Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Pengertian Inna wa Akhwatuha (إنّ و أخواتها) dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Inna wa Akhwatuha (إنّ و أخواتها) dalam Ilmu Nahwu

A. Pengertian
Inna wa akhwatuha (Inna dan saudara-saudaranya) ialah  sekelompok huruf (kata depan) yang biasanya berada sebelum  isim. Jika sebuah  jumlah ismiyah (kalimat yang tersusun dari mubtada’ dan khabar) didahului oleh Inna atau saudara-saudaranya, maka akan mengakibatkan  mubtada’ menjadi manshub dan dinamakan  isim Inna, dan khabar tetap marfu dan dinamakan  khabar Inna. Seperti:
Kalimat pertama
§  ٌاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيْم
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهُ menjadi Mubtada' [dibaca rofa'], sedangkan lafad سَمِيعٌ menjadi khobarnya [dibaca rofa']

Kalimat kedua kemasukan إِنَّ
§ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
bahwasannya  Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah, sedangkan Kata سَمِيعٌ tetap dibaca rofa' dengan tanda dhommah karena sebagai khabar Inna.


B. Fungsi Inna wa Akhwatuha (إِنَّ وَ أَخْوَتُهاَ)
Inna wa wakhwatuha mempunyai  fungsi:
تَنْصِبُ الْاِسْمَ وَتَرْفَــعُ الْــــخَبَر

Menasabkan isim inna dan merofa’kan khabar inna.
contoh jelasnya sama seperti pada poin A:

Kalimat yang kemasukan إِنَّ
§ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
bahwasannya  Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah, sedangkan Kata سَمِيعٌ tetap dibaca rofa' dengan tanda dhommah karena sebagai khabar Inna.


C. Yang Termasuk ke Dalam Inna wa Akhwatuha (إِنَّ وَ أَخْوَتُهاَ)

إِنَّ وَ أَخوَتُهاَ : إِنَّ, أَنَّ, كَأَنَّ, لَكِنَّ, لَيتَ, لَعَلَّ

Inna dan saudara-saudaranya yakni  : Inna, Anna, Kaanna, Lakinna, Laita, La’alla.

Dan arti  إِنَّ dan أَنَّ guna  taukid (mengukuhkan/penguat kata) dan كَأَنَّ guna  tasybih (menyerupai) dan لَكِنَّ guna  istidrak (susulan), yakni  menyusul ucapan  yang kemudian  dengan ucapan  yang terdapat  di belakangnya, dan لَيتَ guna  tamanni, yaitu menginginkan  sesuatu yang tak dapat  berhasil, dan لَعَلَّ guna  taraji dan tawaqqu’, merupakan   mengharapkan sesuatu yang baik, yang barangkali  berhasil.

1. إنَّ
Inna dengan kata lain  : Sesungguhnya
Fungsinya : Bagi  penegasan huruf   atau mengokohkan pembicaraan
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيءٍ قَدِيرٌ
Artinya : Sesungguhnya Allah atas masing-masing  sesuatu Maha Kuasa
Kata qodir marfu’ dengan dhommah, dan kata Allah mansub dengan fathah

2. أَنَّ
Anna dengan kata lain  : bahwa
Fungsinya : Bagi  penegasan huruf   atau mengokohkan pembicaraan
لاَبُدَّأَنَّهُم يُرِيدُونَ مِنهُ دَلِيللاً
Artinya: Sesungguhnya mereka tentu  menghendaki alasan  dari padanya.
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
Artinya: Aku menyatakan  bahwa Muhammad ialah  utusan Allah.

3. كَأَنَّ
Kaanna dengan kata lain  : seakan-akan
Fungsinya : penyerumpamaan
Contoh :
كَأَنَّكَ نَاءِلٌ مَرَامَكَ
Artinya : agaknya engkau sukses  mencapai maksudmu
كَأَنَّ وَجْهَكَ بَدرٌ
Artinya : seolah-olah  wajahmu tersebut  bulan purnama.

4. لَكِنَّ
Lakinna dengan kata lain  : bakal  tetapi
Fungsinya : menyangkal
Contoh :
هُوَ عَالِمٌ لَكِنَّهُ غَيرُعَامِلٍ
Artinya : dia pandai namun  tidak melaksanakan  ilmunya.

5. لَعَلَّ
Laalla artinya: semoga/agar
Fungsinya : pengharapan
Contoh :
لَعَلَّ عَلِيٌّ مَرِيضٌ
Artinya : Semoga Ali sakit.

6. لَيْتَ
Laita dengan kata lain  : seandainya
Fungsinya : berangan-angan
Contoh :
لَيْتَ الشَّباَّ يَعُودُ يَوماً
Artinya : sekiranya  masa muda itu dapat  kembali.


