A. Pengertian Isim Mausul (اسم الموصول)
Isim Maushũl (Kata Sambung) ialah Isim yang bermanfaat untuk menghubungkan sejumlah kalimat atau pokok benak menjadi satu kalimat. Maksudnya, bahwa masing-masing isim ma’rifat tersebut akan menjadi jelas bila estafet dengan kalimat sesudahnya, yang disebut Shilah. Shilah(anak kalimat) tersebut harus mempunyai dhamir yang berpulang kepada isim maushul, yang disebut a’id. Dalam bahasa Kita, biasanya Kata Sambung 'isim Mausul' ini diterjemah menjadi kata: "yang". Bentuk asal atau dasar dari Isim Maushũl merupakan : الَّذِيْ (yang).
Perhatikan misal pemakai an Isim Maushũl dalam menggabungkan dua kalimat di bawah ini:
Kalimat I جَاءَ الْمُدَرِّسُ = “Guru itu datang”.
Kalimat II اَلْمُدَرِّسُ يُعَلِّمُ اللُغَةَ العَرَبِيَّةَ = “guru tersebut mengajar Bahasa Arab”.
Kalimat III جَاءَ الْمُدَرِّسُ الَّذِيْ يُعَلِّمُ اللُغَةَ العَرَبِيَّةَ = “guru yang melatih Bahasa Arab telah datang”.
Kalimat III menghubungkan Kalimat I dan II dengan Isim Maushũl: الَّذِيْ.
B. Pembagian Isim Maushũl
Dalam Bab ini Isim Maushũl terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Isim Maushũl Ismi
Isim Maushũl Ismi ialah Isim Maushũl isim yang selamanya perlu kepada Shilah dan A’id.
Contoh : جَاءَ الَذِّي قَامَ اَبُوْهُ = sudah datang seseorang yang ayahnya berdiri.
2. Isim Maushũl Harfi
Isim Maushũl Harfi ialah semua huruf yang dengan shilahnya di ta’wili dengan Masdar.
Sedangkan Isim Maushũl Harfi tersebut ada lima macam:
a. Huruf أنْ “An” dengan dibaca fathah, ini dapat masuk pada fi’il madli, fi’il mudlori’, fi’il Amar.
contoh fi’il madli = عجِبْتُ مِنْ اَنْ قَامَ زَيْدٌ “saya heran dari sudah berdirinya Zaid”.
contoh fi’il mudlori’= عجِبْتُ مِنْ اَنْ يَقُوْمَ زَيْدٌ “saya heran dari berdirinya Zaid”.
contoh fi’il Amar = اَشَرْتُ الَيْهِ بِاَنْ قُمْ “saya memberi isyarat dengan perintah berdiri”
b. Huruf أَنَّ “Anna”
contoh =
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ
“Dan apakah tidak cukup untuk mereka sesungguhnya Kami sudah menurunkan kepadamu Al Kitab [Al Qur’an] sedang dia diucapkan kepada mereka? Sesungguhnya dalam [Al Qur’an] tersebut ada rahmat yang besar dan pelajaran untuk orang-orang yang beriman.”(Q.S. Al-Ankabũt : 51)
c. Huruf كَىْ “Kai” hanya dapat masuk pada fi’il mudlori’ saja.
contoh =
جِئْتُ لِكَىْ تُكْرِماَ زَيْداً “saya datang supaya anda menghormati atas Zaid”
d. Huruf مَا “Ma” ada yang berbentuk Masdariyah Dharfiyyah, dan ada pula yang Masdariyah Ghairu Dharfiyyah.
Contoh Masdariyah Dharfiyyah =
لَااَصْحَبُكَ ماَ دُمْتَ مُنْطَلِقاً “saya tidak dapat menemanimu selama anda pergi”
Contoh Masdariyah Ghairu Dharfiyyah =
عجِبْتُ مِماَ ضَرَبْتَ زَيْداً “saya heran mengenai pukulanmu untuk Zaid”
e. Huruf لَوْ “ Lau” huruf ini dapat masuk pada fi’il Madli dan pun fi’il Mudlori’.
Contoh fi’il Madli = وَدِدْتُ لَوْ قاَمَ زَيْدٌ “saya senang andai Zaid telah berdiri”
Contoh fi’il Mudlori’ = وَدِدْتُ لَوْ يَقُوْمُ زَيْدٌ “saya senang andai Zaid berdiri”
C. Bentuk-Bentuk Isim Maushũl
1. Bentuk Isim Maushũl Mufrad (tunggal) dan Mutsanna (menunjukan arti dua)
مَوْصُولُ الاسْمَاءِ الَّذِي الأُنْثَى الَّتِي ¤ وَالْيَـــــا إذَا مَا ثُنِّيَــــا لاَ تُثْــــــبِتِ
“Adapun Isim Maushul yakni الَّذِي (jenis laki; baik ‘aqil atau ghairu ‘aqil) dan khusus jenis (perempuan; baik ‘aqil atau ghairu ‘aqil) yakni الَّتِي. Jika dua-duanya ditatsniyah-kan (dual), maka huruf Ya’nya jangan diputuskan atau dibuang.
Contoh = جَاءَ نِيْ الَذِّي قَامَ “datang kepadaku seorang(laki-laki) yang berdiri”.
Contoh = جَاءَ تْنِيْ الَذِّي قَامَ “datang kepadaku seorang (perempuan) yang berdiri”.
بَلْ مَــا تَلِيْـهِ أَوْلِهِ الْعَلاَمَـــهْ ¤ وَالنُّوْنُ إنْ تُشْدَدْ فَلاَ مَلاَمَهْ
Akan tetapi, terhadap huruf yang awalnya diiringi oleh Ya’ yang dilemparkan tersebut, kini iringilah! dengan (memasang) tanda Alamat I’rob (menjadi: الذان dan التان saat mahal Rofa’. dan menjadi: الذَيْن dan التَين saat mahal Nashab dan Jarr). Adapun Nun-nya andai ditasydidkan, maka tidak ada cacian untuk itu.
Contoh Mutsanna (menunjukan arti dua) dalam keadaan Rofa’ =
جَاءَ الَلذِّانِ قَامَ ابُوْهُماَ “Dua orang yang ayahnya berdiri itu telah datang”
Contoh Mutsanna (menunjukan arti dua) dalam keadaan Nashab =
رَاَيْتُ اللَّذَيْنِ قَامَ ابُوْهُماَ “saya menyaksikan dua orang yang ayahnya telah berdiri”
Contoh Mutsanna (dual) dalam keadaan Jarr =
مَرَرْتُ بِللَّتَيْنِ قَامَ ابُوْهُماَ “saya bertemu dengan dua orang yang ayah dua-duanya berdiri”
2. Bentuk Isim Maushũl Jama’ (Banyak)
جَمْعُ الَّذِي الألَى الَّذِيْنَ مُطْلَقَا ¤ وَبَعْضُهُمْ بِالْوَاوِ رَفْعَاً نَطَقَا
Jamak-nya lafadz الَّذِي (Isim Mausũl tunggal laki-laki) ialah الألَى atau الَّذِيْنَ secara mutlak (baik guna mahal Rofa’, Nashab dan Jarr). Ada sebagian logat orang Arab berkata dengan memakai Wawu saat mahal Rofa’ (menjadi: اَلَّذُوْنَ )
بِاللاَّتِ وَاللاَّءِ الَّتِي قَدْ جُمِعَا ¤ وَالَلاَّءِ كَالَّذِيْنَ نَزْرَاً وَقَعَا
Lafadz الَّتِي (Isim Mausũl tunggal perempuan) sungguh dijamakkan dengan menjadi اللاَّتِ atau اللاَّءِ. Ditemukan pun اللاَّءِ dihukumi laksana الَّذِيْنَ (isim Mausũl jamak guna perempuan) namun jarang.
