Pengeritan Munada (المنادى) berserta Macam-macamnya dalam Ilmu Nahwu
Pengertian Munada
Definisi Munada merupakan kalimah isim yang dinamakan sesudah atau jatuh setalah huruf nida. Penggunaan Munada dengan mempergunakan huruf-huruf panggilan huruf nida supaya yang dipanggil mengunjungi atau menoleh untuk yang memanggil. Dalam bahasa arab, nida' artinya ialah seruan.
Contoh Munada:
ياَ عَبْدَ اللهِ
"Wahai, Abdullah"
Huruf nida’ berjumlah tujuh macam, yaitu
يا=َ أ= أَيْ= آ= هَياَ=أَياَ=وَا
Keterangan :
Huruf Nida (أَيْ) dan (أَ) dipakai untuk menyeru sesuatu yang dekat. (أَياَ), (هَياَ) dan (آ) guna menyeru sesuatu yang jauh. (ياَ) untuk seluruh munada, baik dekat, jauh atau sedang. (وَا) guna ratapan, yaitu dipakai untuk meratapi sesuatu yang dirasakan sakit, Contoh: (وَا كَبِدِي!)
Sedangkan andai (ياَ) ditentukan dalam menyeru nama Allah ta’ala, sampai-sampai nama Allah jangan diseru dengan yang lainnya, dan dalam istighatsah (permintaan tolong), sampai-sampai tidak diizinkan meminta bantu dengan di samping (ياَ)
Huruf . (ياَ) dan (وَا) ditentukan guna nudbah, sampai-sampai selain dua-duanya tidak dapat digunakan guna nudbah, tetapi (وَا) dalam nudbah lebih tidak sedikit digunakan
Macam-Macam Munada
1. Munada mufrad alam atau mufrad ma’rifat ialah munada yang tidak berupa mudlaf atau syibhul mudlaf, baik munada tersebut berupa tatsniyyah atau jama’, laksana (ياَ زَيْدُ), (ياَ زَيْدَانِ), dan (ياَ زَيْدُونَ).
2. Munada nakirah maqshudah. Yaitu seluruh isim nakirah yang jatuh sesudah huruf nida’ dan dimaksudkan guna memu’ayyankannya (untuk sesuatu yang tertentu), Contoh :(ياَ رَجُلُ) “Wahai anak muda.”
3. Munada nakirah ghairu maqsudah. seluruh isim nakirah yang jatuh sesudah huruf nida’ yang dimaksudkan tidak guna sesuatu yang tertentu, laksana orang buta yang menyampaikan (ياَ رَجُلاً خُذْ بِيَدِي) “Wahai anak muda! Peganglah tanganku.”
4. Munada mudlaf. munada yang berupa rangkaian mudlaf-mudlaf ilaih, laksana (ياَ غُلاَمَ زَيْدٍ).
5. Munada syibhul mudlaf. munada yang berupa lafal yang memerlukan pada lafal yang lainnya guna kesempurnaan maknanya, laksana (ياَ طاِلِعاً جَبَلاً)
Ketentuan Munada
Apabila sebuah kata ada AL ( الُْ) ada sejumlah ketentuan dalam pemanggilannya.
