Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About

Pengertian Maful Bih (مفعول به) dalam Ilmu Nahwu


Pengertian Maful Bih (مفعول به) dalam Ilmu Nahwu
Salah satu pembahsan dari mansubat al-asmai (isim-isim yang dinashabkan) ialah  maf’ul bih. agar  memahaminya lebih mudah, yang dimaksud dengan maf’ul bih ini ialah  “objek” dalam bahasa indonesia. Jadi, objek dalam bahasa indonesia tersebut  sama halnya dengan maf’ul bihi dalam bahasa arab.

Baca Juga: Maf'ul Mutlaq, Maf'ul Liajlih, Maf'ul Ma'ah, dan Maf'ul Fiih.

Pengertian Maf'ul Bih

Adapun definisi  maf’ul bih dalam ilmu nahwu ialah  :

isim manshub (yang dibaca nashob) yang menjadi sasaran tindakan  (objek).

Maka, jelas sekali, yang dimaksud maf’ul bih menurut arti istilah ialah  isim manshub dimana posisinya menjadi sasaran tindakan  si pelaku.

Contoh :

قَرَأْتُ كِتَابًا = Aku sudah  membaca Buku

Dalam misal  di atas, yang menjadi sasarn perbuatannya (memukul) ialah  kata “kitaaban”, maka kata tersebut  menjadi maf’ul bih.

Contoh lainnya :

اَكَلْتُ الطَعَامَ = Aku sudah  memakan makanan.

Yang menjadi sasaran perbuatannya (memakan) ialah  makanan, maka kata tersebut  menjadi maf’ul bih.

Dengan dua misal  di atas sudah paling  jelas sekali untuk mengetahui  pembahasan mengenai  maful bih dalam ilmu nahwu.

Pembagian Maf’ul Bih

Dalam ulasan  tentang maful bih , maka maf’ul bih terbagi atas dua bagian yakni  maf’ul bihi isim dzahir (nampak) dan isim dhamir (kata ganti). Maf’ul bih isim dzahir ialah  maf’ul bih yang terdiri atas isim dzahir (isim yang nampak) contohnya laksana  yang dua tadi di atas, objeknya berupa kata yang nampak dan bukan kata ganti, sementara  yang dimaksud dengan maf’ul bih isim dhamir (kata ganti) ialah  maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir misal  :

ضَرَبَنِي = Dia (laki-laki) sudah  memukulku.

Lafadz ضَرَبَ ialah  fi’il madhi, sementara  fa’ilnya ialah  dhamir mustatir (disembunyikan) takdirnya هُوَ, huruf   nun-nya ialah  lil wiqaayah, sementara  huruf   ya-nya ialah  ya mutakalim wahdah dimana kedudukannya menjadi maf’ul bih.

ضَرَبَكَ = Dia (laki-laki) sudah  memukulmu (laki-laki)

Lafadz ضَرَبَ ialah  fi’il madhi, fa’ilnya mustatir andai  ditakdirkan menjadi هُوَ, dan huruf  كَ  nya menjadi maf’ul bih.

Demikian ulasan  tentang maful bih dalam ilmu nahwu bahasa arab. Semoga bermanfaat. :)

Pengertian MAFUL MUTHLAQ (المَفْعُوْلُ المُطْلَقُ) dalam Ilmu Nahwu


Pengertian MAFUL MUTHLAQ (المَفْعُوْلُ المُطْلَقُ) dalam Ilmu Nahwu

A. Pengertian Maf’ul Muthlaq
Maf’ul Muthlaq ialah  isim atau kata benda yang dibaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il, maf'ul muthlaq juga isim yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan penjelasan jenis serta jumlah perbuatannya.
Contoh :
ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا, أكْرَمَ يُكْرِمُ إكْرَامًا,
Dari pengertian  maf’ul muthlaq itu  member kepahaman bahwa :
1. Maf’ul muthlaq berupa kalimat isim
2. Maf'ul muthlaq bertujuan untuk penegasan, penjelas dari fi'il (baik jenis maupun jumlah pekerjaannya)
3. Dibaca nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan maf’ul muthlaq yaitu :
  • Fi’il taam yang mutashorrif: kata kerja sempurna yang dapat ditashrif (maksudnya bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid )
    ضَرَبْتُ كَلْبًا ضَرْبَتَيْنِ
    Aku memukul Anjing dengan dua kali pukulan
  • Mashdar
    عَحِبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ ضَرْبًا شَدِيْدًا
    Aku terkejut atas pukulanmu dengan pukulan yang keras
  • Isim sifat
    أنَا ضَارِبُ زَيْدٍ ضرْبَ أبِيْهِ
    Aku memukul Zaid seperti pukulan ayahnya
4. Maf’ul muthlaq tercipta  dari mashdar yang adalah urutan ketiga dari tashrifnya fi’il.

