identitasnya] dalam menyebut seseorang yang belum jelas.

Untuk penggunakan kata 'كَيْتَ' biasanya khusus dalam perkataan, dan penggunaan kata 'ذَيْتَ' biasanya khusus dalam perbuatan/melakukan sesuatu. Keduanya juga harus diulang dua kali, contoh:

قُلْتُ كَيْتَ وَ كَيْتَ
"Saya katakan begini dan begini"

فَعَلْتُ ذَيْتَ وَ ذَيْتَ
"Saya melakukan begini dan begini"


Demikianlah penjelasan tentang isim-isim kinayah dalam ilmu nahwu, semoga dapat menambah pengetahuan kita tentang ilmu nahwu. Selamat belajar dan terimakasih sudah berkunjung. :)



Referensi:


  • Kitab Jami'ud Durus Al-Arobiyyah


Pengertian Idhofah [الإضافة] dalam Ilmu Nahwu Beserta Contoh-contohnya

Pengertian Idhofah [الإضافة] dalam Ilmu Nahwu Beserta Contoh-contohnya

Pada peluang kali ini penulis bakal menjelaskan mengenai Pengertian Idhafah dalam ilmu nahwu. Agar lebih jelas tentang ilmu tersebut ayo kita pelajari di bawah ini.

Pengertian Idhafah

Idhofah ialah salah satu dari tiga isim [kata benda] yang di jer_kan. Sebagaimana di dalam buku Matan al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy yang diterjemahkan oleh K.H. Moch. Anwar, diterangkan sebagai berikut:

المخفوضات ثلاثة: مخفوضة بالحرف ومخفوض بالاضافة وتابع للمخفوض

Lafadz-lafadz yang di-jer-kan terdapat tiga macam, yaitu:
    Lafadz yang di-jer-kan oleh huruf jar, contoh: فِي الفَصْلِ
    Lafadz yang di-jer-kan dengan idhofah, contoh:  كِتَابُ زَيْدٍ
    Lafadz yang ngikut lafadz yang di-jer-kan (karena menjadi na’at, athaf, taukid, badal),
contoh:
  na'at: بسمِ اللهِ الرّحمنِ الرّحيمِ
  athaf:  نَظَرْتُ إلَى الجَبَلِ وَ البَحْرِ
  taukid: جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ
  Badal: مررتُ بالمُسْلِمِيْنَ أجمعيْن

Kata Nazhim:


            “yang mengejerkan isim tersebut ada tiga macam, yaitu: huruf, mudhaf, dan lafadz yang mengikuti.”


Al-Ustadz Aunur Rofiq Ibn Ghufran menjelaskan dalam bukunya “Ringkasan Kaidah-kaidah Bahasa Arab”, bahwa idhofah ialah susunan dua atau lebih isim yang menyebabkan isim kedua harus dibaca jar sebab disambung dengan isim sebelumnya. Isim yang terletak di awal kata dinamakan “المضاف“, di-i’rabi sesuai dengan letaknya dalam jumlah (kalimat), dapat rafa’, nashab, dan jer. di samping itu, sedangkan kata kedua dinamakan "مُضاف إليه" yang harus dibaca jar.

Adapun Akhmad Munawari dalam bukunya “Belajar Cepat Tata Bahasa Arab” pun menjelaskan, Idhofah ialah penyandaran sebuah kata kepada kata lainnya sehingga memunculkan pengertian yang lebih spesifik.

Dari definisi-definisi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa idhofah ialah suatu susunan dua atau lebih isim yang kata keduanya (المضاف اليه) harus dibaca jar sebab disambung atau disandarkan dengan kalimat isim sebelumnya (المضاف) , sehingga memunculkan pengertian yang lebih spesifik. Jadi di dalam idhofah tersebut terdapat sebuah susunan yaitu rangkaian mudhaf (kalimat yang di sambung) dan mudhaf ‘ilaih (kalimat yang menyambung).
Contoh:

   Jalan yang lurus صِرَاطُ المُسْتَقِيْمِ


صِرَاطُ menjadi Mudhof [مُضَافٌ], dan المُسْتَقِيْمِ menjadi Mudhof Ilaih [مُضَافٌ إلَيْهِ]


Perhatikan mudhof di atas [صِرَاطُ], ia berharokat dhommah tanpa tanwin dan alif lam, karena ketika suatu isim [kata benda] menjadi mudhof maka tanwinnya harus dibuang dan tidak boleh menggunakan alif lam. Sedangkan mudhof ilaih nya adalah [المُسْتَقِيْمِ], kata tersebut berharokat kasroh, karena sudah menjadi aturan ilmu Nahwu dalam bab i'rob bahwa semua isim yang menjadi Mudhof ilaih maka ia harus dibaca jar [dan pada contoh di atas tanda jarnya adalah harokat kasroh].