1. Kata yang di panggil I’robnya marfu’
2. Menambahkan lafazh sesudah huruf nida’:
a. أَيُّهَا Bagi isim mudzakkar
b. أَيَّتُهَا Bagi isim muannats
Contoh: يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ =يَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ= يَا أَيَّتُهَا الْمَرْأَةُ= يَا أَيَّتُهَا الْمُسْلِمَاتُ
3. Khusus guna lafazh jalalah Allah الله, melulu boleh memakai huruf nida’ يَا . Contoh: يَا اَللهُ Biasanya guna memanggil lafzhul jalalah Allah dipakai اَللّهُمَّ
4. Terkadang munada melemparkan huruf Nida Contoh: رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ Asalnya ialah يَا رَبَّنَا يُوْسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا Asalnya ialah يَا يُوْسُفُ
5. Jika munada mudhof untuk ya’ mutakallim maka ya’ boleh dibuang. Contoh: يَا رَبِّي وَلَدِ تَعَالَ Asalnya يَا وَلَدِي
Itulah pembahasan tentang Munada, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :)
Pengertian Tamyiz (التمييز) dalam Ilmu Nahwu
Salah satu ulasan dalam ilmu Nahwu yang penting ialah tamyiiz. Tamyiiz adalah sebuah kata atau lafadz yang dibaca mansub yang bermanfaat menjelaskan isim yang samar pada suatu kalimat. Berikut definisi dalam buku jurumiyah;
الاِسْمُ المَنْصُوْبُ المُفَسِّرُ لِمَا انْبَهَمَ مِنَ الذَّوَاتِ
Artinya: Tamyiz adalah isim yang dibaca nashob yang bermanfaat menjelaskan hal-hal yang samar pada suatu kalimat.
Sedangkan definisi lain dari tamyiiz dalam buku nahwu wadih merupakan
إِسْمٌ يُذْكَرُ لِبَيَانِ المُرَادِ مِنْ اسْمٍ سَابِقٍ يَصْلَحُ لِأَنْ تُرَادَ بِهِ أَشْيَاءٌ كَثِيْرَةٌ
Artinya : kata (isim) yang kegunaannya menjelaskan maksud dari kata (isim) sebelumnya.
Contoh
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ
Artinya : Saya menyaksikan empat belas
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ غَنَمًا
Artinya : Saya menyaksikan empat belas kambing
Kalimat kesatu pada misal di atas masih belum jelas karena cuma menuliskan kata أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain empat belas dan tidak melafalkan benda/barang yang dihitung (tamyiznya). Sehingga kalimat itu belum terbilang kalimat yang menyeluruh dan masih rancu. Kemudian pada misal kedua hitungan angka أرْبَعَةَ عَشَرَ ditambahkan dengan kata غَنَمًا yang dengan kata lain kambing,maka kalimatnya pun menjadi sempurna dan dapat dipahami menjadi “saya menyaksikan empat belas kambing”. Kata kambing/ghonaman adalah tamyiz yang menyatakan angka أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain empat belas adalah berupa kambing, kemudian kalimat itu menjadi menyeluruh dan dapat dipahami.
Ada dua istilah dalam pembahasa ini yang perlu dicerna terlebih dahulu sebelum kita mengetahui pembagian tamyiz yakni istilah mumayiz. Apabila tamyiz adalah isim yang menyatakan suatu kata yang masih rancu, maka mumayiz ialah kata rancu yang diterangkan oleh tamyiz.
Contoh :
اِشْتَرَيْتُ رِطْلًا بَلْحًا
Artinya : Saya melakukan pembelian setengah kilo kurma.
Kalimat itu yang menjadi mumayiz ialah kata رِطْلًا yang dengan kata lain setengah kilo sementara tamyiz pada kalimat tersebut ialah بَلْحًا yakni kurma. Kata “kurma” menyatakan hitungan “setengah kilo”. Apabila kata “kurma” tidak dilafalkan maka kalimat itu belum menyeluruh dan masih rancu.
Pembagian Tamyiz
Tamyiz dipecah menjadi dua bila disaksikan dari mumayiznya yakni mumayiz malfud dan mumayiz malhud.
1. Mumayiz malfud ialah kalimat yang berisi tamyiz dan dilengkapi dengan mumayiznya. Biasanya format mumayiznya berupa berat, timbangan, luas dan jumlah.