Contoh jamak dalam keadaan Rofa’ =
جَاءَ نِيْ الَّذِّيْنَ قاَمُوْا “datang kepadaku mereka yang semuanya berdiri”
Contoh jamak dalam keadaan Nashab =
رَاَيْتُ الَّذِّيْنَ قاَمُوْا “saya menyaksikan mereka yang semuanya berdiri”
Contoh jamak dalam keadaan Jarr =
مَرَرْتُ بِالَّذِّيْنَ قاَمُوْا “saya bertemu dengan mereka yang semuanya berdiri”
3. Bentuk Isim Maushũl Mutlaq (Umum)
وَمَنْ وَمَا وَأَلْ تُسَاوِي مَا ذُكِرْ
Adapun Isim Mausũl مَنْ, مَا , dan أَلْ ialah menyamakan hukumnya dengan Isim Mausũl yang sudah disebut sebelunnya. (artinya: dapat digunakan guna Laki-laki, Perempuan, mufrad, mutsanna, atau Jamak).
Contoh =
جَاءَ نِيْ مَنْ قَامَ، وَمَنْ قَامَتْ، وَمَنْ قَامَا، وَمَنْ قَامَتَا، وَمَنْ قَامُوْا، وَمَنْ قُمْنَ
“datang kepadaku seorang (laki-laki) yang berdiri, (perempuan) yang berdiri, (dua orang laki-laki) yang berdiri, (dua orang perempuan) yang berdiri, mereka (laki-laki) yang berdiri, mereka (perempuan) yang berdiri”
4. Bentuk Isim Maushũl Dza (ذَا)
وَمِثْلُ مَا ذَا بَعْدَ مَا اسْتِفْهَـامِ ¤ أَوْمَنْ إذَا لَمْ تُلْغَ فِي الْكَلاَمِ
Isim Mausũl ذَا statusnya sama dengan isim Mausũl مَا (dipakai guna tunggal, dual, jamak, laki-laki dan perempuan), dengan kriteria (1) ذَا jatuh setelah ما Istifham atau من Istifham, (2); ذَا tidak diurungkan didalam Kalam (maksudnya: ذَا dan ما atau من tersebut, tidak dijadikan satu kata Istifham (kata tanya).
Contoh =
مَنْ ذاَ جَاءَكَ - مَاذاَ عِنْدَكَ
“siapa orang yang datang kepadamu” – “tidak terdapat orang yang disampingmu”
5. Bentuk Shilah Isim Maushũl
وَكُلُّهَــا يَلْـزَمُ بَعَــدَهُ صِلَـهْ ¤ عَلَى ضَمِيْرٍ لاَئِقٍ مُشْتَمِلَهْ
Setiap Isim-Isim Mausũl diputuskan adanya Shilah (jumlah atau kalimat keterangan) setelahnya, yang mencakupi atas Dhamir yang cocok (ada Dhamir atau ’Aid yang berpulang pada Isim Mausũl).
Contoh =
جَاءَ نِيْ الَذِّي ضَرَبْتُهُ - والَذِّانِ ضَرَبْتُهُمَا- الَذِّيْنَ ضَرَبْتُهُمْ
“datang kepadaku seorang (laki-laki) yang saya pukul, dan (dua) orang yang saya pukul, dan mereka yang saya pukul”
6. Bentuk Isim Maushũl Ayyun (أَيٌّ) dan Shilahnya
أَيُّ كَمَا وَأُعْرِبَتْ مَا لَمْ تُضَفْ ¤ وَصَدْرُ وَصْلِهَا ضَمِيْرٌ انْحَذَفْ
Isim Mausul أيّ “Ayyun” dihukumi laksana Isim Maushũl “Ma” (bisa guna Mudzakkar, Muannats, Mufrod, Mutsanna pun Jama’) selagi tidak Mudhaf dan Shadar Silah-nya (‘A-id yang menjadi permulaan Shilah) ialah berupa Dhamir yang terbuang.
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌ قَائِمٌ “manakah orang yang berdiri yang sudah mengagumkanku”
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌهُمْ هُوَ قَائِمٌ “manakah kaum yang sudah mengherankanku yang mana dia orang yang berdiri”
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌ هُوَ قَائِمٌ “manakah orang yang sudah mengherankanku yang mana dia orang yang berdiri”
7. Bentuk Pembuangan Shadar Shilah (‘Aid Majrur)
كَذَاكَ حَذْفُ مَا بِوَصْفٍ خُفِضَا ¤ كَأَنْتَ قَاضٍ بَعْدَ أَمْـرٍ مِنْ قَضَى
Seperti tersebut juga (banyak dipakai dan jelas) yaitu pengasingan ‘Aid yang dikhofadkan atau dijarkan oleh kata sifat. Seperti lafadz أَنْتَ قَاضٍ ( takdirannya: أَنْتَ قَاضِيْه ) sesudah Fi’il Amarnya lafadz قَضَى.
Contoh =
فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ
“maka putuskanlah apa yang berkeinginan kamu putuskan..”(Q.S. Tha-Hâ: 72)
كَذَا الَّذِي جُرَّ بِمَا الْمَوْصُوْلَ جَرْ ¤ كَمُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ فَهْــوَ بــَــرْ
Demikian pun (sering melemparkan Aid pada Shilah Maushũl) yakni Aid yang dijarkan oleh Huruf yang mengejarkan Isim Maushũlnya (dengan ‘Amil yang seragam).
Contoh =
مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ (takdirannya: مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ بِهِ)
“berjalanlah anda dengan orang yang mana saya sudah bertemu”
D. Kesimpulan
Isim Maushũl (Kata Sambung) ialah Isim yang bermanfaat untuk menghubungkan sejumlah kalimat atau pokok benak menjadi satu kalimat. Contoh secara umum pemakaian Isim Maushũl laksana di bawah ini:
1. Bila Isim Maushũl itu digunakan untuk Muannats (perempuan) maka: الَّذِيْ menjadi: الَّتِيْ.
misal =
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَةُ الَّتِيْ تَدْرُسُ الْفِقْه =
“Guru (pr) yang mengajar fiqh itu telah datang”.
2. Bila Isim Maushũl itu dipakai untuk Mutsanna (dual) maka: الَّذِيْ menjadi: الَّذَانِ sementara الَّتِيْ menjadi: الَّتَانِ
misal = جَاءَ الْمُدَرِّسَانِ الَّذَانِ يَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = “datang dua orang guru (lk) yang melatih fiqh itu”. misal =جَاءَتِ الْمُدَرِّسَتَانِ الَّتَان تَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = “datang dua orang guru (pr) yang melatih fiqh”.
3. Bila Isim Maushũl itu digunakan untuk Jamak (banyak) maka : الَّذِيْ menjadi: الَّذِيْنَ sedangkan: الَّتِيْ menjadi: اللاَّتِيْ
misal = جَاءَ الْمُدَرِّسُوْنَ الَّذِيْنَ يَدْرُسُوْنَ الْفِقْهَ = “datang guru-guru (lk) yang melatih Fiqh itu”
misal = جَاءَتِ الْمُدَرِّسَاتُ اللاَّتِيْ يَدْرُسْنَ الْفِقْهَ = “datang guru-guru (pr) yang melatih fiqh itu”.