Baca Juga: 
Pengertian I'rob (الإِعْرَابُ) dan pembagiannya
Tanda-tanda i'rob jar (عَلَامَاتُ الجَرِ) dalam Ilmu Nahwu


Syarat-syarat Mudhaf dan Mudhaf ‘ilaih

di dalam buku Matan al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy yang diterjemahkan oleh K.H. Moch. Anwar, diterangkan sebagai berikut:

“Syaratnya mudhaf merupakan hendaknya terbebas dari al ta’rif dan tanwin, dan kriterianya mudhaf ‘ilaih merupakan hendaknya memilih antara al ta’rif dan tanwin.”

Contoh:




قرأتُ كِتَابَ اللَّهِ

"Saya membaca Kitab Allah [Qur'an]"



كتابُ عَلِيٍّ فِي المَكْتَبَةِ

"Kitab (milik) Ali di perpustakaan"


Keterangan:
    Lafadz yang berwarna biru ialah مضاف
    Lafadz yang berwarna hijau ialah مضاف اليه

Perhatikan kedua contoh di atas, Mudhof yang berwarna biru, ia tidak memiliki alif lam dan tanpa tanwin, sedangkan untuk cara membacanya [kedudukan i'robnya] adalah tergantung kata sebelumnya atau tergantung kedudukan mudhof tersebut dalam kalimat. contoh pada kalimat pertama, kata كِتَابَ  , mudhof tersebut dibaca nashob dengan tandanya yaitu fathah, karena ia menjadi maf'ul bih, sedangkan pada contoh kedua kata كتابُ   , mudhof tersebut dibaca rofa' dengan tandanya dhommah ia dibaca rofa' karena ia menjadi mubtada'.

Adapun Mudhof ilaih yang berwarna hijau, ia harus dibaca jar [tanda jar nya bisa dengan harokat kasroh, huruf yaa, atau harokat fathah, baca selengkapnya di sini].


Macam-macam Mudhof ‘ilaih

Syaikh Syaraffuddin Yahya al-Imrithiy menyatakan dalam kitabnya “al-Imrithiy” yang diterjemahkan oleh ahmad sunarto, sebagai berikut:

Mudhaf ‘ilaih itu dipecah menjadi tiga, yaitu:

    Ada yang menakdirkan ma’nanya fii.
    Ada yang menakdirkan ma’nanya laam.
    Ada yang menakdirkan ma’nanya min.



Maksudnya yaitu, Makna dari Mudhof ilaih itu bisa ditakdirkan menjadi tiga bagian, yaitu:
  •   Mudhof ilaih tersebut bermakna fii/فِي [di/keterangan tempat atau waktu], contoh:

    مكرُ اللّيلِ (tipudaya malam)

    atau jika diartikan secara gamblang menjadi:

    مكرٌ في اللّيلِ (tipudaya di malam hari).

  • Mudhof ilaih tersebut bermakna laam [لِ/ kepunyaan/milik], contoh:

    عبدُ عَلِيٍّ  (hambanya Ali)

    atau jika diartikan secara gamblang menjadi:

    عبدٌ لِعَلِيٍّ (hamba kepunyaan [milik] Ali).

  • Mudhof ilaih tersebut bermakna min/مِنْ [dari], contoh:

    ثوبُ خزٍّ (baju sutra)

    atau jika diartikan secara gamblang menjadi:

     ثوبٌ من خزٍّ (baju dari sutra)

Demikianlah penjelasan singkat tentang Idhofah, semoga dapat menambah pengetahuan kita dalam memahami ilmu nahwu. Selamat belajar. :)

Pengertian Shigat Mubalaghah (الصيغة المبالغة) beserta Wazan-wazannya.


Pengertian Shigat Mubalaghah (الصيغة المبالغة) beserta Wazan-wazannya.


