Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About

Pengertian, Pembagian, dan Contoh-contoh Isim Maushul (اسم الموصول) dalam Ilmu Nahwu

Pengertian, Pembagian, dan Contoh-contoh Isim Maushul (اسم الموصول) dalam Ilmu Nahwu

A. Pengertian Isim Mausul (اسم الموصول)
Isim Maushũl (Kata Sambung) ialah  Isim yang bermanfaat  untuk menghubungkan sejumlah  kalimat atau pokok benak  menjadi satu kalimat. Maksudnya, bahwa masing-masing  isim ma’rifat tersebut  akan menjadi jelas bila estafet  dengan kalimat sesudahnya, yang disebut  Shilah. Shilah(anak kalimat) tersebut  harus mempunyai  dhamir yang berpulang kepada  isim maushul, yang disebut  a’id. Dalam bahasa Kita, biasanya Kata Sambung 'isim Mausul' ini diterjemah menjadi kata: "yang". Bentuk asal atau dasar dari Isim Maushũl merupakan : الَّذِيْ (yang).

Perhatikan misal  pemakai an Isim Maushũl dalam menggabungkan dua kalimat di bawah ini:
Kalimat I جَاءَ الْمُدَرِّسُ = “Guru itu datang”.
Kalimat II اَلْمُدَرِّسُ يُعَلِّمُ اللُغَةَ العَرَبِيَّةَ = “guru tersebut  mengajar Bahasa Arab”.
Kalimat III جَاءَ الْمُدَرِّسُ الَّذِيْ يُعَلِّمُ اللُغَةَ العَرَبِيَّةَ = “guru yang melatih  Bahasa Arab telah datang”.
Kalimat III menghubungkan Kalimat I dan II dengan Isim Maushũl: الَّذِيْ.

B. Pembagian Isim Maushũl
Dalam Bab ini Isim Maushũl terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Isim Maushũl Ismi
Isim Maushũl Ismi ialah  Isim Maushũl isim yang selamanya perlu  kepada Shilah dan A’id.
Contoh : جَاءَ الَذِّي قَامَ اَبُوْهُ = sudah  datang seseorang yang ayahnya berdiri.

2. Isim Maushũl Harfi
Isim Maushũl Harfi ialah  semua huruf   yang dengan shilahnya di ta’wili dengan Masdar.
Sedangkan Isim Maushũl Harfi tersebut  ada lima macam:

a. Huruf أنْ “An” dengan dibaca fathah, ini dapat  masuk pada fi’il madli, fi’il mudlori’, fi’il Amar.
contoh fi’il madli = عجِبْتُ مِنْ اَنْ قَامَ زَيْدٌ “saya heran dari sudah  berdirinya Zaid”.
contoh fi’il mudlori’= عجِبْتُ مِنْ اَنْ يَقُوْمَ زَيْدٌ “saya heran dari berdirinya Zaid”.
contoh fi’il Amar = اَشَرْتُ الَيْهِ بِاَنْ قُمْ “saya memberi isyarat dengan perintah berdiri”

b. Huruf أَنَّ “Anna”
contoh =
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ
“Dan apakah tidak cukup untuk  mereka sesungguhnya  Kami sudah  menurunkan kepadamu Al Kitab [Al Qur’an] sedang dia diucapkan  kepada mereka? Sesungguhnya dalam [Al Qur’an] tersebut  ada  rahmat yang besar dan pelajaran untuk  orang-orang yang beriman.”(Q.S. Al-Ankabũt : 51)

c. Huruf كَىْ “Kai” hanya dapat  masuk pada fi’il mudlori’ saja.
contoh =
 جِئْتُ لِكَىْ تُكْرِماَ زَيْداً “saya datang supaya anda  menghormati  atas Zaid”

d. Huruf مَا “Ma” ada  yang berbentuk Masdariyah Dharfiyyah, dan ada pula  yang Masdariyah Ghairu Dharfiyyah.
Contoh Masdariyah Dharfiyyah =
 لَااَصْحَبُكَ ماَ دُمْتَ مُنْطَلِقاً “saya tidak dapat  menemanimu selama anda  pergi”
Contoh Masdariyah Ghairu Dharfiyyah =
عجِبْتُ مِماَ ضَرَبْتَ زَيْداً “saya heran mengenai  pukulanmu untuk  Zaid”

e. Huruf لَوْ “ Lau” huruf   ini dapat  masuk pada fi’il Madli dan pun  fi’il Mudlori’.
Contoh fi’il Madli = وَدِدْتُ لَوْ قاَمَ زَيْدٌ “saya senang andai  Zaid telah  berdiri”
Contoh fi’il Mudlori’ = وَدِدْتُ لَوْ يَقُوْمُ زَيْدٌ “saya senang andai  Zaid berdiri”


C. Bentuk-Bentuk Isim Maushũl

1. Bentuk Isim Maushũl Mufrad (tunggal) dan Mutsanna (menunjukan arti dua)

مَوْصُولُ الاسْمَاءِ الَّذِي الأُنْثَى الَّتِي ¤ وَالْيَـــــا إذَا مَا ثُنِّيَــــا لاَ تُثْــــــبِتِ
“Adapun Isim Maushul yakni  الَّذِي (jenis laki; baik ‘aqil atau ghairu ‘aqil) dan khusus  jenis (perempuan; baik ‘aqil atau ghairu ‘aqil) yakni  الَّتِي. Jika dua-duanya  ditatsniyah-kan (dual), maka huruf   Ya’nya jangan diputuskan  atau dibuang.
Contoh = جَاءَ نِيْ الَذِّي قَامَ “datang kepadaku seorang(laki-laki) yang berdiri”.
Contoh = جَاءَ تْنِيْ الَذِّي قَامَ “datang kepadaku seorang (perempuan) yang berdiri”.