4. Isim-isim maushul:
الذي
yang : Untuk jenis laki-laki tunggal
التي
yang : Untuk wanita tunggal
اللذان
yang: Untuk dua laki-laki
اللتان
yang: Untuk dua perempuan
الذين
yang: Untuk tidak sedikit laki-laki
اللاتي
yang: Untuk tidak sedikit perempuan
من
yang: Khusus guna yang berakal
ما
yang: Khusus guna yang tidak berakal
Contoh-contoh dalam kalimat:
غلبت الذى غلبني
Saya sudah menang dari orang yang sudah pernah mengalahkanku
سفرت التى كانت عندنا
Telah pergi wanita yang tinggal bareng kami
احبّ الذين علموني
Aku menyukai orang-orang yang sudah mengajari aku
أحسن الى من احسن اليك
Berbuat baiklah anda kepada orang yang melakukan baik kepadamu
لاتأكل مالا تستطيع هضمه
Janganlah anda makan sesuatu yang anda tidak dapat mengunyahnya
Demikianlah penjelasan singkat tentang isim maushul, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :D
Pengertian Isim Tafdhil (اسم التفضيل) dalam Ilmu Nahwu
اِسْمُ التَّفْضِيْلِ = Ismu at-tafdhiil
Isim tafdhil ialah isim yang disusun dari wazan أَفْعَلُ (af'alu).
Isim tafdhiil tergolong isim yang mamnu' minash sharf (tidak bertanwin).
Penggunaan isim tafdhil = Isim tafdhiil dipakai untuk mengekspresikan sebuah komparasi antara satu dengan yang beda (bentuk komparatif), dan guna mengekspresikan format superlatif (perbandingan yang teratas, yang mengaku paling atau ter)
Contoh format komparatif : Saya lebih tinggi daripada kamu.
Contoh format superlatif: Saya sangat tinggi (tertinggi) di ruang belajar ini.
Pola isim tafdhil guna isim mudzakkar dan mu-annats ialah sama yakni berpola (wazan) أَفْعَلُ.
Contoh evolusi isim ke wazan af'alu
- طَوِيْلٌ (tinggi) => menjadi أَطْوَلُ (lebih tinggi atau tertinggi)
- صَغِيْرٌ (kecil) => menjadi أَصْغَرُ (lebih kecil atau sangat kecil)
- جَمِيْلٌ (indah) => menjadi أَجْمَلُ (lebih estetis atau terindah)
- فَقِيْرٌ (miskin) => menjadi أَفْقَرُ (lebih kurang mampu atau sangat miskin).
- سَهْلٌ (mudah) => menjadi أَسْهَلُ (lebih gampang atau termudah)
Bentuk isim tafdhil
Isim tafdhil memiliki dua bentuk, yaitu:
1. isim yang berpola أَفْعَلُ , setelahnya ialah huruf jar مِنْ (min).
Bentuk ini dalam bahasa Inggris disebut comparative degree, dan dalam bahasa Indonesia dinamakan tingkat perbandingan.
Isim أَفْعَلُ yang dibuntuti oleh مِنْ dengan kata lain = lebih .... daripada ....
Isim yang berpola أَفْعَلُ ini dipakai untuk mudzakkar, muannats, tunggal, dan jamak.
Contoh kalimat isim tafdhil format kesatu dan artinya
- زَيْدٌ أفْضَلُ مِنْ مَحْمُوْدٍ= Zaidun afdhalu min mahmuudin = Zaid lebih baik daripada Mahmud.
- عَائِشَةُ أَمْهَرُ مِنْ فَاطِمَةَ = 'aa-isyatu amharu min faathimata = Aisyah lebih pandai dari fatimah.
- هَذَا الشَّارِعُ أوْسَعُ مِنْ ذَلِكَ = haadza asy-syaari'u ausa'u min dzaalika = Jalan ini lebih luas daripada jalan itu.
2. isim yang berpola أَفْعَلُ (sebagai mudhaaf), dibuntuti oleh isim mufrad
Bentuk yang kedua: dalam bahasa Inggris, format ini disebut superlative degree atau format superlatif.
Isim yang berwazan أَفْعَلُ ialah mudhaf, kemudian dibuntuti oleh mudhaf ilaihi (diikuti oleh isim yang majrur.
Isim yang berpola أَفْعَلُ yang dibuntuti oleh isim majrur, artinya ialah paling... atau ter...
Wazan af'alu ini dipakai untuk mudzakkar dan mu-annats.
Contoh kalimat isim tafdhil format kedua dan artinya
- هُوَ أَحْسَنُ طَالِبٍ فِي المَعْهَدِ = huwa ahsanu thaalibin fii al-ma'hadi = Dia siswa terbaik di kampus.
- هَذَا الشَّارِعُ أَنْظَفُ شَارِعٍ فِي المَدِيْنَةِ = hadzaa asy-syaari'u anzhafu syaari'in fii al-madiinati = Jalan ini sangat bersih di kota.
Contoh isim tafdhil dalam al-qur'an
Di bawah ini ialah beberapa ayat dari al-Quran yang ada isim tafdhiil, diantaranya merupakan :
لَخَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
(Surat al-mu'min:57)
Artinya Sesungguhnya pembuatan langit dan bumi lebih banyak daripada penciptaan insan akan tetapi banyak sekali manusia tidak mengetahui
وَكَانَ لَهُۥ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصٰحِبِهِۦ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَنَا۠ أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَ أَعَزُّ نَفَرًا
(Surat al-kahfi: 34)
Artinya: Dan dia memiliki kekayaan besar, maka ia berbicara kepada kawannya (yang mukmin) ketika berdialog dengannya, "hartaku lebih tidak sedikit daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.
Contoh soal isim tafdhil
1. Terjemahkan ke dalam bahasa Arab kalimat ini : Siapa siswa yang sangat tinggi di ruang belajar itu?
2. Ubah isim-isim ini menjadi isim tafdil dan sebutkan dengan kata lain masing-masing:
- رَخِيْصٌ
- بَعِيْدٌ
- شَهِيْرٌ
3. Artikan ke dalam bahasa Indonesia kalimat ini:
بَيْتِي أَبْعَدُ عَنِ المَدْرَسَةِ مِنْ بَيْتِكَ = baitii ab'adu 'anil madrasati min baitika.
4. Terjemahkan ke dalam bahasa Arab kalimat ini: Jam ini lebih murah daripada jam itu.
5. Zainab ialah siswi terkecil di sekolah itu. Ubah kalimat ini ke bahasa Arab.
6. Apa lawan katanya sangat jauh, sebutkan dalam bahasa arab.
7. Apa makna أَكْثَرُ , sebutkan lawan katanya dalam bahasa arab.
Jawaban
1. مَنْ أَطْوَلُ طَالِبٍ فِي الفَصْلِ ؟
2. رَخِيْصٌ dengan kata lain murah
isim tafdil => أَرْخَصُ (arkhasu) => dengan kata lain lebih murah atau sangat murah.
بَعِيْدٌ = ba'iidun = dengan kata lain jauh.
isim tafdil => أَبْعَدُ (ab'adu) => dengan kata lain lebih jauh atau sangat jauh.
شَهِيْرٌ = syahiirun => dengan kata lain terkenal.
isim tafdil => أَشْهَرُ (asyharu) => dengan kata lain lebih familiar atau sangat terkenal.