Pengertian Shigat Mubalaghah

صيغة المبالغة هي صيغة بمعنى اسم الفاعل ، تدل على زيادة الوصف في الموصوف

Shighah mubalaghah ialah  sebuah format  yang bermakna isim fa’il , yang menunjukkan tambahan/bertambah [kuatnya]  sifat pada maushuf (yang disifati). Contoh:
الله رزّاقٌ
Kata “ رزّاقٌ “ ialah  satu format  mubalaghah. Ia semakna dengan isim fa’il, yakni  “ رازِقٌ “ yang berarti “ dzat pemberi rejeki”. Hanya saja pada sighat mubalaghah “ رزّاقٌ “ sifat pemberi rejeki tersebut meningkat  kuat. Maka kata “ رزّاقٌ “ ditafsirkan  dengan “ sangat/maha pemberi rejeki.

Wazan Sighat Mubalaghah

Sighat mubalaghoh sifatnya sima’iy, dan ia seringkali  terbentuk dari fi’il tsulasy, dan jarang sekali terbentuk dari selain tsulasi. Bentuk sighat mubalghah yang biasa  digunakan yaitu yang berasal dari tsualasi, berikut ini adalah wazan-wazannya:
o مِفْعال , laksana  kata “ مِطعان ــ مِهذار ــ مِفراج ــ مِعَدام “.
o فـَعَّالـَة , laksana  kata “ علامة ، فهامة “.
o فَعِيل , laksana  kata “ عَلِيم ــ قَدِير ــ سَمِيع ــ خَبِير “.
o فَعُول , laksana  kata “ غَفُور ــ شَكُور ــ حَقُود ــ صَبُور “.
o فـِعـِّيْل , laksana  kata “ صديق ، “ .
o فعِل , laksana  kata “حذِر ــ قلِق ــ يقِظ ــ فهِمَ “.
o مـِفـْعـِيْلٌ , laksana  kata “ مسكين ، معطير “.
o فعَّال , laksana  kata “ منّاع ــ قوَّام ــ صوَّام ــ توَّاق . “
o فـُعُلـَة , laksana  kata “ ضُحَكـَة “.

Di antara contoh-contoh sighat mubalaghah dari selain tsulasy seperti;
o “ زهوق “ berasal dari fi’il “ أزهق “ ,
o “ دراك “ berasal dari fi’il “ أدرك “ ,
o “ سميع “ berasal dari fi’il “ أسمع “.
o “ معطاء “ berasal dari fi’il “ أعطى “ ,

itulah beberapa penjelasan tentang shigot mubalaghoh, semoga dapat bermanfaat bagi kita dan dapat menjadi tambahan ilmu tentunya. Selamat belajar. :)

Pengertian Afalut Tafdhil (أفعال التفضيل) Besarta Contohnya

Pengertian Afalut Tafdhil (أفعال التفضيل) Besarta Contohnya

صُغْ مِنْ مَصُوغ مِنْهُ للتَّعَجُّبِ ¤ أَفْعَلَ للتَّفْضِيلِ وَأْبَ اللَّذْ أبِي
Bentuklah lafazh yang boleh dibentuk Fi’il Ta’ajjub kepada format Isim Tafdhil “AF’ALA”. dan tinggalkan lafadz yang tidak diperbolehkan


1. PENGERTIAN AF’AL TAFDHIL
Ø كل ما دل على زيادة تفضيلا كان او نقيصا
“Setiap fi’il yang menunjukan untuk menambahnya sesuatu atau menguranginya”
Contoh : العَسَلُ أَحْلَى مِنَ الخَل (Madu tersebut lebih manis dari pada cuka)


2. SYARAT AF'ALUT TAFDHIL
Syarat menciptakan fi'il tafdhil tersebut sama dengan kriteria menciptakan shighot ta’adjjub yaitu:
Ø Fi’ilnya tsulasi mujarod
Ø Mutashorif
Ø Bisa menunjukkan makna lebih
Ø Fi’ilnya tam
Ø Isim sifatnya tidak berwazan افعل
Ø Tidak dinafikan
Ø Tidak mabni majhul
Sedangkan fi’il yang tidak dapat dijadikan af’alul tafdhil sebab kurang kriteria maka mesti menyebabkan lafad الشر، اشدdan sepertinya, contoh: انشم اكشر استغفار لربكم (Kalian lebih tidak sedikit baca istighfar untuk tuhan kalian)



