Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About

Pengertian Isim Isyarah (الإسْمُ الإشَارَةِ) dalam Imu Nahwu

Pengertian Isim Isyarah (الإسْمُ الإشَارَةِ) dalam Imu Nahwu

Alhamdulillahh, Pada peluang  kali ini pengarang  akan menyatakan  pengertian tetang Isim Isyarah dalam bahasa arab. Ada baiknya untuk  pemula khusus  memahi terlebih dahulu definisi  Isim dan lainya dengan menyaksikan  artikel-artikel sebelumnya. Penulis sengaja pisahkan tulisan  ini, sebab  jika dibulatkan  dengan yang definisi  isim secara umum, takutnya bakal  mempersulit pemahaman khusus  pemula.

Baca Juga : Pengertian Isim Dan Contohnya dalam Ilmu Nahwu


Apa tersebut  Isim Isyarah ?
Isim Isyarah adalah kata tunjuk, atau kata penghubung khusus  menunjukan sesuatu. Jika dalam bahasa indonesia tidak jarang  kita sebut “ini” dan “itu“. Namun bertolak belakang  dengan bahasa arab, kata tunjuk disini me sti disusaikan peruntukannya khusus  apa dan jumlahnya berapa, karena andai  salah dalam menunjukan atau tertukar kata penunjukan dijamin  akan menciptakan  lawan bicara bakal  gagal faham.

Isim Isyarah khusus  mudzakar : (INI)

Tunggal : هذا
Contoh kalimat : Ini guru (pria)-> هذا مدرس
Ganda : هذانِ
Contoh kalimat : Ini 2 guru (pria)-> هذان مدرسان
Jamak : هؤُلَاءِ
Contoh kalimat : ini 3 guru (pria)- > هؤُلَاءِ مدرسون
Isim Isyarah khusus  mudzakar : (ITU)


Tunggal : ذلكَ
Contoh kalimat : tersebut  guru (pria)-> ذلكَ مدرس
Ganda : ذانك
Contoh kalimat : tersebut  2 guru (pria)-> ذانك مدرسان
Jamak : أُولئكَ
Contoh kalimat : tersebut  3 guru (pria) – > أُولئكَ مدرسون
Isim Isyarah khusus  muanats: (INI)

Tunggal : هذه
Contoh kalimat : ini guru (wanita) -> هذه مدرسة
Ganda : هاتانِ
Contoh kalimat : ini 2 guru (wanita) -> هاتانِ مدرستان
Jamak : هؤُلَاءِ
Contoh kalimat : ini 3 guru (wanita) -> هؤُلَاءِ مدرسات
Isim Isyarah khusus  muanats: (ITU)

Tunggal : تِلْكَ
Contoh kalimat : tersebut  guru (wanita) -> تِلْكَ مدرسة
Ganda : تانِكَ
Contoh kalimat : tersebut  2 guru (wanita) -> تانِكَ مدرستان
Jamak : أُولَئِكَ
Contoh kalimat : tersebut  3 guru (wanita) -> أُولَئِكَ مدرسات

Baca Juga : Pengertian Fiil dan Contohnya Dalam Ilmu Nahwu

Itulah keterangan  dari Isim isyarah sebagai kata tunjuk dalam bahasa arab. Bagi semua  pemula khusus  usahakan  pahami dengan baik pemakaian  isim isyarah tersebut. Karena kata tunjuk ini lumayan  sering dikhususkan  dalam kaidah berbahasa arab. Dan khusus  latihan dapat  variasikan dengan menunjukan lain  apa saja, sekaligus menggandakan  kosa kata.

Pengertian Haal (الحال) dalam Ilmu Nahwu (disertai contoh yang jelas dan memahamkan)

Pengertian Haal (الحال) dalam Ilmu Nahwu (disertai contoh yang jelas dan memahamkan)

A.    PENGERTIAN HAAL ( حال )

Haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Seperti dalam misal  :

جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah  datang sambil  berkendara

Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada  di dalam firman Allah Swt, inilah  :

فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut  ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).

Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana  Musa masa-masa  keluarnya.         

Atau menjelaskan suasana  maf’ul, laksana  dalam misal  :

رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah  menunggang kuda sambil  berpelana.

Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana  kuda waktu dipakai  angkutan di atasnya. Dan laksana  yang ada  dalam firman Allah Swt. Berikut :

وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا
“ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk  segenap manusia.”(An-Nisa:79)
Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf   kaf yang ada  pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.

Atau menyatakan  kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal  :

لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا = Aku sudah  bertemu Abdullah sambil  berkendaraan.

Yang dimaksud sambil  berkendaraan tersebut  ialah  aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.


B.     SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA

1. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali nakirah. Apabila terdapat  haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti misal  :

جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ = Zaid sudah  datang sendirian.
Taqdirnya ialah  :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian

Keterangan :
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan format  ma’rifat, namun  maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya ialah  :

جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid sudah  datang sendirian.

2. Kebanyakan haal tersebut  dalam format  musytaq (terbentuk dari tasrif/pergantian bentuk), berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada pula  yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), namun  berisi  arti  musytaq, laksana  dalam contoh-contoh inilah  :

بَدَتِ الجَارِيَةُ قَمَرًا = Anak perempuan tersebut  tampak laksana  bulan.
Yang dimaksud dengan bulan merupakan   bercahaya.

بِعْتُهُ يَدًا بِيَدٍ= Aku telah memasarkan  barang tersebut  secara timbang terima.
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima merupakan   jual beli secara kontan.

وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.
Yang dimaksud dengan seorang –seorang merupakan   berurutan.

3. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali me sti setelah  sempurna kalam-nya, yaitu  sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan arti  bahwa lafazh haal tersebut  tidak termasuk di antara  dari kedua unsur  lafazh jumlah, namun  tidak pun  yang dimaksud bahwa suasana  kalam itu lumayan  dari haal ( tidak memerlukan  haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :

وَلَاتَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah anda  berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)

4. Tidak terdapat  shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format  ma’rifat, sebagaimana yang telah diajukan  pada contoh-contoh tadi atau dalam format  nakirah bila   ada haal yang membolehkannya, yakni  : Hendaknya haal melampaui  nakirah. Hendaknya nakirah di-takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak setelah  nafi. Contoh haal yang melampaui  nakirah laksana  :

فِي الدََارِ رَجُلٌ جَالِسًا = Didalam rumah tersebut  ada  seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut :

فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً
“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ .

Contoh lainnya merupakan   firman Allah Swt :
وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ 
“Dan kami tidak memusnahkan  sesuatu negeri pun, tetapi  sesudah terdapat  baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)
Lafazh  لَهَامُنْذِرُوْنَ ialah  jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ .

5. Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dirasakan  sah sebab  ada huruf   nafi yang mendahuluinya.
Dan qiraat (bacaan) beberapa  mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat inilah  bacaanya dengan nashab, yakni  :
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ
“Dan sesudah  datang untuk  mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)
Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah sebab  di-takhshish oleh zharaf, yakni  : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.

Haal (الحال) itu ada yang berbentuk zharaf, laksana  dalam misal  :
رَأيْتُ الهِلاَلَ بَيْنَ السَحَابِ= Aku telah menyaksikan  bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ ialah  zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .

Ada pun  yang berbentuk jar dan majrur, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt . inilah  ini  :
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ
“Maka keluarlah karun untuk  kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)
Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terdapat  di dalam lafazh خَرَجَ .

Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang sehubungan  dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :
 خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ
“ Mereka tersebut  keluar dari dusun  halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)
Jumlah atau kalimat وَهُمْ أُلُوفٌ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا

yang sehubungan  dengan dhamir saja, laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :
 اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ
“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh untuk  yang lain”. (Al-Baqarah:36)
Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sementara  lafazh لِبَعْضٍ sehubungan  dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yakni  lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan.