Maf'ul Mutlaq ialah  isim manshub yang dilafalkan  untuk 3 keadaan:
  • Untuk menegaskan sebuah  perbuatan
  • Untuk menyatakan  bilangan perbuatan
  • Untuk menyatakan  jenis/sifat perbuatan

a. Contoh sebagai penegas perbuatan
حَفِظْتُ الدَّرْسَ حِفْظًا
“ Aku sudah  menghafal pelajaran tersebut  dengan sangat hafal”
Kata حِفْظًا adalah  isim yang dibaca nashob dengan fathah sebab  isim mufrod, dan ia menjadi maf'ul mutlaq. Kata tersebut bertugas  untuk menegaskan perbuatan. Jika kita perhatikan baik-baik  bentuk  katanya, maf’ul mutlaq adalah isim yang berasal dari lafad fi’ilnya, dalam ilmu shorof disebut  isim mashdar. Sehingga untuk menciptakan  maf’ul bih sebuah  fi’il, dengan teknik  mengganti  fi’il itu  menjadi isim mashdar.
Contoh beda  yang mengindikasikan  penegas tindakan  :
 حَفِظْتُ الدَّرْسَ حِفْظاً
(Saya menghapal latihan  dengan sesungguhnya)
ضربْتُهٌ ضرباً شديداً
(Saya memukulnya dengan pukulan keras)
أكلْتُ أكْلاً كثيراً
(Saya makan dengan banyak)

b. Contoh untuk menyatakan  bilangan
ضَرَبْتُهُ ضَرْبَةً
“ Aku memukulnya dengan satu kali pukulan “
Kata ضَرْبَةً adalah isim manshub dengan fathah, sebab  isim mufrod, sebagai maf'ul mutlaq. Pada kalimat ini, maf’ul mutlaq bermanfaat  sebagai penjelas bilangan dari perbuatan. Jika anda  belajar ilmu shorof, anda  akan temukan format  isim masdar yang lebih dari satu, laksana  halnya pada misal  di atas.
Kata ضرب dapat memiliki  isim masdar yang lebih dari satu, dan pemakai annya bermacam-macam, terdapat  yang guna  sebagai penjelas tindakan  atau untuk menyatakan  bilangan, sampai-sampai  untuk dapat menyusun  suatu kalimat yang memiliki  maf’ul mutlaq, maka butuh  adanya pengetahuan mengenai  bentuk-bentuk isim masdar dari sebuah  fi’il.
Contoh beda  yang menyatakan  bilangan :
ضَرَبْتُ الكَلْبَ ثَلاَثَ ضَرَبَاتٍ
(Saya memukul anjing sejumlah  tiga kali)
ضربْتُهُ ضربةً
(Saya memukulnya satu kali pukulan)
أكلْتُ أكلَةً
(Saya makan satu kali suap)

c. Contoh untuk menyatakan  jenis/sifat
مَنْ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barang siapa yang keluar  dari ketaatan Seorang pemimpin sejengkal saja, lantas  ia mati,maka matinya laksana  kematian jahiliyah".
Pada kalimat di atas ada  kata مِيتَةً yang dibaca nashob. Kata itu  adalah maf’ul muthlaq karena bermanfaat  sebagai penjelas jenis dari fi’il yang digunakan  yakni مَاتَ. Pada situasi  ini, maf’ul muthlaq mesti dibuntuti  oleh na’at. Sehingga maf’ul muthlaq yang bermanfaat  untuk menyatakan  jenis/sifat fi’il mesti dibuntuti  oleh na’at/sifat atau disandarkan ke isim yang lainnya.
Contoh lagi  :
جَلَسْتُ جِلْسَةَ العُلَمآءِ
(Saya duduk seperti  duduknya semua  ulama) =