3. PEMBAGIAN AF’AAL TAFDHIL
Ø Dari segi lafadz
1. ( في بابه ) Apabila afal tafdhil di ikuti dengan huruf “min” ( من) setelahnya misal : زيد احسن من عمرو

2. ( في غير بابه ) Apabila afal tafdhil tidak di ikuti dengan huruf “min” ( من) setelahnya misal : والله اعلم
Ø Dari segi ma’na
1. ( في بابه ) yaitu saat isim tafdhil memiliki man’na unggul/mengunggulkan

2. ( في غير بابه ) yaitu saat isim tafdhil memiliki ma’na yang sama dengan isim fa’il


4. KEADAAN AF’AL TAFDHIL
1. ان يكون مجردا من "ال" والاضافة ( Harus tanpa memakai alif lam dan idhofat)
Contoh : زيد افضل من عمرو
2. ان يكون محلا بال ( Harus disertai alif lam)
Contoh : زيد الافضل القوم
3. ان يكون مضافا الى النكرة ( Harus di idhopatkan untuk isim nakiroh )
Contoh : زيد افضل رجلٍ
4. ان يكون مضافا الى المعرفة ( Harus di idhopatkan untuk isim ma’rifat )
Contoh : زيد افضل القوم

5. HUKUM AF’AL TAFDHIL
Ø (قياسى) Ketika isim tafdhil merujuk pada wazan افعل
Ø شد دائما Yaitu lafadz خيرٌ dan lafadz شرٌ

قليلا Yaitu lafadz حبَّ asalnya lafadzd احبّ

6. PEKERJAAN AFAL TAFDHIL
Ø (نزراً ) Langka
Yaitu saat Af’al tafdhil merofa’kan isim dzohir,tapi tidak merubah failnya
Contoh : زيد افضل ابوه
Ø (كثيراً ) Banyak
Yaitu saat af’al tafdhil meropa’kan isim dzomir
Contoh : زيد افضل من بكرٍ
Ø (محلاً ) Mahal/ tempat
Yaitu saat Af’al tafdhil menashabkan tapi status jar-nya, memakai huruf jar. Contoh : هو اقرب للتقوى



KESIMPULAN
Isim tafdhil ialah isim yang diciptakan untik menunjukkan makna lebih diantara dua hal, isim tafdhil melulu dapat merofa’kkan isim dhohir. Wazannya itu melulu ada satu yakni افعل, sementara syarat pembuatannya ialah sama dengan kriteria penciptaan sighot ta’jub.
Isim tafdhil tersebut identitasnya dengan al dan idhofah, andai sunyi dari tersebut maka mesti diperbanyak من مفاضلةdan andai sunyi dari al idhofah maka isim tafdhil tersebut harus menetapi mufrod mudzakar dan andai yang dimufrodi tersebut isim nasyiroh maka boleh wajah dua yakni menetapi mufrod mudzakar dan mencocoki dengan lafadz sebelumnya.

MANSHUBATUL ASMA - منصوبات الأسماء (Isim-isim yang Dibaca Nashob) dalam Ilmu Nahwu

MANSHUBATUL ASMA  'منصوبات الأسماء' (Isim-isim yang Dibaca Nashob) dalam Ilmu Nahwu

Nashob ialah  keadaan dimana sebuah  kata dibaca dengan harokat Fathah [hukum asli], Kasroh ataupun di akhir kata ada  huruf Alif, Yaa, atau dibuangnya Nun (Khadzfu Nuun), yang adalah tanda-tanda nashob itu  sendiri. (baca lebih mendetail  tentang Nashob dan tanda-tandanya di sini: Tanda-tanda I'rob Nashob (عَلَامَاتُ النَّصْبِ) dalam Ilmu Nahwu

Adapun isim-isim yang dibaca Nashob terdapat 12 posisi:
1. Maf'ul Bih (مفعول به)
2. Maf'ul Fiih (مفعول فيه)
3. Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'
4. Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)
5. Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)
6. Haal (حال)
7. Tamyiiz (التمييز)
8. Mustatsna (مستثنى)
9. Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)
10. Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)
11. Munada (المنادى)
12. Tawaabi' lil Manshub/pengikut dari yang di-Nashob-kan, yakni  ada empat :


1. Maf'ul Bih (مفعول به)

isim manshub (yang dibaca nashob) yang menjadi sasaran tindakan  (objek).

