Ilmu nahwu dan sharaf seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan, sebagaimana dikatakan dalam ungkapan populer di lingkungan pesantren. Nahwu dianggap sebagai bapak ilmu-ilmu, sementara Sharaf adalah ibunya. Seolah-olah, keduanya saling melengkapi untuk membentuk fondasi kokoh bagi pemahaman ilmu syariah, khususnya dalam membaca kitab turats berbahasa Arab.
Ilmu nahwu menjadi kunci untuk memastikan ketepatan susunan kata dalam kalimat Arab, sedangkan ilmu sharaf mempelajari perubahan bentuk kata dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Keduanya bersatu dalam keharmonisan gramatika Arab, membantu pemahaman dan penafsiran teks-teks kitab turats dengan lebih baik.
Salah satu kitab yang kerap menjadi panduan bagi pemula dalam mempelajari ilmu sharaf adalah "al-Amtsilah at-Tashrifiyah." Dikarang oleh KH Muhammad Ma’shum bin Ali pada usia 19 tahun, kitab ini menjadi pedoman awal para pelajar pemula di pesantren. KH Ma’shum, yang lahir di Maskumambang, Gresik, merupakan menantu dari Hadratussyekh KH Hasyim Asyari dan wafat pada 24 Ramadhan 1351 atau 8 Januari 1933.