3. Rumahku lebih jauh dari sekolah daripada rumahmu.
4. هَذِهّ السَّاعَةُ أَرْخَصُ مِنْ تِلْكَ
5. زَيْنَبُ أَصْغَرُ طَالِبَةٍ فِي المَدْرَسَةِ
6. Lawan kata sangat jauh ialah paling dekat, bahasa arabnya ialah = أَقْرَبُ (aqrabu).
7. Aktsaru dengan kata lain lebih banyak/terbanyak, lawan katanya ialah lebih sedikit/paling sedikit, bahasa arabnya => أَقَلُّ (aqallu).
Demikianlah penjelasan singkat tentang isim tafdhil, semoga bermanfaat dan selamat belajar!
Pengertian Isim Dhomir (اسم الضمير) dan Pembagiannya dalam Ilmu Nahwu
Pengertian Dhomir
Dhomir dalam bahasa Indonesia dinamakan kata ganti. Sedangkan definisi dhomir merupakan Isim Ma'rifah yang Mabni yang bermanfaat untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu atau seseorang maupun sekelompok.
Mabni diatas maksudnya yakni Isim yang tidak berubah harokat kesudahannya baik dalam suasana rofa, nashob maupun khofadz/jarr. sehingga bila di i’rob melulu menempati kedudukannya saja, harokat akhir tidak berubah
Dhomir sering dikenal juga dengan kata yang menunjukkan makna ia, kamu, saya, ataupun seseorang, baik berdua atau banyak, laki-laki atau perempuan.
Mudhmar dan dhomir ialah dua isim yang sama, yaitu tentang lafadz yang dipergunakan guna mutakallim (pembicara), laksana lafadz أَنَا = saya, atau orang yang disuruh bicara ( orang kedua) laksana أَنْتَ = kamu, atau guna orang ketiga laksana lafazh هُوَ = dia.
Pembagian Dhomir
Dhomir terbagi menjadi tiga bagian :
1. Dhomir Munfashil (الضمير المنفصل). Pengertian dhomir munfashil merupakan dhomir yang penulisanya dipisah dari isimnya sebab dhomir munfashil ialah dhomir yang berdiri sendiri. Contoh :
هو طالِبٌ = Dia (laki-laki) seorang pelajar.
أنْتَ نشيطٌ = Kamu (laki-laki) rajin.
هي مُدَرِّسَةٌ = Dia (pr) seorang guru (wanita).
Dhomir munfashil mempunyai 2 macam:
a). Dhomir munfashil yang di-rofa'-kan
Contoh: أَنا طالب , انت طالب , هم طلاب.
b). Dhomir munfashil yang dinashobkan
Contoh : إياك ، إياي ، إياكم .
2. Dhomir Muttashil (الضمير المتصل) merupakan dhomir yang penulisannya estafet dengan kata yang beda (menyatu). Dhomir ini berkedudukan sebagai objek. Contohnya : هذا كتابي (haadzaa kitaabii)= ini buku ku.
Dhomir Muttashil mempunyai 3 macam bentuk:
a). Dhomir Muttashil yang dibaca rofa'
b). Dhomir Muttashil yang dibaca nashob
c). Dhomir Muttashil yang dibaca jarr
3. Dhomir Mustatir (الضمير المستتر) merupakan dhomir yang tersembunyi dalam sebuah kata kerja / fi'il. Dhomir ini tidak tertulis atau tidak kelihatan tapi dapat diketahui dengan melihat format kata kerjanya. Contoh:
(ذهب) : Dia (lk) sudah pergi. Kata kerja ini mempunyai pelaku/fail yg tidak tertulis/tersembunyi yakni (هو).
(ذهبتُ) : Saya sudah pergi. Kata kerja ini mempunyai pelaku tersembunyi yang taqdirnya ialah anaa (أنا).
ذَهَبَ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Dia laki-laki sudah pergi ke sekolah )
ذَهَبْتُ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Saya sudah pergi ke sekolah )
أَذْهَبُ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Aku sedang pergi ke sekolah )
Dhomir dikelompokkan menjadi tiga macam:
1. Mutakallim ( مُتَكَلِّم ) atau penceramah orang kesatu .
a) Mufrad/Tunggal: أَنَا guna Mudzakkar maupun Muannats.
b) Mutsanna/Jamak: نَحْنُ guna Mudzakkar maupun Muannats.
2. Mukhotob ( مُخَاطَب ) atau orang yang diajak bicara (orang kedua). Terdiri dari:
a) Mufrad: أَنْتَ (Anta) guna Mudzakkar dan أَنْتِ (Anti) guna Muannats.
b) Mutsanna: أَنْتُمَا guna Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: أَنْتُمْ (antum) guna Mudzakkar dan أَنْتُنَّ (antunna) guna Muannats.
3. Ghoib ( غَائِب ), tidak berada di lokasi stau orang ketiga. Terdiri dari:
a) Mufrad: هُوَ (huwa) guna Mudzakkar dan هِيَ (hiya) guna Muannats.
b) Mutsanna: هُمَا guna Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: هُمْ (Hum) guna Mudzakkar dan هُنَّ (Hunna) guna Muannats.
Ketentuan Dhomir
Dhomir terdapat yang menempati status rofa’, nashob dan jarr.
Apabila dibaca Rofa’ maka kedudukannya sebagai mubtada’, khobar, fa’il atau naibul fa’il, isim kaana.
Apabila dibaca Nashob maka kedudukannya sebagai maf’ul bihi dan isim inna.
Apabila Dhomir dibaca jarr, maka kedudukannya sebagai mudhof ilayhi dan majrur, sebab didahului huruf jar.
Dhomir dapat tampak (ضَمِيْرٌ ظَاهِرٌ) contohnya كَتَبْتُada pun yang tidak terlihat (ضَمِيْرٌ مُسْتَتِرٌ) misalnya كَتَبَ.
Syarat dhomir jangan dibaca jazm, sebab tidak terdapat dhomir yang menempati status Jazm sebab dhomir ialah isim dan isim tersebut tidak terdapat yang majzum.
Dhomir dalam bahasa Indonesia dinamakan kata ganti. Sedangkan definisi dhomir merupakan Isim Ma'rifah yang Mabni yang bermanfaat untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu atau seseorang maupun sekelompok.
Mabni diatas maksudnya yakni Isim yang tidak berubah harokat kesudahannya baik dalam suasana rofa, nashob maupun khofadz/jarr. sehingga bila di i’rob melulu menempati kedudukannya saja, harokat akhir tidak berubah
Dhomir sering dikenal juga dengan kata yang menunjukkan makna ia, kamu, saya, ataupun seseorang, baik berdua atau banyak, laki-laki atau perempuan.
Mudhmar dan dhomir ialah dua isim yang sama, yaitu tentang lafadz yang dipergunakan guna mutakallim (pembicara), laksana lafadz أَنَا = saya, atau orang yang disuruh bicara ( orang kedua) laksana أَنْتَ = kamu, atau guna orang ketiga laksana lafazh هُوَ = dia.
Pembagian Dhomir
Dhomir terbagi menjadi tiga bagian :
- Pertama منفصل Munfashil (terpisah)
- Kedua متصل Muttashil (menyatu/bersambung)
- Ketiga مستر Mustatir (melebur)
1. Dhomir Munfashil (الضمير المنفصل). Pengertian dhomir munfashil merupakan dhomir yang penulisanya dipisah dari isimnya sebab dhomir munfashil ialah dhomir yang berdiri sendiri. Contoh :
هو طالِبٌ = Dia (laki-laki) seorang pelajar.
أنْتَ نشيطٌ = Kamu (laki-laki) rajin.
هي مُدَرِّسَةٌ = Dia (pr) seorang guru (wanita).