Maka, jelas sekali, yang dimaksud maf’ul bih menurut arti istilah ialah  isim manshub dimana posisinya menjadi sasaran tindakan  si pelaku.

Contoh :

قَرَأْتُ كِتَابًا = Aku sudah  membaca Buku

Dalam misal  di atas, yang menjadi sasarn perbuatannya (memukul) ialah  kata “kitaaban”, maka kata tersebut  menjadi maf’ul bih.


Baca Selengkapnya tentang Maf'ul Bih di sini.

2. Maf'ul Fiih (مفعول فيه)

Maf’ul Fiih/ Zharaf ialah  isim Manshub yang menyatakan  tempat atau masa-masa  terjadinya sebuah  perbuatan/pekerjaan.

Maf’ul Fiih ialah  isim Manshub yang menyatakan  tempat atau masa-masa  terjadinya sebuah  perbuatan/pekerjaan. Atau sebagai jawaban dari pertanyaan “kapan” atau “dimana”. Disebut Zhorof Zaman bilamana  berkaitan dengan masa-masa  terjadinya perbuatan, dan dinamakan  Zhorof Makan bilamana  berkaitan dengan lokasi  terjadinya perbuatan.

Contoh :
يَلْعَبُ زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
( Zaid bermain sepak bola di depan sekolah) “keterangan tempat”.

Baca selengkapnya tentang Maf'ul Fiih di sini.


3. Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'

Maf’ul Ma’ah مَفْعُوْلُ مَعَهُ merupakan   isim manshub yang terletak sesudah  huruf   Wau (و). Akan tetapi, wau itu  tidak bermakna DAN (kata sambung). Melainkan mempunayi makna  bersama atau kebersamaan. Maka dari itulah Maf'ul Ma'ah pun  disebut Wau Ma'iyyah, sampai-sampai  wawu maiyah pengertiannya sama saja dengan Maf'ul Ma'ah.

Contoh: سِرْتُ وَالْجَبَلَ (Aku berjalan bareng  gunung). Kata الْجَبَلَ dibaca manshub dengan berharokat fathah sebab  sebagai maf'ul ma'ah dalam format  isim mufrod. Contoh lain:
جَاءَ الأمُّ وَوَلَدُهَا وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ  > "Seorang Ibu dan Anaknya datang bersamaan dengan terbenamnya matahari"
إسْتَيْقَظَ زَيْدٌ وَتَغْرِيْدَ الطُّيُوْرِ > "Zaid bangun bersamaan dengan burung berkicau"
رَجَعَ زَيْدٌ وَطُلُوْعَ الْفَجْرِ > "Zaid pulang bersamaan dengan terbitnya fajar"

Baca Selengkapnya tentang Maf'ul Ma'ah di sini.

4. Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)

Maf’ul Muthlaq ialah  isim atau kata benda yang dibaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il, maf'ul muthlaq juga isim yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan penjelasan jenis serta jumlah perbuatannya.
Contoh :
ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا, أكْرَمَ يُكْرِمُ إكْرَامًا,
Dari pengertian  maf’ul muthlaq itu  member kepahaman bahwa :
1. Maf’ul muthlaq berupa kalimat isim
2. Maf'ul muthlaq bertujuan untuk penegasan, penjelas dari fi'il (baik jenis maupun jumlah pekerjaannya)
3. Dibaca nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan maf’ul muthlaq yaitu :
  • Fi’il taam yang mutashorrif: kata kerja sempurna yang dapat ditashrif (maksudnya bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid )
    ضَرَبْتُ كَلْبًا ضَرْبَتَيْنِ
    Aku memukul Anjing dengan dua kali pukulan
  • Mashdar
    عَحِبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ ضَرْبًا شَدِيْدًا
    Aku terkejut atas pukulanmu dengan pukulan yang keras
  • Isim sifat
    أنَا ضَارِبُ زَيْدٍ ضرْبَ أبِيْهِ
    Aku memukul Zaid seperti pukulan ayahnya
4. Maf’ul muthlaq tercipta  dari mashdar yang adalah urutan ketiga dari tashrifnya fi’il.