Contoh:
اِشْتَرَيْتُ رِطْلًا رُزًّا
Artinya : saya telah melakukan pembelian setengah kilo padi
بَاعَنِي التَاجِرُ مِتْرًا حَرِيْرًا
Artinya : Penjual menjual untuk saya satu meter kain sutera
فِي الحَقْلِ عِشْرُوْنَ غَنَمًا
Artinya : Di ladang terdapat dua puluh kambing
Dari sejumlah contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa ketiga kalimat itu dilengkapi dengan mumayiz yakni kata رطلا، مترا، عشرون (kilo, meter, dua puluh) yakni timbangan, ukuran, dan jumlah. Maka dengan adanya mumayiz kalimat tersebut disebut dengan mumayiz malfud. Sedangkan kata yang mengindikasikan posisi/kedudukan sebagai tamyiz pada kalimat di atas ialah رُزًّا، حَرِيْرًا، غَنَمًا (nasi, kain sutera, kambing)
2. Tamyiz malhud (ملحوظ) ialah Tamyiz yang adalah pindahan atau peralihan dari Fail, Maful bih, dan Mubtada.
> pinadahan dari fail, misal : طاب زيد خُلُقًا, asalnya ialah : طاب خُلُق زيد, dengan mengalihkan fail (خلق) kebelakang dan dijadikan tamyiz.
> pindahan dari maful bih, contoh: و فجّرنا الأرض عيوناً, aslinya ialah : و فجّرنا عيون الأرض, maful bih (عيون) di pindah ke belakang dan dijadikan tamyiz.
> pindahan dari mubtada, misal : أنا أكثر منك مالاً, aslinya مالي أكثر منك.
Pada tiga misal di atas tidak dilafalkan mumayiznya dan melulu tamyiznya saja yang dilafalkan yaitu kata هواءا، سرورا، قلبا sampai-sampai kalimat-kalimat tersebut termasuk pada jenis yang kedua yakni mumayiz malhud.
Itulah pembahasan singkat tentang Tamyiz, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :)
Pengertian Maful Bih (مفعول به) dalam Ilmu Nahwu
Salah satu pembahsan dari mansubat al-asmai (isim-isim yang dinashabkan) ialah maf’ul bih. agar memahaminya lebih mudah, yang dimaksud dengan maf’ul bih ini ialah “objek” dalam bahasa indonesia. Jadi, objek dalam bahasa indonesia tersebut sama halnya dengan maf’ul bihi dalam bahasa arab.
Baca Juga: Maf'ul Mutlaq, Maf'ul Liajlih, Maf'ul Ma'ah, dan Maf'ul Fiih.
Pengertian Maf'ul Bih
Adapun definisi maf’ul bih dalam ilmu nahwu ialah :
isim manshub (yang dibaca nashob) yang menjadi sasaran tindakan (objek).
Maka, jelas sekali, yang dimaksud maf’ul bih menurut arti istilah ialah isim manshub dimana posisinya menjadi sasaran tindakan si pelaku.
Contoh :
قَرَأْتُ كِتَابًا = Aku sudah membaca Buku
Dalam misal di atas, yang menjadi sasarn perbuatannya (memukul) ialah kata “kitaaban”, maka kata tersebut menjadi maf’ul bih.
Contoh lainnya :
اَكَلْتُ الطَعَامَ = Aku sudah memakan makanan.
Yang menjadi sasaran perbuatannya (memakan) ialah makanan, maka kata tersebut menjadi maf’ul bih.
Dengan dua misal di atas sudah paling jelas sekali untuk mengetahui pembahasan mengenai maful bih dalam ilmu nahwu.
Pembagian Maf’ul Bih
Dalam ulasan tentang maful bih , maka maf’ul bih terbagi atas dua bagian yakni maf’ul bihi isim dzahir (nampak) dan isim dhamir (kata ganti). Maf’ul bih isim dzahir ialah maf’ul bih yang terdiri atas isim dzahir (isim yang nampak) contohnya laksana yang dua tadi di atas, objeknya berupa kata yang nampak dan bukan kata ganti, sementara yang dimaksud dengan maf’ul bih isim dhamir (kata ganti) ialah maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir misal :
ضَرَبَنِي = Dia (laki-laki) sudah memukulku.