Atau sehubungan  dengan wawu (saja), laksana  yang ada  di dalam firman Allah Swt inilah  :
لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْب وَنَحْنُ عُصْبَة
“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami kelompok  (yang kuat)”. (Yusuf:14)
Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang sehubungan  dengan wawu saja.
Kata Nazhim :
الحَالُ وَصْفٌ ذُو انْتِصَابٍ آتِي مُفَسِّرٌ لِمُبْهَمِ الهَيْئَاتِ 
Haal ialah  washf (sifat) yang di nashob-kan yang bermanfaat  menjelaskan suasana  yang samar.


وَإِنَّمَا يُؤْتَى بِهِ مُنْكَّرَا وَغَالِباً يُؤْتَى بِهِ مُؤَخَّرًا
Sesungguhnya eksistensi  haal tersebut  dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).


C.     PEMBAGIAN HAAL DAN CONTOHNYA

Haal terdapat  3 yakni  :
1. Haal Mufrad (Haal yang terdiri dari satu kata)
Contoh :
وَيَنقَلِبُ إِلَىٰ أَهْلِهِ مَسْرُورًا
Artinya : Dan dia berpulang pada  kaumnya dengan gembira ( Q.S. Al-Istyqaq : 9 )

اسم الفاعل: ذَهَبَ عَلِيٌّ إلَى المَسْجِدِ مَاشِيًا
Haal dalam bentuk isim fa'il: Ali pergi ke masjid dengan jalan kaki

اسم المفعول: قَامَ الفَائِز ُ مَسْرُوْرًا
Haal dalam bentuk isim Maf'ul : Para pemenang berdiri dengan senang

الصفة المشبّهات باسم الفاعل: زُرْتُ فَاطِمَةَ فَرِحَةً 
Haal dalam bentuk sifat yang menyerupai isim fa'il: Saya mengunjungi  Fatimah dalam suasana  riang gembira

صيغة المبالغة: الجَاهِلُ قَرَأ الكِتَابَ مكْسَالاً 
Haal dalam bentuk Shigot Mubalaghoh: Orang bebal  itu membaca kitab  dalam suasana  sangat malas

اسم التفضيل: هَرَبَ عَلِيٌّ اَسْرَعَ مِنِّي 
Haal dalam bentuk isim tafdhil (kata benda yang menunjukan arti lebih): Ali berlari lebih cepat dari aku

2.      Haal Jumlah (Haal yang terbentuk dari kalimat)

Contoh :
رَأيْتُ الأسْتَاذَ يَبْدَأُ الدَرْسَ 
Saya menyaksikan  bapak guru mengawali  pelajaran.
Syarat haal jumlah ialah  berisi  rabith (penghubung) yang menghubungkan urusan  dengan shahibul hal. Rabith ini berupa dhamir dan wawu.
Ø  Dhamir
حَضَرَ الطُلَّابُ يَمْشُوْنَ 
Para pelajar datang dengan berjalan kaki.

Ø  Wawu
 لاَ تَقْرَبُوْا الصَلَاةَ وَأنْتُمْ سُكَارَى
Janganlah anda  semua mendekati shalat padahal anda  semua dalam suasana  mabuk. (Q.S. An-Nisa : 43 )

3.Haal Shibhul jumlah (Haal nya menyerupai kalimat)