B. Macam-macam Maf’ul Muthlaq
Masdar yang menjadi maf’ul muthlaq terdapat  dua yakni  :
a. Masdar Lafdzi
Yaitu bilamana  lafadznya masdar sesuai  dengan lafadznya fi’il.
Contoh :
قَتَلْتُهُ قَتْلاً saya benar-benar telah membunuh Zaid.
Lafadz قَتْلاً adalah  masdar yang menjadi maf’ul muthlaq, lafadznya mirip  dengan lafadz fi’ilnya yakni  قَتَلَ , maka disebut  masdar lafdzi.
b. Masdar Maknawi
Yaitu bilamana  masdar sesuai  dengan artinya  fi’il, tetapi  tidak sesuai  dalam lafadznya.
Contoh :
جَلَسْتُ قُعُوْدًا saya duduk dengan sesungguhnya
قُمْتُ وُقُوْفًا saya berdiri dengan sesungguhnya
Masdar قُعُوْدًا yang menjadi maf’ul muthlaq, artinya  sama dengan artinya  fi’ilnya, lafadz جَلَسْتُ (maknanya duduk), tetapi  tidak sama dalam lafadznya, begitu pun  dengan lafadz وُقُوْفًا dengan قُمْتُ, oleh sebab  itu disebut  masdar maknawi.

C. Hukum Maf’ul Mutlaq
Hukum maf’ul mutlaq terdapat  tiga macam :
1. Wajib dibaca nashob, misal  : رأيتُهُ مُسرعاً إسراعاً عظيماً
2. Wajib jatuh sesudah  amilnya andai  untuk menguatkan. Apabila untuk menyatakan  jenis atau bilangannya maka boleh jatuh sesudah  atau sebelumnya. Contoh : اجتهدتَ اجتهاداً حسَناً
3. Amil Maf’ul Mutlaq boleh dibuang, andai  maf’ul mutlaq tersebut menyatakan  jenis atau bilangannya dan pun  ada qorinah/hubungan yang mengindikasikan  amil tersebut. Dalam artian menjadi jawaban dari suatu  pertanyaan.
Contoh : اجتهاداً حسَناً
Kata “ اجتهاداً حسَناً “ ialah  jawaban daripertanyaan “كيف اجتهدت

Kesimpulan
Berdasarkan ulasan  yang sudah  diuraikan diatas, maka dapat diputuskan  bahwa Maf’ul Muthlaq ialah  kalimat isim yang terbaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il.
Maf’ul muthlaq merupakan   untuk mengindikasikan  3 hal yakni  :
1. Bagi  menegaskan suatu tindakan  ( ضربْتُ ضرباً شديداً)
2. Untuk menyatakan  bilangan tindakan  (ضَرَبْتُ الكَلْبَ ثَلاَثَ ضَرَبَاتٍ)
3. Untuk menyatakan  jenis/sifat tindakan  (جَلَسْتُ جِلْسَةَ العُلَمآءِ).
Macam-macam maf’ul muthlaq terdapat  dua yakni  : Masdar Lafdzi (قَتَلْتُهُ قَتْلاً ) (Yaitu bilamana  lafadznya masdar sesuai  dengan lafadznya fi’il) dan Masdar Maknawi (جَلَسْتُ قُعُوْدًا)( Yaitu bilamana  masdar sesuai  dengan artinya  fi’il, tetapi  tidak sesuai  dalam lafadznya).
Hukum maf’ul muthlaq yakni  :
1. Wajib dibaca nashob.
2. Wajib jatuh sesudah  amilnya andai  untuk menguatkan.
3. Amil Maf’ul Mutlaq boleh dibuang, andai  maf’ul mutlaq tersebut menyatakan  jenis atau bilangannya dan pun  ada qorinah yang mengindikasikan  amil tersebut.


Baca Juga:  Maf'ul BihMaf'ul Liajlih, Maf'ul Ma'ah, dan Maf'ul Fiih.