Lafadz ضَرَبَ ialah fi’il madhi, sementara fa’ilnya ialah dhamir mustatir (disembunyikan) takdirnya هُوَ, huruf nun-nya ialah lil wiqaayah, sementara huruf ya-nya ialah ya mutakalim wahdah dimana kedudukannya menjadi maf’ul bih.
ضَرَبَكَ = Dia (laki-laki) sudah memukulmu (laki-laki)
Lafadz ضَرَبَ ialah fi’il madhi, fa’ilnya mustatir andai ditakdirkan menjadi هُوَ, dan huruf كَ nya menjadi maf’ul bih.
Demikian ulasan tentang maful bih dalam ilmu nahwu bahasa arab. Semoga bermanfaat. :)
Pengertian MAFUL MUTHLAQ (المَفْعُوْلُ المُطْلَقُ) dalam Ilmu Nahwu
A. Pengertian Maf’ul Muthlaq
Maf’ul Muthlaq ialah isim atau kata benda yang dibaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il, maf'ul muthlaq juga isim yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan penjelasan jenis serta jumlah perbuatannya.
Contoh :
ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا, أكْرَمَ يُكْرِمُ إكْرَامًا,
Dari pengertian maf’ul muthlaq itu member kepahaman bahwa :
1. Maf’ul muthlaq berupa kalimat isim
2. Maf'ul muthlaq bertujuan untuk penegasan, penjelas dari fi'il (baik jenis maupun jumlah pekerjaannya)
3. Dibaca nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan maf’ul muthlaq yaitu :
- Fi’il taam yang mutashorrif: kata kerja sempurna yang dapat ditashrif (maksudnya bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid )
ضَرَبْتُ كَلْبًا ضَرْبَتَيْنِ
Aku memukul Anjing dengan dua kali pukulan - Mashdar
عَحِبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ ضَرْبًا شَدِيْدًا
Aku terkejut atas pukulanmu dengan pukulan yang keras - Isim sifat
أنَا ضَارِبُ زَيْدٍ ضرْبَ أبِيْهِ
Aku memukul Zaid seperti pukulan ayahnya
Maf'ul Mutlaq ialah isim manshub yang dilafalkan untuk 3 keadaan:
- Untuk menegaskan sebuah perbuatan
- Untuk menyatakan bilangan perbuatan
- Untuk menyatakan jenis/sifat perbuatan
a. Contoh sebagai penegas perbuatan
حَفِظْتُ الدَّرْسَ حِفْظًا
“ Aku sudah menghafal pelajaran tersebut dengan sangat hafal”
Kata حِفْظًا adalah isim yang dibaca nashob dengan fathah sebab isim mufrod, dan ia menjadi maf'ul mutlaq. Kata tersebut bertugas untuk menegaskan perbuatan. Jika kita perhatikan baik-baik bentuk katanya, maf’ul mutlaq adalah isim yang berasal dari lafad fi’ilnya, dalam ilmu shorof disebut isim mashdar. Sehingga untuk menciptakan maf’ul bih sebuah fi’il, dengan teknik mengganti fi’il itu menjadi isim mashdar.
Contoh beda yang mengindikasikan penegas tindakan :
حَفِظْتُ الدَّرْسَ حِفْظاً
(Saya menghapal latihan dengan sesungguhnya)
ضربْتُهٌ ضرباً شديداً
(Saya memukulnya dengan pukulan keras)
أكلْتُ أكْلاً كثيراً
(Saya makan dengan banyak)
b. Contoh untuk menyatakan bilangan
ضَرَبْتُهُ ضَرْبَةً
“ Aku memukulnya dengan satu kali pukulan “
Kata ضَرْبَةً adalah isim manshub dengan fathah, sebab isim mufrod, sebagai maf'ul mutlaq. Pada kalimat ini, maf’ul mutlaq bermanfaat sebagai penjelas bilangan dari perbuatan. Jika anda belajar ilmu shorof, anda akan temukan format isim masdar yang lebih dari satu, laksana halnya pada misal di atas.
