Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Isim-isim yang Dibaca Jar [مَجْرُوْرَاتُ الأسْمَاءِ] dalam Ilmu Nahwu

Isim-isim yang Dibaca Jar [مَجْرُوْرَاتُ الأسْمَاءِ] dalam Ilmu Nahwu

Setiap isim mempunyai peraturan  baca tersendiri, yakni  isim yang di rafa'kan, isim yang dinasabkan dan isim yang dijarkan. Isim yang dibaca jar terdapat  tiga macam, yakni :

1. dijarkan dengan huruf  jar, 
contoh: فِيْ القُرْآنِ

2. dijarkan karena  idhafah,

contoh: قِرَاءَةُ القُرْآنِ

3. dijarkan karena tawabi (mengikuti isim yang dibaca jar), 

contoh:  قِرَاءَةُ القُرْآنِ الكَرِيْـمِ 

Pembahasan:
1. Dijarkan dengan huruf   jar.
Adapun isim yang dijarkan dengan huruf   jar asli, yakni :


مِنْ

:


dari


رُبَّ


:


sedikit sekali


إِلَى


:


Ke/kepada


بِ


:


dengan


عَنْ


:


tentang


كَ


:


seperti


عَلَى


:


di atas

لِ
:

untuk/kepada

فِي


:

di/ di dalam
Contoh:
نَزَلَ المَطَرُ مِنَ السَمَاءِ  Hujan turun dari langit

2. Dijarkan karena  idhofah.
Dalam kaidah nahwu Idhofah merupakan campuran  dua isim yang mengakibatkan  salah satu isimnya (dalam hal ini yang menjadi mudhof ilaih) dibaca jar disebabkan  isim satunya.
Anwar 2003:161 mendefinisikan idhofah sebagai pertalian antara dua perkara dua isim yang mengakibatkan  isim dua-duanya  dibaca jar.

Susunan Idhofah terdiri dari dua isim, isim yang kesatu  disebut  mudhof dan isim yang kedua disebut  mudhof ilaih.
Syarat mudhof ialah  terbebas dari al- ta'rif dan tanwin, sementara  syarat mudhof ilaih ialah  harus dibaca jar, jadi dalam hal ini mudhof ilaih lah yang nantinya mempunyai kedudukan jar.
Contoh:
كِتَابُ اللَّهِ  Kitab Allah

كِتَابُ   MUDHOF

اللَّهِ  MUDHOF ILAIH

Lafadz Jalaalah اللَّهِ dalam keadaan jar karena menjadi mudhof ilaih, tanda jar nya adalah kasroh di akhir kata.

Idhofah sendiri dipecah  menjadi tiga, yaitu:
a. Idhofah yang diduga  menyimpam makna  milik. Contoh:
كِتَابُ زَيْدٍ    "Kitab milik  Zaid"
b. Idhofah yang diduga  menyimpan makna  dari. Contoh:
مَاءُ البِئْرِ  "Air dari Sumur"
c. Idhofah yang diduga  menyimpan makna  di dalam. Contoh:
انْتِظَارُ شَهْرَيْنِ  "Menunggu dalam masa dua bulan"

3. Dijarkan karena  ikut pada isim yang dibaca jar.
Adapun yang dijarkan karena  ikut pada isim yang dibaca jar, dinamakan  tawabi'. Tawabi' terbagi menjadi empat yaitu:

a. Na'at
Na'at ialah  kata sifat, kata ini tidak jarang  kali  mengikuti untuk  lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan  rafa', nashab, jar, serta ma'rifat maupun nakirahnya. Berdasarkan keterangan dari  kaidah nahwu, Na'at merupakan   lafadz yang mengikuti kepada makna lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan  rafa, nashab, khafadh jar, marifat, maupun nakirahnya
Na'at dipecah  menjadi dua yaitu:

  • Na'at haqiqi

Na'at haqiqi ialah  na'at yang merafa'kan isim dhomir yang berpulang pada  man'utnya. Na'at haqiqi mesti mengekor  man'utnya dalam empat dari sepuluh perkara, yaitu:
a) Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar. Contoh:  نَظَرْتُ إلَى كِتَابٍ كَبِيْرٍ

b) Salah satu dari mufrod, tasniyah atau jama'. Contoh: كِتَابَيْنِ اثْنَيْنِ 

c) Salah satu dari mudzakkar atau mu'annas. Contoh: قِرَاءَةٌ بَدِيْعَةٌ 

d) Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh.  كِتَابٌ وَاحِــدٌ


  • Na'at sababi

Na'at sababi ialah  na'at yang merafa'kan isim dhohir yang diidhofahkan untuk  isim dhomir yang berpulang pada  man'utnya.
Syarat-syarat na'at sababi:
a) Harus berbentuk mufrod tunggal meskipun man'utnya berbentuk tasniyah atau jama'.
b) Harus mengekor  man'utnya dalam dua dari lima perkara, yaitu:
- Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar.
- Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh.
c) Harus mengekor  isim dhohir dalam mudzakkar atau mu'annatsnya.

b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)


‘Athaf ialah  tabi’ yang terletak sesudah  huruf-huruf   athaf (huruf-huruf   penghubung / penyambung)
Contoh:

ٍمَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَ عَلِيّ  (Saya bertemu dengan Zaid dan Ali)

عَلِيّ --> MA'TUF

وَ --> HURUF 'ATHAF

ٍزَيْد --> MA'THUF 'ALAIH

Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.

Baca selengkapnya di sini: Athaf (Penyambung)



c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)

Taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:
مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ نَفْسِهِ (Saya benar-benar bertemu dengan ustad)

نَفْسِهِ --> TAUKID guna  memperkuat bahwa yang datang adalah الأُسْتَاذِ

Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini: Taukid (Penguat)


d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)

Badal ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam sebuah  kalimat guna  mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan  ataupun sebagiannya saja.
Contoh:

مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ مُحَمَّدٍ

مُحَمَّدٍ = الأُسْتَاذِ jadi مُحَمَّدٍ ialah  BADAL dari الأُسْتَاذِ

Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini: Badal (Pengganti)