Pengertian Maful Fiih (مفعول فيه) dalam Ilmu Nahwu


Pengertian Maful Fiih (مفعول فيه) dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Maf’ul Fiih/ Zharaf

Maf’ul Fiih/ Zharaf ialah  isim Manshub yang menyatakan  tempat atau masa-masa  terjadinya sebuah  perbuatan/pekerjaan.

Maf’ul Fiih ialah  isim Manshub yang menyatakan  tempat atau masa-masa  terjadinya sebuah  perbuatan/pekerjaan. Atau sebagai jawaban dari pertanyaan “kapan” atau “dimana”. Disebut Zhorof Zaman bilamana  berkaitan dengan masa-masa  terjadinya perbuatan, dan dinamakan  Zhorof Makan bilamana  berkaitan dengan lokasi  terjadinya perbuatan.

Contoh :
يَلْعَبُ زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
( Zaid bermain sepak bola di depan sekolah) “keterangan tempat”.

وَقَفَ زَيْدٌ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
(Zaid berdiri di depan sekolah) “keterangan tempat”

يَلْعَبُ زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ يَوْمَ الأربِعَاءِ.(ظَرْفُ الْزَّمَانِ)
( Zaid bermain sepak bola pada hari Rabu) “keterangan waktu”.

أَذْهَبُ إِلَى الإدَارَةِ صَبَاحًا بَاكِرًا
( Saya pergi ke kantor dini hari  ). “keterangan waktu”

Keterangan:
Lafazh يَوْمَ dalam misal  diatas merupakan penjelasan  waktu terjadinya suatu tindakan  “main bola”. Demikian pula lafazh أَمَامَ ialah  keterangan lokasi  terjadinya suatu tindakan  “main bola”. Setiap zharaf makaan/tempat  atau zaman/waktu harus dibaca nashob.
Adapun keterangan-keterangan masa-masa  yang biasa digunakan;

ظَرْفُ الزَّمَانِ ( Keterangan Waktu)
مَسَاءًا ( Sore hari) صَبَاحًا (Pagi hari)
لَيْلاً (Malam hari) نَهَارًا (Siang hari)
يَوْمًا (Hari) أُسْبُوْعًا (Minggu)
شَهْرًا (Bulan) سَنَةً (Tahun)
أَمْسَ (Kemarin) غَدًا ( Besok)
قَرْنًا (Abad) أَبَدًا (Selamanya)
حِيْنًا (Terkadang) أَحْيَانًا (Kadang-kadang)
تَارَةً (kadang-kadang) سَابَقًا (yang sudah  lalu/dulu)
قَبْلَ (Sebelum) بَعْدَ (Sesudah)
سَاعَةً (Satu Jam) الآنَ (Sekarang)
ظَرْفُ المَكَانِ ( Keterangan Tempat)
قُرْبَ (Dekat) جَانِبَ (Di samping)
لَدَيْ (Pada) وَسْطَ (Tengah)
كِيْلُوْمِتْرَ (Kilometer) مِيْلَ (Mil)
أَمَامَ ( Di depan) وَرَاءَ (Di belakang)
فَوْقَ (Di atas) تَحْتَ (Di bawah)
يَمِيْنَ (Di kanan) شمَالَ (Di kiri)
بَيْنَ (Di antara) حَوْلَ (Di sekitar)
عِنْدَ (Di sisi) إِزَاءَ (Di sisi)

Baca Juga:  Maf'ul BihMaf'ul Liajlih, Maf'ul Ma'ah, dan Maf'ul Mutlaq.

B. Pembagian Maf’ul Fiih/ Zharaf
Adapun pembagian Zharaf terdapat  2 bagian, yakni  :

1. مُتَصَرِّفْ ( Lafazh yang terkandung bermanfaat  sebagai Zharaf dan pun  tidak).

Contoh sebagai Zharaf:

صُمْتُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ
(Aku shaum/puasa pada hari senin)

Contoh bukan sebagai Zharaf:

يَوْمُ الْجُمْعَةِ يَوْمٌ مُبَارَكٌ
(Hari jum’at ialah  hari yang berkah)

Keterangan:
Lafazh يَوْمَ (hari) dalam misal  kesatu  ialah  manshub dan bermanfaat  sebagai zharaf atau penjelasan  waktu dari kata kerja; صُمْتُ (aku puasa).