Contoh :
يُضِيْئُ المِصْبَاحُ حَوْلَهُ
Lampu menerangi sekitarnya

جَاءَ القَوْمُ رَجُلًا رَجُلًا 
Kaum tersebut  datang seorang – seorang



KESIMPULAN
Dari ulasan  di atas dapat diputuskan  bahwa haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Hal terbagi jadi dua yakni  : Hal Muakkidah, sebagai pengokohan yakni  tidak ada arti  lain di samping  sebagai taukid. Hal Mubayyinah, sebagai keterangan  yakni sifat Fadhalah/Sambilan yang dinashobkan untuk menjelaskan  tingkah atau gaya shohibul-haal saat  terjadinya kegiatan  utama. Dimana kriteria -syarat haal terbagi tiga yakni  : Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali nakirah. Apabila terdapat  haal dengan lafazh ma’rifat, maka me sti di-takwil-kan dengan lafazh nakirah. Tidaklah terbentuk haal tersebut  kecuali me sti setelah  sempurna kalam-nya. Tidak terdapat  shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali me sti dalam format  ma’rifat. Sehingga penting untuk  kita guna  mempelajari Bab haal lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Moch.2012. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan
           ‘Imirthy Berikut Penjelasannya. Sinar Baru Algensindo:Bandung.
Munawari,Akhmad. 2003. Belajar Cepat Tata Bahasa Arab. Nurma Media
           Idea:Yogyakarta.
Sukamto,Imaduddin,Akhmad Munawari. 2000. Tata Bahasa Arab
           Sistematis. Nuansa Aksara Group:Yogyakarta.
Tsaqib. “Bab Haal”. 2011. Diakses dari : http://tsaqibpermata.blogspot.
          com /2011/09/bab-haal.html.

Isim-isim yang Dibaca Jar [مَجْرُوْرَاتُ الأسْمَاءِ] dalam Ilmu Nahwu

Isim-isim yang Dibaca Jar [مَجْرُوْرَاتُ الأسْمَاءِ] dalam Ilmu Nahwu

Setiap isim mempunyai peraturan  baca tersendiri, yakni  isim yang di rafa'kan, isim yang dinasabkan dan isim yang dijarkan. Isim yang dibaca jar terdapat  tiga macam, yakni :

1. dijarkan dengan huruf  jar, 
contoh: فِيْ القُرْآنِ

2. dijarkan karena  idhafah,

contoh: قِرَاءَةُ القُرْآنِ

3. dijarkan karena tawabi (mengikuti isim yang dibaca jar), 

contoh:  قِرَاءَةُ القُرْآنِ الكَرِيْـمِ 

Pembahasan:
1. Dijarkan dengan huruf   jar.
Adapun isim yang dijarkan dengan huruf   jar asli, yakni :


مِنْ

:


dari


رُبَّ


:


sedikit sekali


إِلَى


:


Ke/kepada


بِ


:


dengan


عَنْ


:


tentang


كَ


:


seperti


عَلَى


:


di atas

لِ
:

untuk/kepada

فِي


:

di/ di dalam
Contoh:
نَزَلَ المَطَرُ مِنَ السَمَاءِ  Hujan turun dari langit

2. Dijarkan karena  idhofah.
Dalam kaidah nahwu Idhofah merupakan campuran  dua isim yang mengakibatkan  salah satu isimnya (dalam hal ini yang menjadi mudhof ilaih) dibaca jar disebabkan  isim satunya.
Anwar 2003:161 mendefinisikan idhofah sebagai pertalian antara dua perkara dua isim yang mengakibatkan  isim dua-duanya  dibaca jar.

Susunan Idhofah terdiri dari dua isim, isim yang kesatu  disebut  mudhof dan isim yang kedua disebut  mudhof ilaih.
Syarat mudhof ialah  terbebas dari al- ta'rif dan tanwin, sementara  syarat mudhof ilaih ialah  harus dibaca jar, jadi dalam hal ini mudhof ilaih lah yang nantinya mempunyai kedudukan jar.
Contoh:
كِتَابُ اللَّهِ  Kitab Allah

كِتَابُ   MUDHOF

اللَّهِ  MUDHOF ILAIH

Lafadz Jalaalah اللَّهِ dalam keadaan jar karena menjadi mudhof ilaih, tanda jar nya adalah kasroh di akhir kata.