Dhomir munfashil mempunyai 2 macam:
a). Dhomir munfashil yang di-rofa'-kan
Contoh: أَنا طالب , انت طالب , هم طلاب.
b). Dhomir munfashil yang dinashobkan
Contoh : إياك ، إياي ، إياكم .
2. Dhomir Muttashil (الضمير المتصل) merupakan dhomir yang penulisannya estafet dengan kata yang beda (menyatu). Dhomir ini berkedudukan sebagai objek. Contohnya : هذا كتابي (haadzaa kitaabii)= ini buku ku.
Dhomir Muttashil mempunyai 3 macam bentuk:
a). Dhomir Muttashil yang dibaca rofa'
b). Dhomir Muttashil yang dibaca nashob
c). Dhomir Muttashil yang dibaca jarr
3. Dhomir Mustatir (الضمير المستتر) merupakan dhomir yang tersembunyi dalam sebuah kata kerja / fi'il. Dhomir ini tidak tertulis atau tidak kelihatan tapi dapat diketahui dengan melihat format kata kerjanya. Contoh:
(ذهب) : Dia (lk) sudah pergi. Kata kerja ini mempunyai pelaku/fail yg tidak tertulis/tersembunyi yakni (هو).
(ذهبتُ) : Saya sudah pergi. Kata kerja ini mempunyai pelaku tersembunyi yang taqdirnya ialah anaa (أنا).
ذَهَبَ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Dia laki-laki sudah pergi ke sekolah )
ذَهَبْتُ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Saya sudah pergi ke sekolah )
أَذْهَبُ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Aku sedang pergi ke sekolah )
Dhomir dikelompokkan menjadi tiga macam:
1. Mutakallim ( مُتَكَلِّم ) atau penceramah orang kesatu .
a) Mufrad/Tunggal: أَنَا guna Mudzakkar maupun Muannats.
b) Mutsanna/Jamak: نَحْنُ guna Mudzakkar maupun Muannats.
2. Mukhotob ( مُخَاطَب ) atau orang yang diajak bicara (orang kedua). Terdiri dari:
a) Mufrad: أَنْتَ (Anta) guna Mudzakkar dan أَنْتِ (Anti) guna Muannats.
b) Mutsanna: أَنْتُمَا guna Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: أَنْتُمْ (antum) guna Mudzakkar dan أَنْتُنَّ (antunna) guna Muannats.
3. Ghoib ( غَائِب ), tidak berada di lokasi stau orang ketiga. Terdiri dari:
a) Mufrad: هُوَ (huwa) guna Mudzakkar dan هِيَ (hiya) guna Muannats.
b) Mutsanna: هُمَا guna Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: هُمْ (Hum) guna Mudzakkar dan هُنَّ (Hunna) guna Muannats.
Ketentuan Dhomir
Dhomir terdapat yang menempati status rofa’, nashob dan jarr.
Apabila dibaca Rofa’ maka kedudukannya sebagai mubtada’, khobar, fa’il atau naibul fa’il, isim kaana.
Apabila dibaca Nashob maka kedudukannya sebagai maf’ul bihi dan isim inna.
Apabila Dhomir dibaca jarr, maka kedudukannya sebagai mudhof ilayhi dan majrur, sebab didahului huruf jar.
Dhomir dapat tampak (ضَمِيْرٌ ظَاهِرٌ) contohnya كَتَبْتُada pun yang tidak terlihat (ضَمِيْرٌ مُسْتَتِرٌ) misalnya كَتَبَ.
Syarat dhomir jangan dibaca jazm, sebab tidak terdapat dhomir yang menempati status Jazm sebab dhomir ialah isim dan isim tersebut tidak terdapat yang majzum.
Pengertian Isim Isyarah (الإسْمُ الإشَارَةِ) dalam Imu Nahwu
Baca Juga : Pengertian Isim Dan Contohnya dalam Ilmu Nahwu
Apa tersebut Isim Isyarah ?
Isim Isyarah adalah kata tunjuk, atau kata penghubung khusus menunjukan sesuatu. Jika dalam bahasa indonesia tidak jarang kita sebut “ini” dan “itu“. Namun bertolak belakang dengan bahasa arab, kata tunjuk disini me sti disusaikan peruntukannya khusus apa dan jumlahnya berapa, karena andai salah dalam menunjukan atau tertukar kata penunjukan dijamin akan menciptakan lawan bicara bakal gagal faham.
Isim Isyarah khusus mudzakar : (INI)
Tunggal : هذا
Contoh kalimat : Ini guru (pria)-> هذا مدرس
Ganda : هذانِ
Contoh kalimat : Ini 2 guru (pria)-> هذان مدرسان
Jamak : هؤُلَاءِ
Contoh kalimat : ini 3 guru (pria)- > هؤُلَاءِ مدرسون
Isim Isyarah khusus mudzakar : (ITU)
Tunggal : ذلكَ
Contoh kalimat : tersebut guru (pria)-> ذلكَ مدرس
Ganda : ذانك
Contoh kalimat : tersebut 2 guru (pria)-> ذانك مدرسان
Jamak : أُولئكَ
Contoh kalimat : tersebut 3 guru (pria) – > أُولئكَ مدرسون
Isim Isyarah khusus muanats: (INI)
Tunggal : هذه
Contoh kalimat : ini guru (wanita) -> هذه مدرسة
Ganda : هاتانِ
Contoh kalimat : ini 2 guru (wanita) -> هاتانِ مدرستان
Jamak : هؤُلَاءِ
Contoh kalimat : ini 3 guru (wanita) -> هؤُلَاءِ مدرسات
Isim Isyarah khusus muanats: (ITU)
Tunggal : تِلْكَ
Contoh kalimat : tersebut guru (wanita) -> تِلْكَ مدرسة
Ganda : تانِكَ
Contoh kalimat : tersebut 2 guru (wanita) -> تانِكَ مدرستان
Jamak : أُولَئِكَ
Contoh kalimat : tersebut 3 guru (wanita) -> أُولَئِكَ مدرسات
Baca Juga : Pengertian Fiil dan Contohnya Dalam Ilmu Nahwu
Itulah keterangan dari Isim isyarah sebagai kata tunjuk dalam bahasa arab. Bagi semua pemula khusus usahakan pahami dengan baik pemakaian isim isyarah tersebut. Karena kata tunjuk ini lumayan sering dikhususkan dalam kaidah berbahasa arab. Dan khusus latihan dapat variasikan dengan menunjukan lain apa saja, sekaligus menggandakan kosa kata.
Pengertian Haal (الحال) dalam Ilmu Nahwu (disertai contoh yang jelas dan memahamkan)
A. PENGERTIAN HAAL ( حال )
Haal ialah isim Manshub yang menyatakan keterangan suasana yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana fa’il. Seperti dalam misal :
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah datang sambil berkendara
Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada di dalam firman Allah Swt, inilah :
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana Musa masa-masa keluarnya.
Atau menjelaskan suasana maf’ul, laksana dalam misal :
رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah menunggang kuda sambil berpelana.
Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana kuda waktu dipakai angkutan di atasnya. Dan laksana yang ada dalam firman Allah Swt. Berikut :
وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا
“ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk segenap manusia.”(An-Nisa:79)
Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf kaf yang ada pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.
Atau menyatakan kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal :
لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا = Aku sudah bertemu Abdullah sambil berkendaraan.
Yang dimaksud sambil berkendaraan tersebut ialah aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.
B. SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA
1. Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali nakirah. Apabila terdapat haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti misal :
جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ = Zaid sudah datang sendirian.
Taqdirnya ialah :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah datang sendirian
Keterangan :
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan format ma’rifat, namun maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya ialah :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah datang sendirian.
2. Kebanyakan haal tersebut dalam format musytaq (terbentuk dari tasrif/pergantian bentuk), berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada pula yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), namun berisi arti musytaq, laksana dalam contoh-contoh inilah :
بَدَتِ الجَارِيَةُ قَمَرًا = Anak perempuan tersebut tampak laksana bulan.
Yang dimaksud dengan bulan merupakan bercahaya.
بِعْتُهُ يَدًا بِيَدٍ= Aku telah memasarkan barang tersebut secara timbang terima.
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima merupakan jual beli secara kontan.
وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.
Yang dimaksud dengan seorang –seorang merupakan berurutan.
3. Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali me sti setelah sempurna kalam-nya, yaitu sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan arti bahwa lafazh haal tersebut tidak termasuk di antara dari kedua unsur lafazh jumlah, namun tidak pun yang dimaksud bahwa suasana kalam itu lumayan dari haal ( tidak memerlukan haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :
وَلَاتَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah anda berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)
4. Tidak terdapat shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format ma’rifat, sebagaimana yang telah diajukan pada contoh-contoh tadi atau dalam format nakirah bila ada haal yang membolehkannya, yakni : Hendaknya haal melampaui nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak setelah nafi. Contoh haal yang melampaui nakirah laksana :
فِي الدََارِ رَجُلٌ جَالِسًا = Didalam rumah tersebut ada seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah laksana yang ada di dalam firman Allah Swt. Berikut :
فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً
“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ .
Contoh lainnya merupakan firman Allah Swt :
وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ
“Dan kami tidak memusnahkan sesuatu negeri pun, tetapi sesudah terdapat baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)
Lafazh لَهَامُنْذِرُوْنَ ialah jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ .
5. Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dirasakan sah sebab ada huruf nafi yang mendahuluinya.
Dan qiraat (bacaan) beberapa mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat inilah bacaanya dengan nashab, yakni :
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ
“Dan sesudah datang untuk mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)
Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah sebab di-takhshish oleh zharaf, yakni : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.
Haal (الحال) itu ada yang berbentuk zharaf, laksana dalam misal :
رَأيْتُ الهِلاَلَ بَيْنَ السَحَابِ= Aku telah menyaksikan bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ ialah zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .
Ada pun yang berbentuk jar dan majrur, laksana yang ada di dalam firman Allah Swt . inilah ini :
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ
“Maka keluarlah karun untuk kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)
Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terdapat di dalam lafazh خَرَجَ .
Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang sehubungan dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya laksana yang ada di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :
خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ
“ Mereka tersebut keluar dari dusun halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)
Jumlah atau kalimat وَهُمْ أُلُوفٌ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا
yang sehubungan dengan dhamir saja, laksana yang ada di dalam firman Allah Swt inilah :
اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ
“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh untuk yang lain”. (Al-Baqarah:36)
Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sementara lafazh لِبَعْضٍ sehubungan dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yakni lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan.
Atau sehubungan dengan wawu (saja), laksana yang ada di dalam firman Allah Swt inilah :
لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْب وَنَحْنُ عُصْبَة
“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami kelompok (yang kuat)”. (Yusuf:14)
Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang sehubungan dengan wawu saja.
Kata Nazhim :
الحَالُ وَصْفٌ ذُو انْتِصَابٍ آتِي مُفَسِّرٌ لِمُبْهَمِ الهَيْئَاتِ
Haal ialah washf (sifat) yang di nashob-kan yang bermanfaat menjelaskan suasana yang samar.
وَإِنَّمَا يُؤْتَى بِهِ مُنْكَّرَا وَغَالِباً يُؤْتَى بِهِ مُؤَخَّرًا
Sesungguhnya eksistensi haal tersebut dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).
C. PEMBAGIAN HAAL DAN CONTOHNYA
Haal terdapat 3 yakni :
1. Haal Mufrad (Haal yang terdiri dari satu kata)
Contoh :
وَيَنقَلِبُ إِلَىٰ أَهْلِهِ مَسْرُورًا
Artinya : Dan dia berpulang pada kaumnya dengan gembira ( Q.S. Al-Istyqaq : 9 )
اسم الفاعل: ذَهَبَ عَلِيٌّ إلَى المَسْجِدِ مَاشِيًا
Haal dalam bentuk isim fa'il: Ali pergi ke masjid dengan jalan kaki
اسم المفعول: قَامَ الفَائِز ُ مَسْرُوْرًا
Haal dalam bentuk isim Maf'ul : Para pemenang berdiri dengan senang
الصفة المشبّهات باسم الفاعل: زُرْتُ فَاطِمَةَ فَرِحَةً
Haal dalam bentuk sifat yang menyerupai isim fa'il: Saya mengunjungi Fatimah dalam suasana riang gembira
صيغة المبالغة: الجَاهِلُ قَرَأ الكِتَابَ مكْسَالاً
Haal dalam bentuk Shigot Mubalaghoh: Orang bebal itu membaca kitab dalam suasana sangat malas
اسم التفضيل: هَرَبَ عَلِيٌّ اَسْرَعَ مِنِّي
Haal dalam bentuk isim tafdhil (kata benda yang menunjukan arti lebih): Ali berlari lebih cepat dari aku
2. Haal Jumlah (Haal yang terbentuk dari kalimat)
Contoh :
رَأيْتُ الأسْتَاذَ يَبْدَأُ الدَرْسَ
Saya menyaksikan bapak guru mengawali pelajaran.
Syarat haal jumlah ialah berisi rabith (penghubung) yang menghubungkan urusan dengan shahibul hal. Rabith ini berupa dhamir dan wawu.
Ø Dhamir
حَضَرَ الطُلَّابُ يَمْشُوْنَ
Para pelajar datang dengan berjalan kaki.
Ø Wawu
لاَ تَقْرَبُوْا الصَلَاةَ وَأنْتُمْ سُكَارَى
Janganlah anda semua mendekati shalat padahal anda semua dalam suasana mabuk. (Q.S. An-Nisa : 43 )
3.Haal Shibhul jumlah (Haal nya menyerupai kalimat)
Contoh :
يُضِيْئُ المِصْبَاحُ حَوْلَهُ
Lampu menerangi sekitarnya
جَاءَ القَوْمُ رَجُلًا رَجُلًا
Kaum tersebut datang seorang – seorang
KESIMPULAN
Dari ulasan di atas dapat diputuskan bahwa haal ialah isim Manshub yang menyatakan keterangan suasana yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana fa’il. Hal terbagi jadi dua yakni : Hal Muakkidah, sebagai pengokohan yakni tidak ada arti lain di samping sebagai taukid. Hal Mubayyinah, sebagai keterangan yakni sifat Fadhalah/Sambilan yang dinashobkan untuk menjelaskan tingkah atau gaya shohibul-haal saat terjadinya kegiatan utama. Dimana kriteria -syarat haal terbagi tiga yakni : Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali nakirah. Apabila terdapat haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah. Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali me sti setelah sempurna kalam-nya. Tidak terdapat shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format ma’rifat. Sehingga penting untuk kita guna mempelajari Bab haal lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Moch.2012. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan
‘Imirthy Berikut Penjelasannya. Sinar Baru Algensindo:Bandung.