Sedangkan lafazh يَوْمُ dalam misal  kedua bukan sebagai zharaf. Yang kesatu  sebagai mubtad’ dan yang kedua sebagai khabar dan keduanya  dibaca marfu’.

2. غَيْرُ مُتَصَرِّفْ ( Lafazh-lafazh yang hanya dipakai  untuk zharaf atau majrurdengan مِنْ , laksana  ; عِنْدَ- قَبْلَ – بَعْدَ

Keterangan:

Lafazh-lafazh itu  selamanya pasti bermanfaat  sebagai zharaf atau majrur dengan مِنْ misal  :

زُرْتُ عَلِيًّا بَعْدَكَ
(Aku menengok Ali sesudah  kamu)

وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
(Dan untuk  kitab yang diturunkan sebelum kamu)

C. Pembagian I’rab Maf’ul Fiih/ Zharaf

Adapun pembagian I’rab Zharaf terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Zharaf yang Mu’rab, seperti
يَوْمًا , لَيْلاً , شَهْرًا ,سَنَةً

2. Zharaf Mabniy yang senantiasa dibaca dalam format  yang sama, seperti;
الآنَ , أَمْسَ , إِذَا , حَيْثُ

مِثْلُ :

سَأَزُوْرُكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ
( Saya bakal  mengunjungimu pada hari Jum’at)

سِرْتُ كِيْلُوْمِتْرًا
( Saya berlangsung  1 kilometer )

Penjelasan :

Diantara contoh-contoh diatas ada sejumlah  kata yang dapat bermanfaat  untuk zhorof dan bukan zhorof yang ketika tersebut  dia dii’rob cocok  letaknya dalam jumlah, yaitu:

جَاءَ يوْمُ الْجُمْعَةِ ,الْكِيْلُوْ مِتُرُ أَلْفَ مِتْرٍ
( Telah datang hari Jum’at, 1000 Km)

Lafazh يوْمُ dan الْكِيْلُوْ مِتُرُ bukan sebagai Zhorof namun  sebagai Mubtada’ dan khobar

Zhorf bisa  di jarrkan dengan huruf   jarr:
كُلُّ مِنْ عِنْدِ اللهِ
(Segalanya di sisi Allah Swt ).

Pengertian Maful Maah (المفعول معه ) dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Maf'ul Ma'ah (المفعول معه ) dalam Ilmu Nahwu

Maf’ul Ma’ah مَفْعُوْلُ مَعَهُ merupakan   isim manshub yang terletak sesudah  huruf   Wau (و). Akan tetapi, wau itu  tidak bermakna DAN (kata sambung). Melainkan mempunayi makna  bersama atau kebersamaan. Maka dari itulah Maf'ul Ma'ah pun  disebut Wau Ma'iyyah, sampai-sampai  wawu maiyah pengertiannya sama saja dengan Maf'ul Ma'ah.

Contoh: سِرْتُ وَالْجَبَلَ (Aku berjalan bareng  gunung). Kata الْجَبَلَ dibaca manshub dengan berharokat fathah sebab  sebagai maf'ul ma'ah dalam format  isim mufrod. Contoh lain:
جَاءَ الأمُّ وَوَلَدُهَا وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ  > "Seorang Ibu dan Anaknya datang bersamaan dengan terbenamnya matahari"
إسْتَيْقَظَ زَيْدٌ وَتَغْرِيْدَ الطُّيُوْرِ > "Zaid bangun bersamaan dengan burung berkicau"
رَجَعَ زَيْدٌ وَطُلُوْعَ الْفَجْرِ > "Zaid pulang bersamaan dengan terbitnya fajar"

Baca Juga: Maf'ul MutlaqMaf'ul Liajlih, Maf'ul Bih, dan Maf'ul Fiih.

Cara memisahkan  Wau Ma'iyyah dengan Wau 'Athaf
Sebelumnya saya pernah mencatat  tentang wau athaf pada bab mengenai  athaf. Karena disini membicarakan  masalah wau ma'iyyah. Adakalah saya dan anda butuh  mengetahui perbedaannya.