Idhofah sendiri dipecah  menjadi tiga, yaitu:
a. Idhofah yang diduga  menyimpam makna  milik. Contoh:
كِتَابُ زَيْدٍ    "Kitab milik  Zaid"
b. Idhofah yang diduga  menyimpan makna  dari. Contoh:
مَاءُ البِئْرِ  "Air dari Sumur"
c. Idhofah yang diduga  menyimpan makna  di dalam. Contoh:
انْتِظَارُ شَهْرَيْنِ  "Menunggu dalam masa dua bulan"

3. Dijarkan karena  ikut pada isim yang dibaca jar.
Adapun yang dijarkan karena  ikut pada isim yang dibaca jar, dinamakan  tawabi'. Tawabi' terbagi menjadi empat yaitu:

a. Na'at
Na'at ialah  kata sifat, kata ini tidak jarang  kali  mengikuti untuk  lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan  rafa', nashab, jar, serta ma'rifat maupun nakirahnya. Berdasarkan keterangan dari  kaidah nahwu, Na'at merupakan   lafadz yang mengikuti kepada makna lafadz yang diikutinya, baik dalam urusan  rafa, nashab, khafadh jar, marifat, maupun nakirahnya
Na'at dipecah  menjadi dua yaitu:

  • Na'at haqiqi

Na'at haqiqi ialah  na'at yang merafa'kan isim dhomir yang berpulang pada  man'utnya. Na'at haqiqi mesti mengekor  man'utnya dalam empat dari sepuluh perkara, yaitu:
a) Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar. Contoh:  نَظَرْتُ إلَى كِتَابٍ كَبِيْرٍ

b) Salah satu dari mufrod, tasniyah atau jama'. Contoh: كِتَابَيْنِ اثْنَيْنِ 

c) Salah satu dari mudzakkar atau mu'annas. Contoh: قِرَاءَةٌ بَدِيْعَةٌ 

d) Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh.  كِتَابٌ وَاحِــدٌ


  • Na'at sababi

Na'at sababi ialah  na'at yang merafa'kan isim dhohir yang diidhofahkan untuk  isim dhomir yang berpulang pada  man'utnya.
Syarat-syarat na'at sababi:
a) Harus berbentuk mufrod tunggal meskipun man'utnya berbentuk tasniyah atau jama'.
b) Harus mengekor  man'utnya dalam dua dari lima perkara, yaitu:
- Salah satu dari I'rob rafa', nashab atau jar.
- Salah satu dari ma'rifat atau nakiroh.
c) Harus mengekor  isim dhohir dalam mudzakkar atau mu'annatsnya.

b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)


‘Athaf ialah  tabi’ yang terletak sesudah  huruf-huruf   athaf (huruf-huruf   penghubung / penyambung)
Contoh:

ٍمَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَ عَلِيّ  (Saya bertemu dengan Zaid dan Ali)

عَلِيّ --> MA'TUF

وَ --> HURUF 'ATHAF

ٍزَيْد --> MA'THUF 'ALAIH

Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.

Baca selengkapnya di sini: Athaf (Penyambung)



c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)

Taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:
مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ نَفْسِهِ (Saya benar-benar bertemu dengan ustad)

نَفْسِهِ --> TAUKID guna  memperkuat bahwa yang datang adalah الأُسْتَاذِ

Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini: Taukid (Penguat)


d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)

Badal ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam sebuah  kalimat guna  mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan  ataupun sebagiannya saja.
Contoh:

مَرَرْتُ بِالأُسْتَاذِ مُحَمَّدٍ

مُحَمَّدٍ = الأُسْتَاذِ jadi مُحَمَّدٍ ialah  BADAL dari الأُسْتَاذِ

Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini: Badal (Pengganti)


MARFUATUL ASMA [مَرْفُوْعَةُ الأسْمَاءِ] (Isim-Isim yang Dibaca Rofa) dalam Ilmu Nahwu

MARFUATUL ASMA [مَرْفُوْعَةُ الأسْمَاءِ] (Isim-Isim yang Dibaca Rofa) dalam Ilmu Nahwu

Rofa' ialah  keadaan dimana sebuah  kata dibaca dengan harokat dhommah, ataupun di akhir kata ada  huruf   wawu, alif,atau nun, yang adalah tanda-tanda rofa' tersebut  sendiri. (baca lebih mendetail  tentang rofa' dan tanda-tandanya di sini: Tanda-tanda i'rob rofa' (عَلاَمَاتُ الرَّفْعِ) dalam ilmu nahwu).