Munawari,Akhmad. 2003. Belajar Cepat Tata Bahasa Arab. Nurma Media
Idea:Yogyakarta.
Sukamto,Imaduddin,Akhmad Munawari. 2000. Tata Bahasa Arab
Sistematis. Nuansa Aksara Group:Yogyakarta.
Tsaqib. “Bab Haal”. 2011. Diakses dari : http://tsaqibpermata.blogspot.
com /2011/09/bab-haal.html.
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah datang sambil berkendara
Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada di dalam firman Allah Swt, inilah :
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana Musa masa-masa keluarnya.
Atau menjelaskan suasana maf’ul, laksana dalam misal :
رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah menunggang kuda sambil berpelana.
Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana kuda waktu dipakai angkutan di atasnya. Dan laksana yang ada dalam firman Allah Swt. Berikut :
وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا
“ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk segenap manusia.”(An-Nisa:79)
Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf kaf yang ada pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.
Atau menyatakan kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal :
لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا = Aku sudah bertemu Abdullah sambil berkendaraan.
Yang dimaksud sambil berkendaraan tersebut ialah aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.
B. SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA
1. Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali nakirah. Apabila terdapat haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti misal :
جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ = Zaid sudah datang sendirian.
Taqdirnya ialah :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah datang sendirian
Keterangan :
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan format ma’rifat, namun maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya ialah :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah datang sendirian.
2. Kebanyakan haal tersebut dalam format musytaq (terbentuk dari tasrif/pergantian bentuk), berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada pula yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), namun berisi arti musytaq, laksana dalam contoh-contoh inilah :
بَدَتِ الجَارِيَةُ قَمَرًا = Anak perempuan tersebut tampak laksana bulan.
Yang dimaksud dengan bulan merupakan bercahaya.
بِعْتُهُ يَدًا بِيَدٍ= Aku telah memasarkan barang tersebut secara timbang terima.
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima merupakan jual beli secara kontan.
وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.
Yang dimaksud dengan seorang –seorang merupakan berurutan.
3. Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali me sti setelah sempurna kalam-nya, yaitu sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan arti bahwa lafazh haal tersebut tidak termasuk di antara dari kedua unsur lafazh jumlah, namun tidak pun yang dimaksud bahwa suasana kalam itu lumayan dari haal ( tidak memerlukan haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :
وَلَاتَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah anda berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)
4. Tidak terdapat shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format ma’rifat, sebagaimana yang telah diajukan pada contoh-contoh tadi atau dalam format nakirah bila ada haal yang membolehkannya, yakni : Hendaknya haal melampaui nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak setelah nafi. Contoh haal yang melampaui nakirah laksana :
فِي الدََارِ رَجُلٌ جَالِسًا = Didalam rumah tersebut ada seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah laksana yang ada di dalam firman Allah Swt. Berikut :
فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً
“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ .
Contoh lainnya merupakan firman Allah Swt :
وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ
“Dan kami tidak memusnahkan sesuatu negeri pun, tetapi sesudah terdapat baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)
Lafazh لَهَامُنْذِرُوْنَ ialah jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ .
5. Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dirasakan sah sebab ada huruf nafi yang mendahuluinya.
Dan qiraat (bacaan) beberapa mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat inilah bacaanya dengan nashab, yakni :
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ
“Dan sesudah datang untuk mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)
Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah sebab di-takhshish oleh zharaf, yakni : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.
Haal (الحال) itu ada yang berbentuk zharaf, laksana dalam misal :
رَأيْتُ الهِلاَلَ بَيْنَ السَحَابِ= Aku telah menyaksikan bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ ialah zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .
Ada pun yang berbentuk jar dan majrur, laksana yang ada di dalam firman Allah Swt . inilah ini :
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ
“Maka keluarlah karun untuk kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)
Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terdapat di dalam lafazh خَرَجَ .
Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang sehubungan dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya laksana yang ada di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :
خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ
“ Mereka tersebut keluar dari dusun halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)
Jumlah atau kalimat وَهُمْ أُلُوفٌ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا
yang sehubungan dengan dhamir saja, laksana yang ada di dalam firman Allah Swt inilah :
اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ
“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh untuk yang lain”. (Al-Baqarah:36)
Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sementara lafazh لِبَعْضٍ sehubungan dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yakni lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan.
Atau sehubungan dengan wawu (saja), laksana yang ada di dalam firman Allah Swt inilah :
لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْب وَنَحْنُ عُصْبَة
“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami kelompok (yang kuat)”. (Yusuf:14)
Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang sehubungan dengan wawu saja.
Kata Nazhim :
الحَالُ وَصْفٌ ذُو انْتِصَابٍ آتِي مُفَسِّرٌ لِمُبْهَمِ الهَيْئَاتِ
Haal ialah washf (sifat) yang di nashob-kan yang bermanfaat menjelaskan suasana yang samar.
وَإِنَّمَا يُؤْتَى بِهِ مُنْكَّرَا وَغَالِباً يُؤْتَى بِهِ مُؤَخَّرًا
Sesungguhnya eksistensi haal tersebut dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).
C. PEMBAGIAN HAAL DAN CONTOHNYA
Haal terdapat 3 yakni :
1. Haal Mufrad (Haal yang terdiri dari satu kata)
Contoh :
وَيَنقَلِبُ إِلَىٰ أَهْلِهِ مَسْرُورًا
Artinya : Dan dia berpulang pada kaumnya dengan gembira ( Q.S. Al-Istyqaq : 9 )
اسم الفاعل: ذَهَبَ عَلِيٌّ إلَى المَسْجِدِ مَاشِيًا
Haal dalam bentuk isim fa'il: Ali pergi ke masjid dengan jalan kaki
اسم المفعول: قَامَ الفَائِز ُ مَسْرُوْرًا
Haal dalam bentuk isim Maf'ul : Para pemenang berdiri dengan senang
الصفة المشبّهات باسم الفاعل: زُرْتُ فَاطِمَةَ فَرِحَةً
Haal dalam bentuk sifat yang menyerupai isim fa'il: Saya mengunjungi Fatimah dalam suasana riang gembira
صيغة المبالغة: الجَاهِلُ قَرَأ الكِتَابَ مكْسَالاً
Haal dalam bentuk Shigot Mubalaghoh: Orang bebal itu membaca kitab dalam suasana sangat malas
اسم التفضيل: هَرَبَ عَلِيٌّ اَسْرَعَ مِنِّي
Haal dalam bentuk isim tafdhil (kata benda yang menunjukan arti lebih): Ali berlari lebih cepat dari aku
2. Haal Jumlah (Haal yang terbentuk dari kalimat)
Contoh :
رَأيْتُ الأسْتَاذَ يَبْدَأُ الدَرْسَ
Saya menyaksikan bapak guru mengawali pelajaran.
Syarat haal jumlah ialah berisi rabith (penghubung) yang menghubungkan urusan dengan shahibul hal. Rabith ini berupa dhamir dan wawu.
Ø Dhamir
حَضَرَ الطُلَّابُ يَمْشُوْنَ
Para pelajar datang dengan berjalan kaki.