1. Kalau wau athof, i'robnya (harokat) mengekor  lafadz sebelumnya. Jika harokat fathah maka ma'tufnya pun  fathah. andai  kasroh maka pun  kasroh. Jika harokatnya dhammah maka ikut dhammah. Berbeda dengan wawu ma'iyyah. I'robnya me sti nashob sebagaimana definisi  diatas. Contoh : جَاءَ عُمَرُ وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ (Telah datang umar bareng  dengan tenggelamnya matahari) Kata غُرُوْبَ manshub dengan harokat fathah sebab  sebagai maf’ul ma’ah

2. Untuk memisahkan  Wau Ma'iyyah dengan Wau 'Athaf dapat  juga disaksikan  dari makna/artinya. Kalau Wau 'Athaf bermakna DAN (kata sambung), maka Wau Ma'iyyah bermakna BERSAMA.

SYARAT SYARAT MAF’UL MA’AH

1. Berbentuk isim Fadhlah
Adanya isim tersebut tergolong  kelebihan. Maksudnya tanpa adanya isim terebut sebetulnya  jumlah itu  sudah dapat  dipahami
contoh : دَعِ الظَّالِمَ وَالأَيَّامَ

2. Sebelum Wawu Ma’iyyah terdapat  Jumlah misal  جَاءَ الاَمِيرُ وَالجَيْسَ (raja datang bersamaan dengan prajurit)

3. Maf’ul ma’ah terletak langsung sesudah  huruf   WAU yang dinamakan  dengan WAU ma’iyyah. Tidak boleh terdapat  lafadz pemisah sebelumnya.

4. WAU ma’ah mengindikasikan  suatu kebersamaan, bukan kata sambung

Berikut ialah  contoh-contoh maf'ul ma'ah atau wau ma'iyyah:
غَزَا الرِجَالُ وَالْقَائِدَ (para lelaki berperang beserta panglima)
ذَهَبَ التُّجَّارُ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ (para saudagar  pergi saat  terbit matahari)
شَرِبَ الْمُدَرِّسُ وَ التِّلْمِيْذَ (Guru tersebut  minum bersamaan dengan murid)
وَقَفَ الْوَلَدُ وَ الضِّيْفَ (Anak laki-laki tersebut  berhenti bersamaan dengan tamu)
جَاءَ عُمَرُ وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ (Umar datang bareng  dengan tenggelamnya matahari)
جَاءَ مُحَمَّدٌ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ (Muhammad datang bersamaan dengan terbitnya matahari)


Pengertian Maful Liajlih (المفعول لأجله) beserta Contoh-contohnya dalam Ilmu Nahwu


Pengertian Ma'ful Liajlih (المفعول لأجله) beserta Contoh-contohnya dalam Ilmu Nahwu

A.Pengertian Maf’ul Liajlih

Maf’ul liajlih ialah  Isim yang dibaca nashob yang bermanfaat  untuk menyatakan  sebab atau motif terjadinya perbuatan.
Contoh:

جَلَسْتُ عَلَى الكُرْسِيِّ تَعْبًا
(Aku duduk di atas kursi karena lelah)

رَجَعْتُ إِلَى البَيْتِ شَوْقًا لِلْأسْرَةِ
(Aku pulang ke rumah karena kangen dengan keluarga)

أكَلْتُ الطَعَامَ جَوْعًا
(Aku memakan makanan karena lapar)

أذهَبُ إِلَى الْمَدْرَسَةِ رَغْبَةً فِيْ الْعِلْمِ
( Aku berangkat ke sekolah sebab  mencintai Ilmu)

ضَرَبْتُ الْوَلَدَ تَأْدِيْبًا لَهُ
( Aku memukul anak tersebut  karena bermaksud guna  mendidiknya)

Penjelasan :

kata 'mendidik', 'cinta', 'lelah', 'lapar', dan 'rindu' adalah menjadi Maf’ul Li Ajlih,  hukumnya Nashob dan tanda Nashob nya adalah Fathah.