Maf'ul Mutlaq ialah  isim manshub yang dilafalkan  untuk 3 keadaan:
  • Untuk menegaskan sebuah  perbuatan
  • Untuk menyatakan  bilangan perbuatan
  • Untuk menyatakan  jenis/sifat perbuatan

Baca selengkapnya di sini.

5. Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)

Maf’ul liajlih ialah  Isim yang dibaca nashob yang bermanfaat  untuk menyatakan  sebab atau motif terjadinya perbuatan.
Contoh:

جَلَسْتُ عَلَى الكُرْسِيِّ تَعْبًا
(Aku duduk di atas kursi karena lelah)

رَجَعْتُ إِلَى البَيْتِ شَوْقًا لِلْأسْرَةِ
(Aku pulang ke rumah karena kangen dengan keluarga)

أكَلْتُ الطَعَامَ جَوْعًا
(Aku memakan makanan karena lapar)

أذهَبُ إِلَى الْمَدْرَسَةِ رَغْبَةً فِيْ الْعِلْمِ
( Aku berangkat ke sekolah sebab  mencintai Ilmu)

ضَرَبْتُ الْوَلَدَ تَأْدِيْبًا لَهُ
( Aku memukul anak tersebut  karena bermaksud guna  mendidiknya)

Penjelasan :

kata 'mendidik', 'cinta', 'lelah', 'lapar', dan 'rindu' adalah menjadi Maf’ul Li Ajlih,  hukumnya Nashob dan tanda Nashob nya adalah Fathah.

Baca Selengkapnya di sini.

6. Haal (حال)

Haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Seperti dalam misal  :

جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah  datang sambil  berkendara

Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada  di dalam firman Allah Swt, inilah  :

فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut  ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).

Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana  Musa masa-masa  keluarnya.       

Atau menjelaskan suasana  maf’ul, laksana  dalam misal  :

رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah  menunggang kuda sambil  berpelana.

Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana  kuda waktu dipakai  angkutan di atasnya.

Baca Selengkapnya di sini.

7. Tamyiiz (التمييز)

Tamyiiz adalah sebuah kata atau lafadz yang dibaca mansub yang bermanfaat  menjelaskan isim yang samar pada suatu  kalimat. Berikut definisi  dalam buku  jurumiyah;
الاِسْمُ المَنْصُوْبُ المُفَسِّرُ لِمَا انْبَهَمَ مِنَ الذَّوَاتِ
Artinya: Tamyiz adalah isim yang dibaca nashob yang bermanfaat  menjelaskan hal-hal yang samar pada suatu  kalimat.
Sedangkan definisi  lain dari tamyiiz dalam buku  nahwu wadih merupakan
إِسْمٌ يُذْكَرُ لِبَيَانِ المُرَادِ مِنْ اسْمٍ سَابِقٍ يَصْلَحُ لِأَنْ تُرَادَ بِهِ أَشْيَاءٌ كَثِيْرَةٌ
Artinya : kata (isim) yang kegunaannya  menjelaskan maksud dari kata (isim) sebelumnya.
Contoh
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ
Artinya : Saya menyaksikan  empat belas
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ غَنَمًا
Artinya : Saya menyaksikan  empat belas kambing

Kalimat kesatu  pada misal  di atas masih belum jelas karena cuma  menuliskan  kata أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain  empat belas dan tidak melafalkan  benda/barang yang dihitung (tamyiznya). Sehingga kalimat itu  belum terbilang kalimat yang menyeluruh  dan masih rancu. Kemudian pada misal  kedua hitungan angka أرْبَعَةَ عَشَرَ ditambahkan dengan kata غَنَمًا yang dengan kata lain  kambing,maka kalimatnya pun menjadi sempurna dan dapat dipahami  menjadi “saya menyaksikan  empat belas kambing”. Kata kambing/ghonaman  adalah tamyiz yang menyatakan  angka أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain  empat belas adalah berupa kambing, kemudian  kalimat itu  menjadi menyeluruh  dan dapat  dipahami.

Baca Selengkapnya di sini.