Kata ضرب dapat memiliki isim masdar yang lebih dari satu, dan pemakai annya bermacam-macam, terdapat yang guna sebagai penjelas tindakan atau untuk menyatakan bilangan, sampai-sampai untuk dapat menyusun suatu kalimat yang memiliki maf’ul mutlaq, maka butuh adanya pengetahuan mengenai bentuk-bentuk isim masdar dari sebuah fi’il.
Contoh beda yang menyatakan bilangan :
ضَرَبْتُ الكَلْبَ ثَلاَثَ ضَرَبَاتٍ
(Saya memukul anjing sejumlah tiga kali)
ضربْتُهُ ضربةً
(Saya memukulnya satu kali pukulan)
أكلْتُ أكلَةً
(Saya makan satu kali suap)
c. Contoh untuk menyatakan jenis/sifat
مَنْ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barang siapa yang keluar dari ketaatan Seorang pemimpin sejengkal saja, lantas ia mati,maka matinya laksana kematian jahiliyah".
Pada kalimat di atas ada kata مِيتَةً yang dibaca nashob. Kata itu adalah maf’ul muthlaq karena bermanfaat sebagai penjelas jenis dari fi’il yang digunakan yakni مَاتَ. Pada situasi ini, maf’ul muthlaq mesti dibuntuti oleh na’at. Sehingga maf’ul muthlaq yang bermanfaat untuk menyatakan jenis/sifat fi’il mesti dibuntuti oleh na’at/sifat atau disandarkan ke isim yang lainnya.
Contoh lagi :
جَلَسْتُ جِلْسَةَ العُلَمآءِ
(Saya duduk seperti duduknya semua ulama) =
B. Macam-macam Maf’ul Muthlaq
Masdar yang menjadi maf’ul muthlaq terdapat dua yakni :
a. Masdar Lafdzi
Yaitu bilamana lafadznya masdar sesuai dengan lafadznya fi’il.
Contoh :
قَتَلْتُهُ قَتْلاً saya benar-benar telah membunuh Zaid.
Lafadz قَتْلاً adalah masdar yang menjadi maf’ul muthlaq, lafadznya mirip dengan lafadz fi’ilnya yakni قَتَلَ , maka disebut masdar lafdzi.
b. Masdar Maknawi
Yaitu bilamana masdar sesuai dengan artinya fi’il, tetapi tidak sesuai dalam lafadznya.
Contoh :
جَلَسْتُ قُعُوْدًا saya duduk dengan sesungguhnya
قُمْتُ وُقُوْفًا saya berdiri dengan sesungguhnya
Masdar قُعُوْدًا yang menjadi maf’ul muthlaq, artinya sama dengan artinya fi’ilnya, lafadz جَلَسْتُ (maknanya duduk), tetapi tidak sama dalam lafadznya, begitu pun dengan lafadz وُقُوْفًا dengan قُمْتُ, oleh sebab itu disebut masdar maknawi.
C. Hukum Maf’ul Mutlaq
Hukum maf’ul mutlaq terdapat tiga macam :
1. Wajib dibaca nashob, misal : رأيتُهُ مُسرعاً إسراعاً عظيماً
2. Wajib jatuh sesudah amilnya andai untuk menguatkan. Apabila untuk menyatakan jenis atau bilangannya maka boleh jatuh sesudah atau sebelumnya. Contoh : اجتهدتَ اجتهاداً حسَناً
3. Amil Maf’ul Mutlaq boleh dibuang, andai maf’ul mutlaq tersebut menyatakan jenis atau bilangannya dan pun ada qorinah/hubungan yang mengindikasikan amil tersebut. Dalam artian menjadi jawaban dari suatu pertanyaan.
Contoh : اجتهاداً حسَناً
Kata “ اجتهاداً حسَناً “ ialah jawaban daripertanyaan “كيف اجتهدت
Kesimpulan
Berdasarkan ulasan yang sudah diuraikan diatas, maka dapat diputuskan bahwa Maf’ul Muthlaq ialah kalimat isim yang terbaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il.