Ø Wawu
لاَ تَقْرَبُوْا الصَلَاةَ وَأنْتُمْ سُكَارَى
Janganlah anda semua mendekati shalat padahal anda semua dalam suasana mabuk. (Q.S. An-Nisa : 43 )
3.Haal Shibhul jumlah (Haal nya menyerupai kalimat)
Contoh :
يُضِيْئُ المِصْبَاحُ حَوْلَهُ
Lampu menerangi sekitarnya
جَاءَ القَوْمُ رَجُلًا رَجُلًا
Kaum tersebut datang seorang – seorang
KESIMPULAN
Dari ulasan di atas dapat diputuskan bahwa haal ialah isim Manshub yang menyatakan keterangan suasana yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana fa’il. Hal terbagi jadi dua yakni : Hal Muakkidah, sebagai pengokohan yakni tidak ada arti lain di samping sebagai taukid. Hal Mubayyinah, sebagai keterangan yakni sifat Fadhalah/Sambilan yang dinashobkan untuk menjelaskan tingkah atau gaya shohibul-haal saat terjadinya kegiatan utama. Dimana kriteria -syarat haal terbagi tiga yakni : Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali nakirah. Apabila terdapat haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah. Tidaklah terbentuk haal tersebut kecuali me sti setelah sempurna kalam-nya. Tidak terdapat shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format ma’rifat. Sehingga penting untuk kita guna mempelajari Bab haal lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Moch.2012. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan
‘Imirthy Berikut Penjelasannya. Sinar Baru Algensindo:Bandung.
Munawari,Akhmad. 2003. Belajar Cepat Tata Bahasa Arab. Nurma Media
Idea:Yogyakarta.
Sukamto,Imaduddin,Akhmad Munawari. 2000. Tata Bahasa Arab
Sistematis. Nuansa Aksara Group:Yogyakarta.
Tsaqib. “Bab Haal”. 2011. Diakses dari : http://tsaqibpermata.blogspot.
com /2011/09/bab-haal.html.
Isim-isim yang Dibaca Jar [مَجْرُوْرَاتُ الأسْمَاءِ] dalam Ilmu Nahwu
Setiap isim mempunyai peraturan baca tersendiri, yakni isim yang di rafa'kan, isim yang dinasabkan dan isim yang dijarkan. Isim yang dibaca jar terdapat tiga macam, yakni :
1. dijarkan dengan huruf jar,
contoh: فِيْ القُرْآنِ
2. dijarkan karena idhafah,
contoh: قِرَاءَةُ القُرْآنِ
3. dijarkan karena tawabi (mengikuti isim yang dibaca jar),
contoh: قِرَاءَةُ القُرْآنِ الكَرِيْـمِ
Pembahasan:
1. Dijarkan dengan huruf jar.
Adapun isim yang dijarkan dengan huruf jar asli, yakni :
مِنْ
|
:
|
dari
|
رُبَّ
|
:
|
sedikit sekali
| |
إِلَى
|
:
|
Ke/kepada
|
بِ
|
:
|
dengan
| |
عَنْ
|
:
|
tentang
|
كَ
|
:
|
seperti
| |
عَلَى
|
:
|
di atas
| لِ |
:
| untuk/kepada | |
فِي
|
:
| di/ di dalam |
نَزَلَ المَطَرُ مِنَ السَمَاءِ Hujan turun dari langit
2. Dijarkan karena idhofah.
Dalam kaidah nahwu Idhofah merupakan campuran dua isim yang mengakibatkan salah satu isimnya (dalam hal ini yang menjadi mudhof ilaih) dibaca jar disebabkan isim satunya.
Anwar 2003:161 mendefinisikan idhofah sebagai pertalian antara dua perkara dua isim yang mengakibatkan isim dua-duanya dibaca jar.
Susunan Idhofah terdiri dari dua isim, isim yang kesatu disebut mudhof dan isim yang kedua disebut mudhof ilaih.
Syarat mudhof ialah terbebas dari al- ta'rif dan tanwin, sementara syarat mudhof ilaih ialah harus dibaca jar, jadi dalam hal ini mudhof ilaih lah yang nantinya mempunyai kedudukan jar.
Contoh:
كِتَابُ اللَّهِ Kitab Allah
كِتَابُ MUDHOF
اللَّهِ MUDHOF ILAIH
Lafadz Jalaalah اللَّهِ dalam keadaan jar karena menjadi mudhof ilaih, tanda jar nya adalah kasroh di akhir kata.
Idhofah sendiri dipecah menjadi tiga, yaitu:
a. Idhofah yang diduga menyimpam makna milik. Contoh:
كِتَابُ زَيْدٍ "Kitab milik Zaid"
b. Idhofah yang diduga menyimpan makna dari. Contoh:
مَاءُ البِئْرِ "Air dari Sumur"
c. Idhofah yang diduga menyimpan makna di dalam. Contoh:
انْتِظَارُ شَهْرَيْنِ "Menunggu dalam masa dua bulan"
3. Dijarkan karena ikut pada isim yang dibaca jar.
Adapun yang dijarkan karena ikut pada isim yang dibaca jar, dinamakan tawabi'. Tawabi' terbagi menjadi empat yaitu:
a. Na'at
Na'at ialah kata sifat, kata ini tidak jarang kali mengikuti untuk lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan rafa', nashab, jar, serta ma'rifat maupun nakirahnya. Berdasarkan keterangan dari kaidah nahwu, Na'at merupakan lafadz yang mengikuti kepada makna lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan rafa, nashab, khafadh jar, marifat, maupun nakirahnya
Na'at dipecah menjadi dua yaitu:
- Na'at haqiqi
Na'at haqiqi ialah na'at yang merafa'kan isim dhomir yang berpulang pada man'utnya. Na'at haqiqi mesti mengekor man'utnya dalam empat dari sepuluh perkara, yaitu:
a) Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar. Contoh: نَظَرْتُ إلَى كِتَابٍ كَبِيْرٍ
b) Salah satu dari mufrod, tasniyah atau jama'. Contoh: كِتَابَيْنِ اثْنَيْنِ
c) Salah satu dari mudzakkar atau mu'annas. Contoh: قِرَاءَةٌ بَدِيْعَةٌ
d) Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh. كِتَابٌ وَاحِــدٌ
- Na'at sababi
Na'at sababi ialah na'at yang merafa'kan isim dhohir yang diidhofahkan untuk isim dhomir yang berpulang pada man'utnya.
Syarat-syarat na'at sababi:
a) Harus berbentuk mufrod tunggal meskipun man'utnya berbentuk tasniyah atau jama'.
b) Harus mengekor man'utnya dalam dua dari lima perkara, yaitu:
- Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar.
- Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh.
c) Harus mengekor isim dhohir dalam mudzakkar atau mu'annatsnya.
b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)
‘Athaf ialah tabi’ yang terletak sesudah huruf-huruf athaf (huruf-huruf penghubung / penyambung)
Contoh:
ٍمَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَ عَلِيّ (Saya bertemu dengan Zaid dan Ali)
عَلِيّ --> MA'TUF
وَ --> HURUF 'ATHAF
ٍزَيْد --> MA'THUF 'ALAIH
Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.
Baca selengkapnya di sini: Athaf (Penyambung)
c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)
Taukid ialah tabi’ yang dilafalkan di dalam kalimat guna menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:
مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ نَفْسِهِ (Saya benar-benar bertemu dengan ustad)
نَفْسِهِ --> TAUKID guna memperkuat bahwa yang datang adalah الأُسْتَاذِ
Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini: Taukid (Penguat)
d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)
Badal ialah tabi’ yang dilafalkan di dalam sebuah kalimat guna mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan ataupun sebagiannya saja.
Contoh:
مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ مُحَمَّدٍ
مُحَمَّدٍ = الأُسْتَاذِ jadi مُحَمَّدٍ ialah BADAL dari الأُسْتَاذِ
Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini: Badal (Pengganti)
Subscribe to:
Posts (Atom)