بَلْ مَــا تَلِيْـهِ أَوْلِهِ الْعَلاَمَـــهْ ¤ وَالنُّوْنُ إنْ تُشْدَدْ فَلاَ مَلاَمَهْ
Akan tetapi, terhadap huruf   yang awalnya  diiringi oleh Ya’ yang dilemparkan  tersebut, kini  iringilah! dengan (memasang) tanda Alamat I’rob (menjadi: الذان dan التان saat  mahal Rofa’. dan menjadi: الذَيْن dan التَين saat  mahal Nashab dan Jarr). Adapun Nun-nya andai  ditasydidkan, maka tidak ada cacian  untuk itu.

Contoh Mutsanna (menunjukan arti dua) dalam keadaan Rofa’ =
جَاءَ الَلذِّانِ قَامَ ابُوْهُماَ  “Dua orang yang ayahnya berdiri itu telah datang”

Contoh Mutsanna (menunjukan arti dua) dalam keadaan Nashab =
رَاَيْتُ اللَّذَيْنِ قَامَ ابُوْهُماَ “saya menyaksikan  dua orang yang ayahnya telah berdiri”

Contoh Mutsanna (dual) dalam keadaan Jarr =
مَرَرْتُ بِللَّتَيْنِ قَامَ ابُوْهُماَ “saya bertemu dengan dua orang yang ayah dua-duanya  berdiri”

2. Bentuk Isim Maushũl Jama’ (Banyak)

جَمْعُ الَّذِي الألَى الَّذِيْنَ مُطْلَقَا ¤ وَبَعْضُهُمْ بِالْوَاوِ رَفْعَاً نَطَقَا
Jamak-nya lafadz الَّذِي (Isim Mausũl tunggal laki-laki) ialah  الألَى atau الَّذِيْنَ secara mutlak (baik guna  mahal Rofa’, Nashab dan Jarr). Ada sebagian logat  orang Arab berkata  dengan memakai  Wawu saat  mahal Rofa’ (menjadi: اَلَّذُوْنَ )

بِاللاَّتِ وَاللاَّءِ الَّتِي قَدْ جُمِعَا ¤ وَالَلاَّءِ كَالَّذِيْنَ نَزْرَاً وَقَعَا
Lafadz الَّتِي (Isim Mausũl tunggal perempuan) sungguh dijamakkan dengan menjadi اللاَّتِ atau اللاَّءِ. Ditemukan pun  اللاَّءِ dihukumi laksana  الَّذِيْنَ (isim Mausũl jamak guna  perempuan) namun  jarang.

Contoh jamak dalam keadaan Rofa’ =
 جَاءَ نِيْ الَّذِّيْنَ قاَمُوْا “datang kepadaku mereka yang semuanya berdiri”

Contoh jamak dalam keadaan Nashab =
 رَاَيْتُ الَّذِّيْنَ قاَمُوْا “saya menyaksikan  mereka yang semuanya berdiri”

Contoh jamak dalam keadaan Jarr =
 مَرَرْتُ بِالَّذِّيْنَ قاَمُوْا “saya bertemu dengan mereka yang semuanya berdiri”

3. Bentuk Isim Maushũl Mutlaq (Umum)

وَمَنْ وَمَا وَأَلْ تُسَاوِي مَا ذُكِرْ
Adapun Isim Mausũl مَنْ, مَا , dan أَلْ ialah  menyamakan hukumnya dengan Isim Mausũl yang sudah  disebut sebelunnya. (artinya: dapat  digunakan guna  Laki-laki, Perempuan, mufrad, mutsanna, atau Jamak).
Contoh =
 جَاءَ نِيْ مَنْ قَامَ، وَمَنْ قَامَتْ، وَمَنْ قَامَا، وَمَنْ قَامَتَا، وَمَنْ قَامُوْا، وَمَنْ قُمْنَ
“datang kepadaku seorang (laki-laki) yang berdiri, (perempuan) yang berdiri, (dua orang laki-laki) yang berdiri, (dua orang perempuan) yang berdiri, mereka (laki-laki) yang berdiri, mereka (perempuan) yang berdiri”

4. Bentuk Isim Maushũl Dza (ذَا)

وَمِثْلُ مَا ذَا بَعْدَ مَا اسْتِفْهَـامِ ¤ أَوْمَنْ إذَا لَمْ تُلْغَ فِي الْكَلاَمِ
Isim Mausũl ذَا statusnya sama dengan isim Mausũl مَا (dipakai guna  tunggal, dual, jamak, laki-laki dan perempuan), dengan kriteria  (1) ذَا jatuh setelah  ما Istifham atau من Istifham, (2); ذَا tidak diurungkan  didalam Kalam (maksudnya: ذَا dan ما atau من tersebut, tidak dijadikan satu kata Istifham (kata tanya).
Contoh =
 مَنْ ذاَ جَاءَكَ - مَاذاَ عِنْدَكَ
“siapa orang yang datang kepadamu” – “tidak terdapat  orang yang disampingmu”

5. Bentuk Shilah Isim Maushũl

وَكُلُّهَــا يَلْـزَمُ بَعَــدَهُ صِلَـهْ ¤ عَلَى ضَمِيْرٍ لاَئِقٍ مُشْتَمِلَهْ
Setiap Isim-Isim Mausũl diputuskan  adanya Shilah (jumlah atau kalimat keterangan) setelahnya, yang mencakupi atas Dhamir yang cocok  (ada Dhamir atau ’Aid yang berpulang pada  Isim Mausũl).
Contoh =
جَاءَ نِيْ الَذِّي ضَرَبْتُهُ - والَذِّانِ ضَرَبْتُهُمَا- الَذِّيْنَ ضَرَبْتُهُمْ
“datang kepadaku seorang (laki-laki) yang saya pukul, dan (dua) orang yang saya pukul, dan mereka yang saya pukul”


6. Bentuk Isim Maushũl Ayyun (أَيٌّ) dan Shilahnya

أَيُّ كَمَا وَأُعْرِبَتْ مَا لَمْ تُضَفْ ¤ وَصَدْرُ وَصْلِهَا ضَمِيْرٌ انْحَذَفْ
Isim Mausul أيّ “Ayyun” dihukumi laksana  Isim Maushũl “Ma” (bisa guna  Mudzakkar, Muannats, Mufrod, Mutsanna pun  Jama’) selagi tidak Mudhaf dan Shadar Silah-nya (‘A-id yang menjadi permulaan Shilah) ialah  berupa Dhamir yang terbuang.
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌ قَائِمٌ “manakah orang yang berdiri yang sudah  mengagumkanku”
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌهُمْ هُوَ قَائِمٌ “manakah kaum yang sudah  mengherankanku yang mana dia orang yang berdiri”
Contoh = يُعْجِبُنِي اَيٌ هُوَ قَائِمٌ “manakah orang yang sudah  mengherankanku yang mana dia orang yang berdiri”