Lafazh-lafazh yang biasa menjadi maf’ul liajlih:

إِكْرَامًا (sebab hormat) حيَاءً(karena malu)
حُزْنًا (karena sedih) رَحْمَةً (karena sayang)
خَوْفًا (karena takut) حَسَدًا (karena iri)
حُبًّا (karena cinta) بُغْضًا ( sebab  marah)
تَاْدِيْبًا ( sebab  mendidik) إِيْمَانًا (karena beriman)
شَفَقَةً (sebab kasihan) فَرْحًا (karena senang)
تَعْبًا (karena lelah) شُكْرًا (karena bersyukur)
غَضْبًا (karena marah) رَغْبَةً (karena cinta)

Penjelasan :
Sebenarnya hukum Maf’ul li Ajlih ialah  dibaca Nashob, tetapi dapat  di Jarr dengan huruf   Lam (ل) dan terkadang Maf’ul li Ajlih sama sekali tidak menduduki sebagai ma'ful li ajlih, namun  menjadi Jarr-Majrur dan mempunyai ta'aluq atau hubungan  dengan kata sebelumnya.

Contoh:

أَعْطَيْتُ الْفَقِيْرَ طَعَامًا لِشَفَقَتِهِ
(Aku memberi orang fakir tersebut  makanan sebab  kasihan kepadanya)

perhatikan kata 'لِشَفَقَتِهِ', kata tersebut sebenarnya berkedudukan sebagai ma'ful liajlih, tapi dalam kalimat tersebut kata 'لِشَفَقَتِهِ' dibaca jar karena ada huruf lam 'لِ', karena kata tersebut diawali dengan huruf lam (huruf jar) maka ia mempunyai hubungan dengan kata sebelumnya, perhatikan : 'saya memberi orang fakir tersebut makanan' ini adalah kalimat pertamanya,, karena kemasukan huruf jar pada kata 'لِشَفَقَتِهِ' maka jar majrur tersebut mempunyai hubungan, dan diterjemahkan dengan kata 'sebab kasihan kepadanya'.



Contoh I’ROB :

أكَلْتُ الرُزَّ  جَوْعًا
Saya makan nasi karena lapar

أكَلْتُ : “أكَلْ” فِعْلٌ مَاضٍ مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُوْنِ ،
وَ "التَّاءُ" ضمير مُتَّصِلٌ مَبْنِيٌّ عَلَى الضَمِّ فَاعِلٌ
الرُرَّ : مَفْعُوْلٌ بِهِ مَنْصُوْبٌ و عَلَامَةُ نَصْبِهِ فَتْحَةٌ
جَوْعًا: مَفْعُوْلٌ لِأجْلِهِ مَنْصُوْبٌ و عَلَامَةُ نَصْبِهِ فَتْحَةٌ

أكَلْتُ : 'telah makan' fiil madhi mabni sukun, adapun huruf “Ta” ialah  Dhomir Fa’il mabny atas Dhommah dibaca rofa.
الرُرَّ: maf'ul bih dibaca nashob, tanda nashobnya adalah fathah.
جَوْعًا: maf'ul liajlih dibaca nashob, tanda nashobnya adalah fathah.


B.Ketentuan-ketentuan Maf’ul Li ajlih :

Terdapat sejumlah  ketentuan Maf’ul Li Ajlih diantaranya :

1. Maf’ul Li ajlih me sti senantiasa memakai  Mashdar
Contoh :

إِكْرَامًا (sebab hormat) حيَاءً(karena malu)
حُزْنًا (karena sedih) رَحْمَةً (karena sayang)
خَوْفًا (karena takut) حَسَدًا (karena iri)
حُبًّا (karena cinta) بُغْضًا ( sebab  marah)
تَاْدِيْبًا ( sebab  mendidik) إِيْمَانًا (karena beriman)
شَفَقَةً (sebab kasihan) فَرْحًا (karena senang)
تَعْبًا (karena lelah) شُكْرًا (karena bersyukur)
غَضْبًا (karena marah) رَغْبَةً (karena cinta)


2. Maf’ul Li Ajlih me sti terdiri dari tindakan  yang bersangkutan   dengan hati dan dinamakan  أَفْعَالُ الْقَلْب
تَأْدِيْبًا , رَغْبَةً , إِيْمَانًا, حُبًّا, طَعَامًا

Penjelasan :
Lafazh-lafazh tersebut tindakan  yang sehubungan  dengan hati.