8. Mustatsna (مستثنى)

Mustatsna’ (مستثنى ) yakni  isim manshub (yang dibaca nashob) yang terletak setelah  huruf istitsna’ untuk menyatakan  hukum yang bertolak belakang  dengan sebelumnya, bahasa gampangnya, mustatsna' ialah bab yang menerangkan kata yang yang 'dikecualikan' yang jatuh setelah huruf istitsna'. Adapun Isim yang terletak sebelum huruf   istisna’ dinamakan  mustatsna’ minhu (مستثنى منه ).
Contoh:
جاءَ الطُّلَّابُ إلاّ زَيْدًا
[ الطُّلَّابُ : مستثنى منه ،  زَيْدًا : مستثنى ].
Kata “ إلاّ “ ialah  salah satu huruf   istitsna’. Kata sebelumnya yakni  “الطُّلَّابُ “ dinamakan  mustatsna’ minhu (مستثنى منه), dan kata setelahnya “ زَيْدًا “ dinamakan  dengan mustatsna’ (مستثنى).

Baca Selengkapnya di sini.


9. Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)

Kaana wa akhwatuha adalah salah satu kumpulan fi'il yang termasuk amil nawasikh, atau amil yang merusak tatanan hukum mubtada dan khobar. Berikut ini adalah Kaana dan saudara-saudaranya:
  • كَانَ 
  • بَاتَ
  • ظَلَّ
  • أَضْحَى
  • أَصْبَحَ
  • أَمْسَى
  • صَارَ
  • لَيْسَ
  • ما زَالَ
  • مَا بَرِحَ
  • ما فًتِئَ
  • مَا انْفَكَ
  • مَا دَامَ
Fungsi kaana wa akhwatuha (كان و أخواتها)

Fungsi kaana adalah تَرْفَعُ الاِسْمَ وَتَنْصِبُ الْــخَبَر "merofa'kan isim (kaana) dan menasabkan khobar (kaana)". Perhatikan contoh berikut:

Sebelum kemasukan كَانَ
مُحَمَّدٌ كَرِيْمٌ
contoh di atas adalah susunan mubtada dan khobar, mubtada: مُحَمَّدٌ, khobar: كَرِيْمٌ

Setelah kemasukan كَانَ
كَانَ مُحَمَّدٌ كَرِيْمًا
Setelah kemasukan كَانَ, maka ada perubahan istilah. Mubtada "مُحَمَّدٌ" berubah menjadi isim kaana, dan khobar menjadi khobar kaana. kita kembali pada tugas kaana wa akhwatuha bahwa kaana dan saudaranya bertugas untuk merofa'kan isim (kaana) yaitu "مُحَمَّدٌ" tanda rofa'nya adalah dhommah, dan menashobkan khobar kaana yaitu "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.

Nah, pada pembahasan manshubatul asma, yang dibaca nashob adalah khobarnya kaana sama seperti contoh di atas, khobar kaana adalah "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.

Baca Selengkapnya di sini.


10. Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)

Inna wa akhwatuha (Inna dan saudara-saudaranya) ialah  sekelompok huruf (kata depan) yang biasanya berada sebelum  isim. Jika sebuah  jumlah ismiyah (kalimat yang tersusun dari mubtada’ dan khabar) didahului oleh Inna atau saudara-saudaranya, maka akan mengakibatkan  mubtada’ menjadi manshub dan dinamakan  isim Inna, dan khabar tetap marfu dan dinamakan  khabar Inna. Seperti:
Kalimat pertama
§  ٌاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيْم
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهُ menjadi Mubtada' [dibaca rofa'], sedangkan lafad سَمِيعٌ menjadi khobarnya [dibaca rofa']

Kalimat kedua kemasukan إِنَّ
§ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
bahwasannya  Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah, sedangkan Kata سَمِيعٌ tetap dibaca rofa' dengan tanda dhommah karena sebagai khabar Inna.

Nah, dalam pembahasan manshubatul asma ini, yang dibaca nashob pada poin 10 adalah isim inna, sama seperti contoh di atas § إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah

Baca Selengkapnya di sini.


11. Munada (المنادى) 

Definisi Munada merupakan   klimat isim yang dinamakan  sesudah atau jatuh setalah huruf   nida. Penggunaan Munada dengan mempergunakan huruf-huruf   panggilan huruf   nida supaya  yang dipanggil mengunjungi  atau menoleh untuk  yang memanggil. Dalam bahasa arab, nida' artinya ialah  seruan.
Contoh Munada: ياَ عَبْدَ اللهِ
Atau laksana  وَلَقَدْ اَتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلاً ط يَا جِبَالُ اَوِّبِى مَعَهُ وَااطَّيْرَ.