7. Bentuk Pembuangan Shadar Shilah (‘Aid Majrur)

كَذَاكَ حَذْفُ مَا بِوَصْفٍ خُفِضَا ¤ كَأَنْتَ قَاضٍ بَعْدَ أَمْـرٍ مِنْ قَضَى
Seperti tersebut  juga (banyak dipakai  dan jelas) yaitu pengasingan  ‘Aid yang dikhofadkan atau dijarkan oleh kata sifat. Seperti lafadz أَنْتَ قَاضٍ ( takdirannya: أَنْتَ قَاضِيْه ) sesudah  Fi’il Amarnya lafadz قَضَى.
Contoh =
فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ
“maka putuskanlah apa yang berkeinginan  kamu putuskan..”(Q.S. Tha-Hâ: 72)

كَذَا الَّذِي جُرَّ بِمَا الْمَوْصُوْلَ جَرْ ¤ كَمُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ فَهْــوَ بــَــرْ
Demikian pun  (sering melemparkan  Aid pada Shilah Maushũl) yakni  Aid yang dijarkan oleh Huruf yang mengejarkan Isim Maushũlnya (dengan ‘Amil yang seragam).
Contoh =
 مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ (takdirannya: مُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ بِهِ)
“berjalanlah anda  dengan orang yang mana saya sudah  bertemu”


D. Kesimpulan
Isim Maushũl (Kata Sambung) ialah  Isim yang bermanfaat  untuk menghubungkan sejumlah  kalimat atau pokok benak  menjadi satu kalimat. Contoh secara umum pemakaian  Isim Maushũl laksana  di bawah ini:
1. Bila Isim Maushũl itu digunakan  untuk Muannats (perempuan) maka: الَّذِيْ menjadi: الَّتِيْ.
misal  =
جَاءَتِ الْمُدَرِّسَةُ الَّتِيْ تَدْرُسُ الْفِقْه =
 “Guru (pr) yang mengajar fiqh itu telah datang”.
2. Bila Isim Maushũl itu dipakai  untuk Mutsanna (dual) maka: الَّذِيْ menjadi: الَّذَانِ sementara  الَّتِيْ menjadi: الَّتَانِ
misal  = جَاءَ الْمُدَرِّسَانِ الَّذَانِ يَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = “datang dua orang guru (lk) yang melatih  fiqh itu”. misal  =جَاءَتِ الْمُدَرِّسَتَانِ الَّتَان تَدْرُسَانِ الْفِقْهَ = “datang dua orang guru (pr) yang melatih  fiqh”.
3. Bila Isim Maushũl itu digunakan  untuk Jamak (banyak) maka : الَّذِيْ menjadi: الَّذِيْنَ sedangkan: الَّتِيْ menjadi: اللاَّتِيْ
misal  = جَاءَ الْمُدَرِّسُوْنَ الَّذِيْنَ يَدْرُسُوْنَ الْفِقْهَ = “datang guru-guru (lk) yang melatih  Fiqh itu”
 misal  = جَاءَتِ الْمُدَرِّسَاتُ اللاَّتِيْ يَدْرُسْنَ الْفِقْهَ = “datang guru-guru (pr) yang melatih  fiqh itu”.
4. Isim-isim maushul:
الذي
yang : Untuk jenis laki-laki tunggal
التي
yang : Untuk wanita  tunggal
اللذان
yang: Untuk dua laki-laki
اللتان
yang: Untuk dua perempuan
الذين
yang: Untuk tidak sedikit  laki-laki
اللاتي
yang: Untuk tidak sedikit  perempuan
من
yang: Khusus guna  yang berakal
ما
yang: Khusus guna  yang tidak berakal


Contoh-contoh dalam kalimat:
غلبت الذى غلبني
Saya sudah  menang dari orang yang sudah  pernah mengalahkanku
سفرت التى كانت عندنا
Telah pergi wanita  yang tinggal bareng  kami
احبّ الذين علموني
Aku menyukai  orang-orang yang sudah  mengajari aku
أحسن الى من احسن اليك
Berbuat baiklah anda  kepada orang yang melakukan  baik kepadamu
لاتأكل مالا تستطيع هضمه
Janganlah anda  makan sesuatu yang anda  tidak dapat  mengunyahnya


Demikianlah penjelasan singkat tentang isim maushul, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :D

Pengertian Isim Tafdhil (اسم التفضيل) dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim Tafdhil (اسم التفضيل) dalam Ilmu Nahwu


Pembahasan isim tafdhil


اِسْمُ التَّفْضِيْلِ = Ismu at-tafdhiil

Isim tafdhil ialah  isim yang disusun  dari wazan أَفْعَلُ (af'alu).

Isim tafdhiil tergolong  isim yang mamnu' minash sharf (tidak bertanwin).

 Penggunaan isim tafdhil = Isim tafdhiil dipakai  untuk mengekspresikan sebuah komparasi  antara satu dengan yang beda  (bentuk komparatif), dan guna  mengekspresikan format  superlatif (perbandingan yang teratas, yang mengaku  paling atau ter)

Contoh format  komparatif : Saya lebih tinggi daripada kamu.
Contoh format  superlatif: Saya sangat  tinggi (tertinggi) di ruang belajar  ini.

  Pola isim tafdhil guna  isim mudzakkar dan mu-annats ialah  sama yakni  berpola (wazan) أَفْعَلُ.


Contoh evolusi  isim ke wazan af'alu

- طَوِيْلٌ (tinggi) => menjadi أَطْوَلُ (lebih tinggi atau tertinggi)

- صَغِيْرٌ (kecil) => menjadi أَصْغَرُ (lebih kecil atau sangat  kecil)

- جَمِيْلٌ (indah) => menjadi أَجْمَلُ (lebih estetis  atau terindah)

- فَقِيْرٌ (miskin) => menjadi أَفْقَرُ (lebih kurang mampu  atau sangat  miskin).

- سَهْلٌ (mudah) => menjadi أَسْهَلُ (lebih gampang  atau termudah)


Bentuk isim tafdhil

Isim tafdhil memiliki  dua bentuk, yaitu:


1. isim yang berpola أَفْعَلُ , setelahnya ialah  huruf   jar مِنْ (min).

  Bentuk ini dalam bahasa Inggris disebut  comparative degree, dan dalam bahasa Indonesia dinamakan  tingkat perbandingan.

  Isim أَفْعَلُ yang dibuntuti  oleh مِنْ dengan kata lain  = lebih .... daripada ....

  Isim yang berpola أَفْعَلُ ini dipakai  untuk mudzakkar, muannats, tunggal, dan jamak.


Contoh kalimat isim tafdhil format  kesatu  dan artinya

-   زَيْدٌ أفْضَلُ مِنْ مَحْمُوْدٍ= Zaidun afdhalu min mahmuudin = Zaid lebih baik daripada Mahmud.

- عَائِشَةُ أَمْهَرُ مِنْ فَاطِمَةَ = 'aa-isyatu amharu min faathimata = Aisyah lebih pandai  dari fatimah.

- هَذَا الشَّارِعُ أوْسَعُ مِنْ ذَلِكَ = haadza asy-syaari'u ausa'u min dzaalika = Jalan ini lebih luas daripada jalan itu.


2. isim yang berpola أَفْعَلُ (sebagai mudhaaf), dibuntuti  oleh isim mufrad


  Bentuk yang kedua: dalam bahasa Inggris, format  ini disebut  superlative degree atau format  superlatif.

  Isim yang berwazan أَفْعَلُ ialah  mudhaf, kemudian dibuntuti  oleh mudhaf ilaihi (diikuti oleh isim yang majrur.

  Isim yang berpola أَفْعَلُ yang dibuntuti  oleh isim majrur, artinya ialah  paling... atau ter...

  Wazan af'alu ini dipakai  untuk mudzakkar dan mu-annats.


Contoh kalimat isim tafdhil format  kedua dan artinya

- هُوَ أَحْسَنُ طَالِبٍ فِي المَعْهَدِ = huwa ahsanu thaalibin fii al-ma'hadi = Dia siswa  terbaik di kampus.

- هَذَا الشَّارِعُ أَنْظَفُ شَارِعٍ فِي المَدِيْنَةِ = hadzaa asy-syaari'u anzhafu syaari'in fii al-madiinati = Jalan ini sangat  bersih di kota.


Contoh isim tafdhil dalam al-qur'an

Di bawah ini ialah  beberapa ayat dari al-Quran yang ada  isim tafdhiil, diantaranya merupakan :

لَخَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
(Surat al-mu'min:57)
Artinya Sesungguhnya pembuatan  langit dan bumi lebih banyak  daripada penciptaan insan  akan tetapi banyak sekali  manusia tidak mengetahui


وَكَانَ لَهُۥ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصٰحِبِهِۦ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَنَا۠ أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَ أَعَزُّ نَفَرًا

(Surat al-kahfi: 34)
Artinya: Dan dia memiliki  kekayaan besar, maka ia berbicara  kepada kawannya (yang mukmin) ketika berdialog  dengannya, "hartaku lebih tidak sedikit  daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.



Contoh soal isim tafdhil

1. Terjemahkan ke dalam bahasa Arab kalimat ini : Siapa siswa  yang sangat  tinggi di ruang belajar  itu?

2. Ubah isim-isim ini menjadi isim tafdil dan sebutkan dengan kata lain  masing-masing:

- رَخِيْصٌ
- بَعِيْدٌ
- شَهِيْرٌ

3. Artikan ke dalam bahasa Indonesia kalimat ini:
بَيْتِي أَبْعَدُ عَنِ المَدْرَسَةِ مِنْ بَيْتِكَ = baitii ab'adu 'anil madrasati min baitika.

4. Terjemahkan ke dalam bahasa Arab kalimat ini: Jam ini lebih murah daripada jam itu.

5. Zainab ialah  siswi terkecil di sekolah itu. Ubah kalimat ini ke bahasa Arab.

6. Apa lawan katanya sangat  jauh, sebutkan dalam bahasa arab.

7. Apa makna  أَكْثَرُ , sebutkan lawan katanya dalam bahasa arab.


Jawaban

1. مَنْ أَطْوَلُ طَالِبٍ فِي الفَصْلِ ؟

2. رَخِيْصٌ dengan kata lain  murah
isim tafdil => أَرْخَصُ (arkhasu) => dengan kata lain  lebih murah atau sangat  murah.

بَعِيْدٌ = ba'iidun = dengan kata lain  jauh.
isim tafdil => أَبْعَدُ (ab'adu) => dengan kata lain  lebih jauh atau sangat  jauh.

شَهِيْرٌ = syahiirun => dengan kata lain  terkenal.
isim tafdil => أَشْهَرُ (asyharu) => dengan kata lain  lebih familiar  atau sangat  terkenal.

3. Rumahku lebih jauh dari sekolah daripada rumahmu.

4. هَذِهّ السَّاعَةُ أَرْخَصُ مِنْ تِلْكَ

5. زَيْنَبُ أَصْغَرُ طَالِبَةٍ فِي المَدْرَسَةِ

6. Lawan kata sangat  jauh ialah  paling dekat, bahasa arabnya ialah  = أَقْرَبُ (aqrabu).

7. Aktsaru dengan kata lain  lebih banyak/terbanyak, lawan katanya ialah  lebih sedikit/paling sedikit, bahasa arabnya => أَقَلُّ (aqallu).


Demikianlah penjelasan singkat tentang isim tafdhil, semoga bermanfaat dan selamat belajar!

Pengertian Isim Dhomir (اسم الضمير) dan Pembagiannya dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim Dhomir (اسم الضمير) dan Pembagiannya dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Dhomir
Dhomir dalam bahasa Indonesia dinamakan  kata ganti. Sedangkan definisi  dhomir merupakan   Isim Ma'rifah yang Mabni yang bermanfaat  untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu atau seseorang maupun sekelompok.

Mabni diatas maksudnya yakni  Isim yang tidak berubah harokat kesudahannya  baik dalam suasana  rofa, nashob maupun khofadz/jarr. sehingga bila   di i’rob melulu  menempati kedudukannya saja, harokat akhir tidak berubah

Dhomir  sering dikenal juga dengan kata yang menunjukkan makna ia, kamu, saya, ataupun seseorang, baik berdua atau banyak, laki-laki atau perempuan.

Mudhmar dan dhomir ialah  dua isim yang sama, yaitu tentang  lafadz yang dipergunakan guna  mutakallim (pembicara), laksana  lafadz أَنَا = saya, atau orang yang disuruh  bicara ( orang kedua) laksana  أَنْتَ = kamu, atau guna  orang ketiga laksana  lafazh هُوَ = dia.

Pembagian Dhomir

Dhomir terbagi menjadi tiga bagian :
  1. Pertama منفصل Munfashil (terpisah)
  2. Kedua متصل Muttashil (menyatu/bersambung)
  3. Ketiga مستر Mustatir (melebur)

1. Dhomir Munfashil (الضمير المنفصل). Pengertian dhomir munfashil merupakan   dhomir yang penulisanya dipisah dari isimnya sebab  dhomir munfashil ialah  dhomir yang berdiri sendiri. Contoh :
هو طالِبٌ = Dia (laki-laki) seorang pelajar.
أنْتَ نشيطٌ = Kamu (laki-laki) rajin.
هي مُدَرِّسَةٌ = Dia (pr) seorang guru (wanita).

Dhomir munfashil mempunyai  2 macam:
a). Dhomir munfashil yang di-rofa'-kan
Contoh: أَنا طالب , انت طالب , هم طلاب.
b). Dhomir munfashil yang dinashobkan
Contoh : إياك ، إياي ، إياكم .

2. Dhomir Muttashil (الضمير المتصل) merupakan   dhomir yang penulisannya estafet  dengan kata yang beda  (menyatu). Dhomir ini berkedudukan sebagai objek. Contohnya : هذا كتابي (haadzaa kitaabii)= ini buku  ku.

Dhomir Muttashil mempunyai  3 macam bentuk:
a). Dhomir Muttashil yang dibaca rofa'
b). Dhomir Muttashil yang dibaca nashob
c). Dhomir Muttashil yang dibaca jarr

3. Dhomir Mustatir (الضمير المستتر) merupakan   dhomir yang tersembunyi dalam sebuah  kata kerja / fi'il. Dhomir ini tidak tertulis atau tidak kelihatan tapi dapat  diketahui dengan melihat format  kata kerjanya. Contoh:

(ذهب) : Dia (lk) sudah  pergi. Kata kerja ini mempunyai  pelaku/fail yg tidak tertulis/tersembunyi yakni  (هو).
(ذهبتُ) : Saya sudah  pergi. Kata kerja ini mempunyai  pelaku tersembunyi yang taqdirnya ialah  anaa (أنا).

ذَهَبَ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Dia laki-laki sudah  pergi ke sekolah )
ذَهَبْتُ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Saya sudah  pergi ke sekolah )
أَذْهَبُ إلَى الْمَدْرَسَةِ (Aku sedang pergi ke sekolah )

Dhomir dikelompokkan menjadi tiga macam:

1. Mutakallim ( مُتَكَلِّم ) atau penceramah  orang kesatu .
a) Mufrad/Tunggal: أَنَا guna  Mudzakkar maupun Muannats.
b) Mutsanna/Jamak: نَحْنُ guna  Mudzakkar maupun Muannats.

2. Mukhotob ( مُخَاطَب ) atau orang yang diajak bicara (orang kedua). Terdiri dari:
a) Mufrad: أَنْتَ (Anta) guna  Mudzakkar dan أَنْتِ (Anti) guna  Muannats.
b) Mutsanna: أَنْتُمَا guna  Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: أَنْتُمْ (antum) guna  Mudzakkar dan أَنْتُنَّ (antunna) guna  Muannats.

3. Ghoib ( غَائِب ), tidak berada di lokasi  stau orang ketiga. Terdiri dari:
a) Mufrad: هُوَ (huwa) guna  Mudzakkar dan هِيَ (hiya) guna  Muannats.
b) Mutsanna: هُمَا guna  Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: هُمْ (Hum) guna  Mudzakkar dan هُنَّ (Hunna) guna  Muannats.

Ketentuan Dhomir
Dhomir terdapat  yang menempati status  rofa’, nashob dan jarr.

Apabila dibaca Rofa’ maka kedudukannya sebagai mubtada’, khobar, fa’il atau naibul fa’il, isim kaana.
Apabila dibaca Nashob maka kedudukannya sebagai maf’ul bihi dan isim inna.
Apabila Dhomir dibaca jarr, maka kedudukannya sebagai mudhof ilayhi dan majrur, sebab  didahului huruf   jar.

Dhomir dapat  tampak (ضَمِيْرٌ ظَاهِرٌ) contohnya  كَتَبْتُada pun  yang tidak terlihat  (ضَمِيْرٌ مُسْتَتِرٌ) misalnya  كَتَبَ.

Syarat dhomir jangan  dibaca jazm, sebab  tidak terdapat  dhomir yang menempati status  Jazm sebab  dhomir ialah  isim dan isim tersebut  tidak terdapat  yang majzum.

Pengertian Isim Isyarah (الإسْمُ الإشَارَةِ) dalam Imu Nahwu

Pengertian Isim Isyarah (الإسْمُ الإشَارَةِ) dalam Imu Nahwu

Alhamdulillahh, Pada peluang  kali ini pengarang  akan menyatakan  pengertian tetang Isim Isyarah dalam bahasa arab. Ada baiknya untuk  pemula khusus  memahi terlebih dahulu definisi  Isim dan lainya dengan menyaksikan  artikel-artikel sebelumnya. Penulis sengaja pisahkan tulisan  ini, sebab  jika dibulatkan  dengan yang definisi  isim secara umum, takutnya bakal  mempersulit pemahaman khusus  pemula.

Baca Juga : Pengertian Isim Dan Contohnya dalam Ilmu Nahwu


Apa tersebut  Isim Isyarah ?
Isim Isyarah adalah kata tunjuk, atau kata penghubung khusus  menunjukan sesuatu. Jika dalam bahasa indonesia tidak jarang  kita sebut “ini” dan “itu“. Namun bertolak belakang  dengan bahasa arab, kata tunjuk disini me sti disusaikan peruntukannya khusus  apa dan jumlahnya berapa, karena andai  salah dalam menunjukan atau tertukar kata penunjukan dijamin  akan menciptakan  lawan bicara bakal  gagal faham.

Isim Isyarah khusus  mudzakar : (INI)

Tunggal : هذا
Contoh kalimat : Ini guru (pria)-> هذا مدرس
Ganda : هذانِ
Contoh kalimat : Ini 2 guru (pria)-> هذان مدرسان
Jamak : هؤُلَاءِ
Contoh kalimat : ini 3 guru (pria)- > هؤُلَاءِ مدرسون
Isim Isyarah khusus  mudzakar : (ITU)


Tunggal : ذلكَ
Contoh kalimat : tersebut  guru (pria)-> ذلكَ مدرس
Ganda : ذانك
Contoh kalimat : tersebut  2 guru (pria)-> ذانك مدرسان
Jamak : أُولئكَ
Contoh kalimat : tersebut  3 guru (pria) – > أُولئكَ مدرسون
Isim Isyarah khusus  muanats: (INI)

Tunggal : هذه
Contoh kalimat : ini guru (wanita) -> هذه مدرسة
Ganda : هاتانِ
Contoh kalimat : ini 2 guru (wanita) -> هاتانِ مدرستان
Jamak : هؤُلَاءِ
Contoh kalimat : ini 3 guru (wanita) -> هؤُلَاءِ مدرسات
Isim Isyarah khusus  muanats: (ITU)

Tunggal : تِلْكَ
Contoh kalimat : tersebut  guru (wanita) -> تِلْكَ مدرسة
Ganda : تانِكَ
Contoh kalimat : tersebut  2 guru (wanita) -> تانِكَ مدرستان
Jamak : أُولَئِكَ
Contoh kalimat : tersebut  3 guru (wanita) -> أُولَئِكَ مدرسات

Baca Juga : Pengertian Fiil dan Contohnya Dalam Ilmu Nahwu

Itulah keterangan  dari Isim isyarah sebagai kata tunjuk dalam bahasa arab. Bagi semua  pemula khusus  usahakan  pahami dengan baik pemakaian  isim isyarah tersebut. Karena kata tunjuk ini lumayan  sering dikhususkan  dalam kaidah berbahasa arab. Dan khusus  latihan dapat  variasikan dengan menunjukan lain  apa saja, sekaligus menggandakan  kosa kata.

Pengertian Haal (الحال) dalam Ilmu Nahwu (disertai contoh yang jelas dan memahamkan)

Pengertian Haal (الحال) dalam Ilmu Nahwu (disertai contoh yang jelas dan memahamkan)

A.    PENGERTIAN HAAL ( حال )

Haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Seperti dalam misal  :

جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah  datang sambil  berkendara

Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada  di dalam firman Allah Swt, inilah  :

فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut  ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).

Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana  Musa masa-masa  keluarnya.         

Atau menjelaskan suasana  maf’ul, laksana  dalam misal  :

رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah  menunggang kuda sambil  berpelana.

Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana  kuda waktu dipakai  angkutan di atasnya. Dan laksana  yang ada  dalam firman Allah Swt. Berikut :

وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا
“ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk  segenap manusia.”(An-Nisa:79)
Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf   kaf yang ada  pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.

Atau menyatakan  kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal  :

لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا = Aku sudah  bertemu Abdullah sambil  berkendaraan.

Yang dimaksud sambil  berkendaraan tersebut  ialah  aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.


B.     SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA

1. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali nakirah. Apabila terdapat  haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti misal  :

جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ = Zaid sudah  datang sendirian.
Taqdirnya ialah  :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian

Keterangan :
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan format  ma’rifat, namun  maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya ialah  :

جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian.

2. Kebanyakan haal tersebut  dalam format  musytaq (terbentuk dari tasrif/pergantian bentuk), berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada pula  yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), namun  berisi  arti  musytaq, laksana  dalam contoh-contoh inilah  :

بَدَتِ الجَارِيَةُ قَمَرًا = Anak perempuan tersebut  tampak laksana  bulan.
Yang dimaksud dengan bulan merupakan   bercahaya.

بِعْتُهُ يَدًا بِيَدٍ= Aku telah memasarkan  barang tersebut  secara timbang terima.
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima merupakan   jual beli secara kontan.

وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.
Yang dimaksud dengan seorang –seorang merupakan   berurutan.

3. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali me sti setelah  sempurna kalam-nya, yaitu  sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan arti  bahwa lafazh haal tersebut  tidak termasuk di antara  dari kedua unsur  lafazh jumlah, namun  tidak pun  yang dimaksud bahwa suasana  kalam itu lumayan  dari haal ( tidak memerlukan  haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :

وَلَاتَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah anda  berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)

4. Tidak terdapat  shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format  ma’rifat, sebagaimana yang telah diajukan  pada contoh-contoh tadi atau dalam format  nakirah bila   ada haal yang membolehkannya, yakni  : Hendaknya haal melampaui  nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak setelah  nafi. Contoh haal yang melampaui  nakirah laksana  :

فِي الدََارِ رَجُلٌ جَالِسًا = Didalam rumah tersebut  ada  seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut :

فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً
“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ .

Contoh lainnya merupakan   firman Allah Swt :
وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ 
“Dan kami tidak memusnahkan  sesuatu negeri pun, tetapi  sesudah terdapat  baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)
Lafazh  لَهَامُنْذِرُوْنَ ialah  jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ .

5. Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dirasakan  sah sebab  ada huruf   nafi yang mendahuluinya.
Dan qiraat (bacaan) beberapa  mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat inilah  bacaanya dengan nashab, yakni  :
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ
“Dan sesudah  datang untuk  mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)
Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah sebab  di-takhshish oleh zharaf, yakni  : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.

Haal (الحال) itu ada yang berbentuk zharaf, laksana  dalam misal  :
رَأيْتُ الهِلاَلَ بَيْنَ السَحَابِ= Aku telah menyaksikan  bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ ialah  zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .

Ada pun  yang berbentuk jar dan majrur, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt . inilah  ini  :
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ
“Maka keluarlah karun untuk  kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)
Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terdapat  di dalam lafazh خَرَجَ .

Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang sehubungan  dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :
 خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ
“ Mereka tersebut  keluar dari dusun  halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)
Jumlah atau kalimat وَهُمْ أُلُوفٌ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا

yang sehubungan  dengan dhamir saja, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :
 اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ
“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh untuk  yang lain”. (Al-Baqarah:36)
Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sementara  lafazh لِبَعْضٍ sehubungan  dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yakni  lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan.

Atau sehubungan  dengan wawu (saja), laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :
لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْب وَنَحْنُ عُصْبَة
“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami kelompok  (yang kuat)”. (Yusuf:14)
Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang sehubungan  dengan wawu saja.
Kata Nazhim :
الحَالُ وَصْفٌ ذُو انْتِصَابٍ آتِي مُفَسِّرٌ لِمُبْهَمِ الهَيْئَاتِ 
Haal ialah  washf (sifat) yang di nashob-kan yang bermanfaat  menjelaskan suasana  yang samar.


وَإِنَّمَا يُؤْتَى بِهِ مُنْكَّرَا وَغَالِباً يُؤْتَى بِهِ مُؤَخَّرًا
Sesungguhnya eksistensi  haal tersebut  dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).


C.     PEMBAGIAN HAAL DAN CONTOHNYA

Haal terdapat  3 yakni  :
1. Haal Mufrad (Haal yang terdiri dari satu kata)
Contoh :
وَيَنقَلِبُ إِلَىٰ أَهْلِهِ مَسْرُورًا
Artinya : Dan dia berpulang pada  kaumnya dengan gembira ( Q.S. Al-Istyqaq : 9 )

اسم الفاعل: ذَهَبَ عَلِيٌّ إلَى المَسْجِدِ مَاشِيًا
Haal dalam bentuk isim fa'il: Ali pergi ke masjid dengan jalan kaki

اسم المفعول: قَامَ الفَائِز ُ مَسْرُوْرًا
Haal dalam bentuk isim Maf'ul : Para pemenang berdiri dengan senang

الصفة المشبّهات باسم الفاعل: زُرْتُ فَاطِمَةَ فَرِحَةً 
Haal dalam bentuk sifat yang menyerupai isim fa'il: Saya mengunjungi  Fatimah dalam suasana  riang gembira

صيغة المبالغة: الجَاهِلُ قَرَأ الكِتَابَ مكْسَالاً 
Haal dalam bentuk Shigot Mubalaghoh: Orang bebal  itu membaca kitab  dalam suasana  sangat malas

اسم التفضيل: هَرَبَ عَلِيٌّ اَسْرَعَ مِنِّي 
Haal dalam bentuk isim tafdhil (kata benda yang menunjukan arti lebih): Ali berlari lebih cepat dari aku

2.      Haal Jumlah (Haal yang terbentuk dari kalimat)

Contoh :
رَأيْتُ الأسْتَاذَ يَبْدَأُ الدَرْسَ 
Saya menyaksikan  bapak guru mengawali  pelajaran.
Syarat haal jumlah ialah  berisi  rabith (penghubung) yang menghubungkan urusan  dengan shahibul hal. Rabith ini berupa dhamir dan wawu.
Ø  Dhamir
حَضَرَ الطُلَّابُ يَمْشُوْنَ 
Para pelajar datang dengan berjalan kaki.

Ø  Wawu
 لاَ تَقْرَبُوْا الصَلَاةَ وَأنْتُمْ سُكَارَى
Janganlah anda  semua mendekati shalat padahal anda  semua dalam suasana  mabuk. (Q.S. An-Nisa : 43 )

3.Haal Shibhul jumlah (Haal nya menyerupai kalimat)

Contoh :
يُضِيْئُ المِصْبَاحُ حَوْلَهُ
Lampu menerangi sekitarnya

جَاءَ القَوْمُ رَجُلًا رَجُلًا 
Kaum tersebut  datang seorang – seorang



KESIMPULAN
Dari ulasan  di atas dapat diputuskan  bahwa haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Hal terbagi jadi dua yakni  : Hal Muakkidah, sebagai pengokohan yakni  tidak ada arti  lain di samping  sebagai taukid. Hal Mubayyinah, sebagai keterangan  yakni sifat Fadhalah/Sambilan yang dinashobkan untuk menjelaskan  tingkah atau gaya shohibul-haal saat  terjadinya kegiatan  utama. Dimana kriteria -syarat haal terbagi tiga yakni  : Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali nakirah. Apabila terdapat  haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali me sti setelah  sempurna kalam-nya. Tidak terdapat  shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format  ma’rifat. Sehingga penting untuk  kita guna  mempelajari Bab haal lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Moch.2012. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan
           ‘Imirthy Berikut Penjelasannya. Sinar Baru Algensindo:Bandung.
Munawari,Akhmad. 2003. Belajar Cepat Tata Bahasa Arab. Nurma Media
           Idea:Yogyakarta.
Sukamto,Imaduddin,Akhmad Munawari. 2000. Tata Bahasa Arab
           Sistematis. Nuansa Aksara Group:Yogyakarta.
Tsaqib. “Bab Haal”. 2011. Diakses dari : http://tsaqibpermata.blogspot.
          com /2011/09/bab-haal.html.

Isim-isim yang Dibaca Jar [مَجْرُوْرَاتُ الأسْمَاءِ] dalam Ilmu Nahwu

Isim-isim yang Dibaca Jar [مَجْرُوْرَاتُ الأسْمَاءِ] dalam Ilmu Nahwu

Setiap isim mempunyai peraturan  baca tersendiri, yakni  isim yang di rafa'kan, isim yang dinasabkan dan isim yang dijarkan. Isim yang dibaca jar terdapat  tiga macam, yakni :

1. dijarkan dengan huruf  jar, 
contoh: فِيْ القُرْآنِ

2. dijarkan karena  idhafah,

contoh: قِرَاءَةُ القُرْآنِ

3. dijarkan karena tawabi (mengikuti isim yang dibaca jar), 

contoh:  قِرَاءَةُ القُرْآنِ الكَرِيْـمِ 

Pembahasan:
1. Dijarkan dengan huruf   jar.
Adapun isim yang dijarkan dengan huruf   jar asli, yakni :


مِنْ

:


dari


رُبَّ


:


sedikit sekali


إِلَى


:


Ke/kepada


بِ


:


dengan


عَنْ


:


tentang


كَ


:


seperti


عَلَى


:


di atas

لِ
:

untuk/kepada

فِي


:

di/ di dalam
Contoh:
نَزَلَ المَطَرُ مِنَ السَمَاءِ  Hujan turun dari langit

2. Dijarkan karena  idhofah.
Dalam kaidah nahwu Idhofah merupakan campuran  dua isim yang mengakibatkan  salah satu isimnya (dalam hal ini yang menjadi mudhof ilaih) dibaca jar disebabkan  isim satunya.
Anwar 2003:161 mendefinisikan idhofah sebagai pertalian antara dua perkara dua isim yang mengakibatkan  isim dua-duanya  dibaca jar.

Susunan Idhofah terdiri dari dua isim, isim yang kesatu  disebut  mudhof dan isim yang kedua disebut  mudhof ilaih.
Syarat mudhof ialah  terbebas dari al- ta'rif dan tanwin, sementara  syarat mudhof ilaih ialah  harus dibaca jar, jadi dalam hal ini mudhof ilaih lah yang nantinya mempunyai kedudukan jar.
Contoh:
كِتَابُ اللَّهِ  Kitab Allah

كِتَابُ   MUDHOF

اللَّهِ  MUDHOF ILAIH

Lafadz Jalaalah اللَّهِ dalam keadaan jar karena menjadi mudhof ilaih, tanda jar nya adalah kasroh di akhir kata.

Idhofah sendiri dipecah  menjadi tiga, yaitu:
a. Idhofah yang diduga  menyimpam makna  milik. Contoh:
كِتَابُ زَيْدٍ    "Kitab milik  Zaid"
b. Idhofah yang diduga  menyimpan makna  dari. Contoh:
مَاءُ البِئْرِ  "Air dari Sumur"
c. Idhofah yang diduga  menyimpan makna  di dalam. Contoh:
انْتِظَارُ شَهْرَيْنِ  "Menunggu dalam masa dua bulan"

3. Dijarkan karena  ikut pada isim yang dibaca jar.
Adapun yang dijarkan karena  ikut pada isim yang dibaca jar, dinamakan  tawabi'. Tawabi' terbagi menjadi empat yaitu:

a. Na'at
Na'at ialah  kata sifat, kata ini tidak jarang  kali  mengikuti untuk  lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan  rafa', nashab, jar, serta ma'rifat maupun nakirahnya. Berdasarkan keterangan dari  kaidah nahwu, Na'at merupakan   lafadz yang mengikuti kepada makna lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan  rafa, nashab, khafadh jar, marifat, maupun nakirahnya
Na'at dipecah  menjadi dua yaitu:

  • Na'at haqiqi

Na'at haqiqi ialah  na'at yang merafa'kan isim dhomir yang berpulang pada  man'utnya. Na'at haqiqi mesti mengekor  man'utnya dalam empat dari sepuluh perkara, yaitu:
a) Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar. Contoh:  نَظَرْتُ إلَى كِتَابٍ كَبِيْرٍ

b) Salah satu dari mufrod, tasniyah atau jama'. Contoh: كِتَابَيْنِ اثْنَيْنِ 

c) Salah satu dari mudzakkar atau mu'annas. Contoh: قِرَاءَةٌ بَدِيْعَةٌ 

d) Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh.  كِتَابٌ وَاحِــدٌ


  • Na'at sababi

Na'at sababi ialah  na'at yang merafa'kan isim dhohir yang diidhofahkan untuk  isim dhomir yang berpulang pada  man'utnya.
Syarat-syarat na'at sababi:
a) Harus berbentuk mufrod tunggal meskipun man'utnya berbentuk tasniyah atau jama'.
b) Harus mengekor  man'utnya dalam dua dari lima perkara, yaitu:
- Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar.
- Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh.
c) Harus mengekor  isim dhohir dalam mudzakkar atau mu'annatsnya.

b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)


‘Athaf ialah  tabi’ yang terletak sesudah  huruf-huruf   athaf (huruf-huruf   penghubung / penyambung)
Contoh:

ٍمَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَ عَلِيّ  (Saya bertemu dengan Zaid dan Ali)

عَلِيّ --> MA'TUF

وَ --> HURUF 'ATHAF

ٍزَيْد --> MA'THUF 'ALAIH

Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.

Baca selengkapnya di sini: Athaf (Penyambung)



c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)

Taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:
مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ نَفْسِهِ (Saya benar-benar bertemu dengan ustad)

نَفْسِهِ --> TAUKID guna  memperkuat bahwa yang datang adalah الأُسْتَاذِ

Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini: Taukid (Penguat)


d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)

Badal ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam sebuah  kalimat guna  mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan  ataupun sebagiannya saja.
Contoh:

مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ مُحَمَّدٍ

مُحَمَّدٍ = الأُسْتَاذِ jadi مُحَمَّدٍ ialah  BADAL dari الأُسْتَاذِ

Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini: Badal (Pengganti)