3. Untuk menggali  Maf’ul Li Ajlih dapat dipakai  kata tanya
( kenapa  ).
تَأْدِيْبًا , رَغْبَةً , إِيْمَانًا, حُبًّا, طَعَامًا

Penjelasan :

Lafazh-lafazh itu  adalah jawaban dari pertanyaan “ mengapa”, atau terdapat  hubungan sebab-akibat dari sebuah  perbuatan.

Baca Juga: Maf'ul MutlaqMaf'ul Bih, Maf'ul Ma'ah, dan Maf'ul Fiih.

Itulah penjelasan singkat tentang maf'ul liajlih, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :D

Pengertian Isim Istifham (اسم الاستفهام) dalam Ilmu Nahwu


Pengertian Isim Istifham (اسم الاستفهام) dalam Ilmu Nahwu
Isim istifham (اِسْمُ الْإِسْتِفْهَامِ) ialah  isim mabni yang dipakai  untuk menanyakan mengenai  sesuatu. Dalam bahasa Indonesia dinamakan  “kata tanya”.
Contoh :
Siapakah orang pria  ini? = مَنْ هَذَا الرَّجُلُ ؟
Apa yang terdapat  di tanganmu? = مَا الَّذِي بِيَدِكَ ؟
Di manakah rumahmu? = أَيْنَ بَيْتُكَ ؟

Isim Istifham ialah  :

- أَ (apakah).
Dipakai guna  menanyakan mengenai  isi kalimat dan guna  menanyakan tentang di antara  dari dua atau sejumlah  hal, misal  :
Apakah Muhammad telah  datang? = أَ جَاءَ مُحَمَّدٌ ؟
Apakah kamu  datang berkendaraan atau berlangsung  kaki? = أَ رَاكِبًا جِئْتَ اَمْ مَاشِيًا ؟

- هَلْ (apakah).
Dipakai guna  menanyakan mengenai  isi kalimat, misal  :
Apakah kamu  datang dengan berkendaraan? = هَلْ جِئْتَ رَاكِبًا ؟

- مَنْ (siapa).
Dipakai guna  menanyakan yang berakal, misal  :
Siapakah orang yang berdiri di sana? = مَنِ الَّذِي قَامَ هُنَاكَ ؟

- مَا (apakah).
Dipakai guna  menanyakan yang tidak berakal, misal  :
Apakah ini? = مَا هَذَا ؟
Biasanya ditambah akhiran ذَا menjadi مَاذَا, misal  :
Apakah yang sudah  terjadi? = مَاذَا الَّذِي حَدَثَ ؟

- مَتَى (kapan).
Dipakai guna  menanyakan mengenai  waktu, misal  :
Kapan kau berangkat? = مَتَى تُسَافِرُ ؟

- أَيْنَ (dimana).
Dipakai guna  menanyakan mengenai  tempat, misal  :
Dimana kantor pos? = أَيْنَ مَكْتَبُ الْبَرِيْدِ ؟

- كَيْفَ (bagaimana).
Dipakai guna  menanyakan keadaan, misal  :
Bagaimana suasana  cuaca? = كَيْفَ اَحْوَالُ الطَّقْسِ ؟

- كَمْ (berapa).
Dipakai guna  menanyakan jumlah/bilangan, misal  :
Berapa harga mobil itu? = كَمْ ثَمَنُ السَّيَّارَةِ ؟
Adakalanya kata tanya كَمْ didahului oleh kata depan (huruf   jarr) بِ, sampai-sampai  menjadi بِكَمْ (artinya tetap/berapa), misal  :
Berapa kaubeli buku  ini? = بِكَمْ اِشْتَرَيْتَ هَذَا الْكِتَابَ ؟

- أَيُّ (yang mana).
Dipakai guna  menanyakan satu dari dua atau banyak, misal  :
Buah-buahan yang mana yang kausuka? = أَيُّ فَاكِهَةٍ تُحِبُّ ؟
Di lokasi  tinggal  yang mana kautinggal? = فِي أَيِّ بَيْتٍ تَسْكُنُ ؟

Semua isim istifham di atas ialah  mabni (artinya tidak berubah-ubah bunyi huruf   akhirnya) kecuali أَيُّ, huruf   ini merasakan  perubahan menurut  keterangan dari  perubahan jabatannya di dalam kalimat.