Huruf nida’ berjumlah tujuh macam, yaitu
يا=َ أ= أَيْ= آ= هَياَ=أَياَ=وَا

Keterangan :

Huruf Nida (أَيْ) dan (أَ) dipakai  untuk menyeru sesuatu yang dekat. (أَياَ), (هَياَ) dan (آ) guna  menyeru sesuatu yang jauh. (ياَ) untuk seluruh  munada, baik dekat, jauh atau sedang. (وَا) guna  ratapan, yaitu dipakai  untuk meratapi sesuatu yang dirasakan  sakit, Contoh: (وَا كَبِدِي!)

Sedangkan andai  (ياَ) ditentukan dalam menyeru nama Allah ta’ala, sampai-sampai  nama Allah jangan  diseru dengan yang lainnya, dan dalam istighatsah (permintaan tolong), sampai-sampai  tidak diizinkan  meminta bantu  dengan di samping  (ياَ)

Huruf . (ياَ) dan (وَا) ditentukan guna  nudbah, sampai-sampai  selain dua-duanya  tidak dapat  digunakan guna  nudbah, tetapi  (وَا) dalam nudbah lebih tidak sedikit  digunakan.

Baca Selengkapnya di sini.


12. TAWABI' LIL MANSHUB

Tabi’ ialah  kata yang mengekor  hukum kata sebelumnya ditinjau dari segi  i’rab.

Istilahnya:

اَلْمَتْبُوْعُ = Kata yang diikuti

اَلتَّابِعُ = Kata yang mengikuti

ada 4 macam tabi' (tawabi') :

a. اَلنَّعْتُ — نَعْتٌ / مَنْعُوْتٌ (NA'AT)

Na’at ialah  tabi’ yang menyifati isim sebelumnya. Na’at dapat  disebut sifat.

Contoh:

 رأيت الأمِيْرَ العادلَ  'saya melihat seorang pemimpin yang adil itu'
Antara Na'at dan Man'ut sama-sama manshub (dibaca nashob dengan tanda nashob fathah).
العادلَ --> NA'AT

الأمِيْرَ --> MAN'UT

Antara Na'at dan Man'ut di atas keduanya mempunyai kedudukan yang sama yaitu Nashob karena Man'ut nya sedang menempati kedudukan Maf'ul, maka Na'at juga harus dibaca Nashob.

Baca Selengkapnya tentang NA'AT di sini: Na'at (Sifat)


b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)

‘Athaf ialah  tabi’ yang terletak sesudah  huruf-huruf   athaf (huruf-huruf   penghubung / penyambung)
Contoh:

اِشْتَرَيْتُ المَنْزِلَ وَ السَّيَّارَةَ  > Saya telah membeli rumah dan mobil

Dari misal  diatas dapat anda  ketahui bahwa (المَنْزِلَ) sebagai Ma’thuf alaih sebab  yang disambungi, sementara  (السَّيَّارَةَ) sebagai Ma’thuf sebab  yang menyambungkan.

السَّيَّارَةَ --> MA'TUF

وَ --> HURUF 'ATHAF

المَنْزِلَ --> MA'THUF 'ALAIH

Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.

Baca selengkapnya di sini: Athaf (Penyambung)



c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)

Taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:

رَأيْتُ الأُسْتَاذَ نَفْسَهُ (Saya benar-benar melihat ustadz tersebut)

نَفْسُهُ --> TAUKID guna  memperkuat bahwa yang dilihat adalah الأُسْتَاذَ

Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini: Taukid (Penguat)


d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)

Badal ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam sebuah  kalimat guna  mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan  ataupun sebagiannya saja.
Contoh:

اَكَلْتُ الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ = Aku sudah  memakan roti tersebut  sepertiganya (bukan semuanya)

Jadi, yang dimakan itu ialah  roti melulu  saja tidak semuanya tapi melulu  sepertiganya. Yang menjadi misal  badalnya ialah  kata sepertiganya (ثُلُثَهُ) sementara  mubdal minhunya adlah kata roti (الرَّغِيْفَ ).

Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini: Badal (Pengganti)


Demikianlah penjelasan tentang Isim-isim yang harus dibaca Nashob, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :)