Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Pengertian AF"ALUL MADKHI WA DZAMMI [أفعال المدح و الذم] dalam Bahasa Arab

Pengertian AF"ALUL MADKHI WA DZAMMI [أفعال المدح  و الذم] dalam Bahasa Arab

Al-asalib an-nahwiyah (الاساليب النحوية) adalah sebuah istilah yang dalam ilmu nahwu biasa disebut asaalib atau gaya bahasa, al-asaalib [الأساليب] sendiri sebenarnya adalah kata jamak yang berasal dari kata uslub [اسلوب] yang artinya adalah gaya bahasa, ada banyak sekali uslub dalam bahasa Arab, diantaranya adalah:
اسلوب الاستفهام [uslub kata tanya]
اسلوب الشرط   [uslub kata syarat 'jika ....., maka...]
اسلوب التحذير  [uslub kata peringatan]
اسلوب الاغراء  [uslub kata sanjungan]
اسلوب التنجو    [uslub kata harapan]
اسلوب المدح والذم [uslub kata pujian dan celaan]

Para ahli nahwu sepakat bahwa uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dibagi menjadi tiga, yakni:
  •  Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata نِعْمَ sebagai kata pujian dan memakai kata  بِئْسَ  sebagai kata celaan.
  • Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata حَبَّذَا  sebagai kata pujian dan memakai kata لَا حَبَّذَا  sebagai kata celaan.
  • Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai wazan fi'il tsulasi.

A. Uslub 
al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata نِعْمَ  dan  بِئْسَ

1. 
نِعْمَ  dan بِئْسَ
Terdapat ikhtilaf atau perbedaan pendapat di kalangan ahli nahwu mengenai 
نِعْمَ  dan بِئْسَ , apakah kedua kata tersebut masuk dalam kategori fi'il ataukah isim, menurut ulama Bashrah kedua kata tersebut merupakan fi'il atau kata kerja alasannya adalah karena kedua kata tersebut dapat kemasukan ta ta’nis di akhir kata dan merofa'kan fa'ilnya, contoh:
 نعمت المرأة فاطمة 
Adapun menurut ulama kuffah kedua kata tersebut merupakan isim alasanya karena keduanya dapat kemasukan alif lam seperti dalam contoh النعم و البئس , 

Sedangkan sebagian besar ulama nahwu banyak yang sependapat dengan penjelasan ulama Bashrah karena alasan mereka lebih kuat dan dapat dijadikan rujukan oleh sebagian besar ulama lainnya.

2. kata pujian dan kata celaan menggunakan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ

a. Pengetahuan Dasar نِعْمَ  dan بِئْسَ
Ada baiknya Sebelum temen-temen tahu lebih banyak tentang uslub ini, mari kita sama sama membaca pengetahuan dasar tentang uslub yang berisikan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ . Berikut ini adalah penjelasan singkatnya:
  • نِعْمَ  dan بِئْسَ adalah fi'il jaamid [fi'il yang tidak ditashrif] yang bermakna pujian dan celaan.
  • Isim yang jatuh setelah نِعْمَ  dan بِئْسَ adalah fa'il [Subjek] dari kedua fi'il [kata kerja] tersebut.
  • Isim yang jatuh setelah fa'ilnya [subjeknya] نِعْمَ  dan بِئْسَ disebut juga dengan mahsus yang mana adalah objek dari pujian maupun celaan.
  • Kalimat yang terdiri dari نِعْمَ  dan بِئْسَ dan fa'ilnya [subjeknya] adalah khobar yang didahulukan, keduanya ber'irab rofa' secara mahal (kedudukannya)
  • yang dimaksud Mahsus adalah mubtada yang diakhirkan.

Adapun bila kita membuat skema uslub pujian dan celaan memakai kata 
نِعْمَ  dan بِئْسَ maka berikut ini adalah gambarannya:
نِعْمَ الرَجُلُ مُحَمَّدٌ

بِئْسَتِ المَرْأةُ هِنْد

berikut adalah tabelnya:

Mahsus
Fail
نِعْمَ  dan بِئْسَ
محمد
الرجل
نعم
هند
المراة
بئست
Mubtada yang diakhirkan
Jumlah khabar yang didahulukan

b. Fa'il [subjek] نِعْمَ  dan بِئْسَ
untuk membuat fa'il [subjek] 
نِعْمَ  dan بِئْسَ bisa menggunakan 4 (empat) metode, yakni:
  • Fa'il dibuat dari isim yang tambahkan ال ma'rifah, seperti pada contoh di atas نعم الرجل محمد
  • Fa'il dibuat dari isim nakiroh yang diidhofahkan kepada isim yang dima’rifahkan menggunakan ال seperti contoh berikut : نعم مكان الجزاء الجنة
  • Fa'il dibuat dari dhomir mustatir yang dijelaskan oleh tamyiz seperti pada contoh berikut نعم خلقا الصدق
  • Fa'il dibuat dari isim maushul al-musytarok (من dan ما) seperti pada contoh
     نعم ما يقول العالم,بئس من يقول الكاذب

c. Mahsus [Objek] kata 
نِعْمَ  dan بِئْسَ
Seperti yang telah dijelaskan mahsus adalah Isim yang menjadi objek pujian atau juga celaan. Mahsus memiliki beberapa kondisi pada kalimat, rinciannya adalah sebagai berikut:
  • Mahsus [Objek] dapat atau boleh terletak sebelum fi'il نِعْمَ  dan بِئْسَ, contoh : الصادق نعم الرجل ,  kata الصادق  adalah mahsus atau isim yang menjadi objek pujian, pada kalimat tersebut mahsus menempati kedudukan sebagai mubtada'. Jumhurul 'Ulama nahwu menyebut mahsus semacam ini dengan musy’ir (مشعر) seperti halnya penjelasan ibnu malik dalam karangannya kitab alfiyah ibnu malik,

    وان يقدم مشعر به كفى # كالعلم نعم المقتنى والمكتفى

  • Mahsus [objek] dapat atau boleh didahuli oleh amil nawasikh, baik amil tersebut jatuh persis setelah fi'il  نِعْمَ  dan بِئْسَ seperti dalam contoh
     نعم الرجل كان محمد, maka pada keadaan ini mahsus memiliki kedudukan sebagai isimnya كان , adapun fi'il  نِعْمَ  dan بِئْسَ beserta fa'ilnya memiliki kedudukan sebagai khobarnya كان yang didahulukan
  • Mahsus Boleh dihilangkan bila terdapat qarinah [hubungan] yang jika mahsus dibuang kalimat dapat dipahami dengan baik, contoh seperti percakapan dua orang sahabat yang menceritakan kecerdasan sahabatnya Ahmad نعم الرجل, انه عالم bila kita perjelas percakapan mereka maka menjadi
     نعم الرجل احمد, انه عالم . kata Ahmad [mahsus] dalam percakapan tersebut dihilangkan karena keduanya sudah paham dengan Ahmad yang dimaksud.



B. Uslub madh wa dzam dengan menggunakan kata حَبَّذَا dan لَا 
حَبَّذَا 

1. 
حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا 
حَبَّذَا  sebenarnya adalah rangakaian yang terdari dua kata, yaitu fi'il َّحَب yang artinya adalah suka atau cinta dan kata ذَا isim isyarah berupa mufrad mudzakar, adapun kata لَا حَبَّذَا  dengan ditambah kata لا nafyi adalah kebalikan dari kata حَبَّذَا  karena terdapat kata lam nafyi yang artinya adalah negatif maka menjadi 'tidak suka'.


2. Pengetahuan dasar tentang حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا 
Seperti pada pembahasan uslub madh wa dzam dengan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ, pada  حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا  juga mempunyai pengetahuan dasar yang perlu kita ketahui, yakni:
  • حَب adalah fi'il madhi jamid [kata kerja lampau yang tidak di derivasi].
  • ذَا  adalah merupakan fa'il dari حَب .
  • Isim nakiroh yang terletak setelah ذَا  maka ia berkedudukan sebagai tamyiz yang menjelaskan kata ذَا  .
  • Adapun Isim marifah yang jatuh setelah tamyiz berkedudukan sebagai mubtada yang diakhirkan.
  • Khabar dalam uslub ini yaitu susunan kalimat yang terdiri dari fi'il حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا , fa'il, beserta tamyiznya.
bila kita membuat sebuah skema untuk uslub pujian dan celaan yang memakai kata حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا  maka berikut ini adalah gambarannya:
حبّذا المنوى الجنة

لا حبّذا المنوى النار

berikut ini adalah tabelnya:

Mahsus
Tamyiz
Fail
Fiil
الجنة
المئوى
ذا
حب
النار
المئوى
ذا
لاحب
Mubtada yang di akhirkan
Jumlah khobar yang didahulukan

3. Mahsus [Objek] 
Para ulama nahwu berbeda pendapat tentang penempatan mahsus untuk حبذا dan لا حبذا, Imam Abdul Rahman Al-makudi dalam syarahnya terhadap kitab alfiyah ibnu malik mengatakan bahwa mahsus pada حبذا dan لا حبذاharus berada setelah fiil dan fail, sedangkan A. Sohib Khairani seorang ahli nahwu asal Indonesia dalam bukunya Audlohul manaahij berpendapat bahwa mahsus pada حبذا dan لا حبذا boleh didahulukan seperti dalam contoh الصالح حبذا عبدا, bahkan beliau menambahkan bahwa tamyiz boleh didahulukan dari mumayaznya seperti alam contoh رجلا حبذا الصالح .


C. Uslub madh wa dzammi dengan memakai wazan fi'il tsulasi

Jumhurul 'ulama sepakat untuk membolehkan menyusun uslub madh wa dzam dengan memakai fi'il, tapi harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Fi'il atau kata kerja harus terbuat dari fi'il tsulasi [fi'il yang terbentuk dari tiga huruf asli tanpa tambahan)
2. Berwazan فعُل (yang 'ain fi'ilnya berharakat dhomah)
3. Fi'il berupa jamid
4. amalnya harus mengikuti amal 
نِعْمَ  dan بِئْسَ 

Catatan :
bila fa'il [subjek] dari fi'il tersebut berupa mustatir yang kembali kepada tamyiz setelahnnya, maka ada 2 alternatif dalam penulisan fi'ilnya, sebagai berikut:
1. Fiil berbentuk mufrad secara mutlak baik failnya berbentuk tasniah, muanast, atau jamak
2. Fiil menyesuaikan dengan failnya.