Maf’ul muthlaq merupakan untuk mengindikasikan 3 hal yakni :
1. Bagi menegaskan suatu tindakan ( ضربْتُ ضرباً شديداً)
2. Untuk menyatakan bilangan tindakan (ضَرَبْتُ الكَلْبَ ثَلاَثَ ضَرَبَاتٍ)
3. Untuk menyatakan jenis/sifat tindakan (جَلَسْتُ جِلْسَةَ العُلَمآءِ).
Macam-macam maf’ul muthlaq terdapat dua yakni : Masdar Lafdzi (قَتَلْتُهُ قَتْلاً ) (Yaitu bilamana lafadznya masdar sesuai dengan lafadznya fi’il) dan Masdar Maknawi (جَلَسْتُ قُعُوْدًا)( Yaitu bilamana masdar sesuai dengan artinya fi’il, tetapi tidak sesuai dalam lafadznya).
Hukum maf’ul muthlaq yakni :
1. Wajib dibaca nashob.
2. Wajib jatuh sesudah amilnya andai untuk menguatkan.
3. Amil Maf’ul Mutlaq boleh dibuang, andai maf’ul mutlaq tersebut menyatakan jenis atau bilangannya dan pun ada qorinah yang mengindikasikan amil tersebut.
Baca Juga: Maf'ul Bih, Maf'ul Liajlih, Maf'ul Ma'ah, dan Maf'ul Fiih.
Pengertian Maful Fiih (مفعول فيه) dalam Ilmu Nahwu
Pengertian Maf’ul Fiih/ Zharaf
Maf’ul Fiih/ Zharaf ialah isim Manshub yang menyatakan tempat atau masa-masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan.
Maf’ul Fiih ialah isim Manshub yang menyatakan tempat atau masa-masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan. Atau sebagai jawaban dari pertanyaan “kapan” atau “dimana”. Disebut Zhorof Zaman bilamana berkaitan dengan masa-masa terjadinya perbuatan, dan dinamakan Zhorof Makan bilamana berkaitan dengan lokasi terjadinya perbuatan.
Contoh :
يَلْعَبُ زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
( Zaid bermain sepak bola di depan sekolah) “keterangan tempat”.وَقَفَ زَيْدٌ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
(Zaid berdiri di depan sekolah) “keterangan tempat”
يَلْعَبُ زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ يَوْمَ الأربِعَاءِ.(ظَرْفُ الْزَّمَانِ)
( Zaid bermain sepak bola pada hari Rabu) “keterangan waktu”.
أَذْهَبُ إِلَى الإدَارَةِ صَبَاحًا بَاكِرًا
( Saya pergi ke kantor dini hari ). “keterangan waktu”
Keterangan:
Lafazh يَوْمَ dalam misal diatas merupakan penjelasan waktu terjadinya suatu tindakan “main bola”. Demikian pula lafazh أَمَامَ ialah keterangan lokasi terjadinya suatu tindakan “main bola”. Setiap zharaf makaan/tempat atau zaman/waktu harus dibaca nashob.
Adapun keterangan-keterangan masa-masa yang biasa digunakan;
ظَرْفُ الزَّمَانِ ( Keterangan Waktu)
مَسَاءًا ( Sore hari) صَبَاحًا (Pagi hari)
لَيْلاً (Malam hari) نَهَارًا (Siang hari)
يَوْمًا (Hari) أُسْبُوْعًا (Minggu)
شَهْرًا (Bulan) سَنَةً (Tahun)
أَمْسَ (Kemarin) غَدًا ( Besok)
قَرْنًا (Abad) أَبَدًا (Selamanya)
حِيْنًا (Terkadang) أَحْيَانًا (Kadang-kadang)
تَارَةً (kadang-kadang) سَابَقًا (yang sudah lalu/dulu)
قَبْلَ (Sebelum) بَعْدَ (Sesudah)
سَاعَةً (Satu Jam) الآنَ (Sekarang)
ظَرْفُ المَكَانِ ( Keterangan Tempat)
قُرْبَ (Dekat) جَانِبَ (Di samping)
لَدَيْ (Pada) وَسْطَ (Tengah)
كِيْلُوْمِتْرَ (Kilometer) مِيْلَ (Mil)
أَمَامَ ( Di depan) وَرَاءَ (Di belakang)
فَوْقَ (Di atas) تَحْتَ (Di bawah)
يَمِيْنَ (Di kanan) شمَالَ (Di kiri)
بَيْنَ (Di antara) حَوْلَ (Di sekitar)
عِنْدَ (Di sisi) إِزَاءَ (Di sisi)
Baca Juga: Maf'ul Bih, Maf'ul Liajlih, Maf'ul Ma'ah, dan Maf'ul Mutlaq.
B. Pembagian Maf’ul Fiih/ Zharaf
Adapun pembagian Zharaf terdapat 2 bagian, yakni :
1. مُتَصَرِّفْ ( Lafazh yang terkandung bermanfaat sebagai Zharaf dan pun tidak).
Contoh sebagai Zharaf:
صُمْتُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ
(Aku shaum/puasa pada hari senin)
Contoh bukan sebagai Zharaf:
يَوْمُ الْجُمْعَةِ يَوْمٌ مُبَارَكٌ
(Hari jum’at ialah hari yang berkah)
Keterangan:
Lafazh يَوْمَ (hari) dalam misal kesatu ialah manshub dan bermanfaat sebagai zharaf atau penjelasan waktu dari kata kerja; صُمْتُ (aku puasa).
Sedangkan lafazh يَوْمُ dalam misal kedua bukan sebagai zharaf. Yang kesatu sebagai mubtad’ dan yang kedua sebagai khabar dan keduanya dibaca marfu’.
2. غَيْرُ مُتَصَرِّفْ ( Lafazh-lafazh yang hanya dipakai untuk zharaf atau majrurdengan مِنْ , laksana ; عِنْدَ- قَبْلَ – بَعْدَ
Keterangan:
Lafazh-lafazh itu selamanya pasti bermanfaat sebagai zharaf atau majrur dengan مِنْ misal :
زُرْتُ عَلِيًّا بَعْدَكَ
(Aku menengok Ali sesudah kamu)
وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
(Dan untuk kitab yang diturunkan sebelum kamu)
C. Pembagian I’rab Maf’ul Fiih/ Zharaf
Adapun pembagian I’rab Zharaf terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Zharaf yang Mu’rab, seperti
يَوْمًا , لَيْلاً , شَهْرًا ,سَنَةً
2. Zharaf Mabniy yang senantiasa dibaca dalam format yang sama, seperti;
الآنَ , أَمْسَ , إِذَا , حَيْثُ
مِثْلُ :
سَأَزُوْرُكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ
( Saya bakal mengunjungimu pada hari Jum’at)
سِرْتُ كِيْلُوْمِتْرًا
( Saya berlangsung 1 kilometer )
Penjelasan :
Diantara contoh-contoh diatas ada sejumlah kata yang dapat bermanfaat untuk zhorof dan bukan zhorof yang ketika tersebut dia dii’rob cocok letaknya dalam jumlah, yaitu:
جَاءَ يوْمُ الْجُمْعَةِ ,الْكِيْلُوْ مِتُرُ أَلْفَ مِتْرٍ
( Telah datang hari Jum’at, 1000 Km)
Lafazh يوْمُ dan الْكِيْلُوْ مِتُرُ bukan sebagai Zhorof namun sebagai Mubtada’ dan khobar
Zhorf bisa di jarrkan dengan huruf jarr:
كُلُّ مِنْ عِنْدِ اللهِ
(Segalanya di sisi Allah Swt ).