D. Qowaid
1. Tempat-Tempat Hamzah Inna Dibaca Fathah dan Dibaca Kasroh

  • Fathah

Apabila inna bila   ditakwil sebagai masdar maka hamzahnya me sti di fathah,
contoh:
يُعْجِبُنِي أَنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
تأويلانيا (أي يُعْجِبُنِي قِيَامُ زَيْدٍ)


  • Kasroh

1. Jatuh di mula  al-kalam (إِذَا وَقَعَتْ أَوَّلُ الْكَلاَمِ ), misalnya
إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ .
2. Jatuh dalam awalan shilah ( وَقَعَتْ صَدْرُ الصِّلَةِ ), misalnya
جَاءَ الَّذِي إِنَّهُ قَائِمٌ
3. Sebagai jawaban sumpah, contohnya  وَاللهِ إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ
4. Sebagai hikayat sebuah  ungkapan, contohnya  قَالَ زَيْدًا إِنَّ عَمْرًا قَائِمٌ
5. Menempati tarkib haal, contohnya  زُرْتُ زَيْدًا وَإِنِّي ذُوْ أَمَلٍ
6. Jatuh sesudah  af’al al-Qulub yang sudah  tetangguhkan amalannya oleh اللاّم , contohnya  عَلِمْتُ إِنَّ زَيْدٌ اْلعَالِمُ .
7. Setelah أَلاَ اْلاِسْتِفْتَاحِيَّةِ , contohnya  أَلاَ إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ .
8. Setelah حَيْثُ , contohnya  اِجْلِسْ حَيْثُ إِنَّ زَيْدًا جَالِسٌ .
9. Bila jumlah inna menjadi sifat, contohnya  مَرَرْتُ بِرَجُلٍ إِنَّهُ فَاضِلٌ .
10. Bila jumlah inna menjadi khobar dan isim dzat, contohnya  زَيْدٌ إِنَّهُ قَارِئٌ


  • Kasroh/ fathah

1. Ia berposisi sesudah  إِذَا اْلفُجَائِيَّة (tiba-tiba atau mendadak), misalnya: خَرَجْتُ فَإِذًا إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ .
2. Setelah fi’il sumpah, dimana pada khabarnya إِنَّ tidak ada  اللاّم , laksana  حَلَفْتُ إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ .
3. Setelah فاء الجزاء / فاء الجواب , laksana  مَنْ يَأْتِنِي فَإِنَّهُ مُكْرَمٌ .
4. Setelah mubtada’ dengan arti  ucapan, sementara  khabarnya إِنَّ pun  berarti ucapan sedangkan  subjeknya tunggal. Seperti
خَيْرُ اْلقَوْلِ إِنِّي أَحْمَدُ .


2. Inna dan Saudaranya yang Dibatalkan Pengamalannya
Inna dan saudarnya bila   diberi maa (مَا) zaidah itu dapat  batal amalnya.
Contoh: إِنَّمَا زَيْدٌ عَالِمٌ
Tetapi terkadang terdapat  yang tetap amal.
Contoh: لَيْتَمَا زَيْدًا قَائِمٌ
Adapun laita ( لَيْتَ ) , meskipun ditembus  maa (مَا ), maka ia tetap beramal menashabkan mubtada’ dan merafa’kan khabar atau boleh tidak beramal.
Contoh: لَيْتَمَا زَيْدًا قَائِمٌ .
Kata زَيْدًا dibaca nashab menjadi isimnya لَيْتَمَا , dan قَائِمٌ menjadi kata لَيْتَمَا dalam misal  ini masih tetap beramal. Boleh jugaلَيْتَمَا tidak beramal, dan kata زَيْدًا dibaca rafa’, sampai-sampai  susunannya menjadi
لَيْتَمَا زَيْدٌ قَائِمٌ


3. Hukum Inna dan Saudara-saudaranya yang Ditakhfif (Nun-Nya Disukun)

  • إِنَّ

Inna (إِنَّ ) hukumnya bila   ditakhfif (nunnya disukun) tersebut  boleh amal boleh tidak serta bilamana  tidak beramal maka me sti  memberi lam fariqoh (لام فارقة ) pada lafadz yang sesudahnya.
Contoh: إِنْ زَيْدٌ لَقَائِمٌ .
Dan lebih tidak sedikit  muhmal-nya ( tidak amal ) dari pada amalnya.
Huruf “إِنْ “ di atas berasal dari “إِنَّ “ yang ditakhfif, ia bukan lagi  beramal menashabkan mubtada’. Karena itu, kata sesudahnya tetap dibaca rafa’.

  • أَنَّ

Anna ( أَنَّ) hukumnya bila   ditakhfif (nunnya disukun) dan lantas  isimnya tentu  berupa dhomir sya’an (ضمير شأن ) yang ditabung  dan khabarnya tentu  berupa jumlah.
Contoh: عَلِمْتُ زَيْدٌ قَائِمٌ .
Dan bila   ada yang isimnya bukan dlomir sya’an (ضمير شأن) maka hukumnya langka. Contoh: فَلَوْ أَنَّكَ فِي يَوْمِ الرَّخَاءِ سَأَلْتَنِي .


  • كَأَنَّ dan لَكِنَّ

Kaanna (كَأَنَّ ) juga dapat  ditakhfif dan yang kaprah isimnya berupa dlomir sya’an (ضمير شأن ) yang disimpan. Contoh: كَأَنْ شَدْيَانُ خُقَانِ .
Tetapi ada pun  yang diputuskan  walaupun sedikit. Contoh: كَأَنْ زَيْدًا أَسَدٌ
Kata ka’an (كَأَنْ ) ialah  dari kata (كَأَنَّ ), yang nunnya ditakhfif dan ia masih tetap beramal. Adapun lakinna (لَكِنَّ ) bilamana  nunnya ditakhfif maka tidak dapat  beramal.

Demikianlah beberapa penjelasan singkat tentang inna wa akhwatuha, semoga dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan kita tentang Nahwu amiin. Selamat belajar. :)