Pengertian Maful Maah (المفعول معه ) dalam Ilmu Nahwu
Maf’ul Ma’ah مَفْعُوْلُ مَعَهُ merupakan isim manshub yang terletak sesudah huruf Wau (و). Akan tetapi, wau itu tidak bermakna DAN (kata sambung). Melainkan mempunayi makna bersama atau kebersamaan. Maka dari itulah Maf'ul Ma'ah pun disebut Wau Ma'iyyah, sampai-sampai wawu maiyah pengertiannya sama saja dengan Maf'ul Ma'ah.
Contoh: سِرْتُ وَالْجَبَلَ (Aku berjalan bareng gunung). Kata الْجَبَلَ dibaca manshub dengan berharokat fathah sebab sebagai maf'ul ma'ah dalam format isim mufrod. Contoh lain:
جَاءَ الأمُّ وَوَلَدُهَا وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ > "Seorang Ibu dan Anaknya datang bersamaan dengan terbenamnya matahari"
إسْتَيْقَظَ زَيْدٌ وَتَغْرِيْدَ الطُّيُوْرِ > "Zaid bangun bersamaan dengan burung berkicau"
رَجَعَ زَيْدٌ وَطُلُوْعَ الْفَجْرِ > "Zaid pulang bersamaan dengan terbitnya fajar"
Baca Juga: Maf'ul Mutlaq, Maf'ul Liajlih, Maf'ul Bih, dan Maf'ul Fiih.
Cara memisahkan Wau Ma'iyyah dengan Wau 'Athaf
Sebelumnya saya pernah mencatat tentang wau athaf pada bab mengenai athaf. Karena disini membicarakan masalah wau ma'iyyah. Adakalah saya dan anda butuh mengetahui perbedaannya.
1. Kalau wau athof, i'robnya (harokat) mengekor lafadz sebelumnya. Jika harokat fathah maka ma'tufnya pun fathah. andai kasroh maka pun kasroh. Jika harokatnya dhammah maka ikut dhammah. Berbeda dengan wawu ma'iyyah. I'robnya me sti nashob sebagaimana definisi diatas. Contoh : جَاءَ عُمَرُ وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ (Telah datang umar bareng dengan tenggelamnya matahari) Kata غُرُوْبَ manshub dengan harokat fathah sebab sebagai maf’ul ma’ah
2. Untuk memisahkan Wau Ma'iyyah dengan Wau 'Athaf dapat juga disaksikan dari makna/artinya. Kalau Wau 'Athaf bermakna DAN (kata sambung), maka Wau Ma'iyyah bermakna BERSAMA.
SYARAT SYARAT MAF’UL MA’AH
1. Berbentuk isim Fadhlah
Adanya isim tersebut tergolong kelebihan. Maksudnya tanpa adanya isim terebut sebetulnya jumlah itu sudah dapat dipahami
contoh : دَعِ الظَّالِمَ وَالأَيَّامَ
2. Sebelum Wawu Ma’iyyah terdapat Jumlah misal جَاءَ الاَمِيرُ وَالجَيْسَ (raja datang bersamaan dengan prajurit)
3. Maf’ul ma’ah terletak langsung sesudah huruf WAU yang dinamakan dengan WAU ma’iyyah. Tidak boleh terdapat lafadz pemisah sebelumnya.
4. WAU ma’ah mengindikasikan suatu kebersamaan, bukan kata sambung
Berikut ialah contoh-contoh maf'ul ma'ah atau wau ma'iyyah:
غَزَا الرِجَالُ وَالْقَائِدَ (para lelaki berperang beserta panglima)
ذَهَبَ التُّجَّارُ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ (para saudagar pergi saat terbit matahari)
شَرِبَ الْمُدَرِّسُ وَ التِّلْمِيْذَ (Guru tersebut minum bersamaan dengan murid)
وَقَفَ الْوَلَدُ وَ الضِّيْفَ (Anak laki-laki tersebut berhenti bersamaan dengan tamu)
جَاءَ عُمَرُ وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ (Umar datang bareng dengan tenggelamnya matahari)
جَاءَ مُحَمَّدٌ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ (Muhammad datang bersamaan dengan terbitnya matahari)
Subscribe to:
Posts (Atom)