Adapun isim-isim yang dibaca rofa' terdapat  7 posisi:
1. Fa'il
2. Naibul Fa'il
3. Mubtada'
4. Khobar
5. Isim Kaana
6. Khobar Inna
7. Tawaabi' lil Marfu'/pengikut dari yang di-rafa’-kan, yakni  ada empat :


1. FA'IL

Fa’il ialah  isim marfu’ yang terletak sesudah  fi’il ma’lum (kata kerja yang subjeknya disebutkan dalam kalimat) untuk mengindikasikan  pelaku dari sebuah  pekerjaan.
Contoh:
ضَرَبَ عَلِيٌّ الْكَلْبَ (Ali sudah  memukul anjing)
Contoh di atas sudah jelas sekali bahwa fa'il 'عَلِيٌّ' dibaca rofa' dengan tanda rofa'nya yaitu dhommah yang nampak di akhir kata.

Baca Selengkapnya tentang FA'IL di sini: Fa'il

2. NAIBUL FA'IL

Naibul fa’il ialah  isim marfu’ yang terletak sesudah  fi’il majhul (kata kerja yang subjeknya disembunyikan dan diganti dengan objeknya yang kemudian objek tersebut disebut juga dengan Naibul fa'il, dalam bahasa Indonesia dinamakan kalimat pasif) untuk mengindikasikan  orang yang dikenai pekerjaan.
Contoh:
ضُرِبَ الْكَلْبُ (Anjing tersebut  telah dipukul)
contoh di atas sebenarnya bentuk lain dari contoh di poin pertama, hanya saja fi'il yang ada pada contoh kedua ini menggunakan fi'il majhul, sehingga kata الْكَلْبُ yang tadinya menjadi maf'ul (objek) sekarang menjadi Naibul Fa'il dan mempunyai kedudukan rofa' sama halnya seperti fa'il karena ia mewakili fa'il sesuai dengan namanya (NAIBUL FA'IL=Pengganti Fa'il)

Baca selengkapnya tentang NAIBUL FA'IL di sini: Naibul Fa'il


3. MUBTADA' & KHOBAR

Mubtada’ ialah  isim marfu’ yang seringkali  ada  di mula  kalimat (Subyek)

Khobar ialah  sesuatu yang bisa  menyempurnakan arti  mubtada’ (Predikat)
Contoh:

مُحَمَّدٌ طَبِيْبٌ (Muhammad ialah  seorang dokter)

مُحَمَّدٌ --> MUBTADA'
طَبِيْبٌ --> KHOBAR
Penjelasan yang diikuti contoh di atas tentunya sudah sangat jelas dan simple, intinya mubtada dan khobar itu selamanya harus dibaca rofa', dalam contoh di atas tanda rofa' nya adalah dhommah.

Baca Selengkapnya tentang MUBTADA' dan KHOBAR di sini: Mubtada' dan Khobar

4. ISIM KAANA

Kaana dan saudari-saudarinya adalah fi’il-fi’il yang masuk pada rangkaian  mubtada’ dan khobar sampai-sampai  merofa’kan mubtada’ dan menashobkan khobar.

Mubtada’ yang sudah  dirofa’kan oleh kaana dan saudari-saudarinya dikenal dengan Isim Kaana

Khobar yang sudah  dinashobkan oleh kaana dan saudari-saudarinya dikenal dengan Khobar Kaana
Contoh:

اللهُ عَلِيْمٌ : كَانَ اللهُ عَلِيْمًا

اللهُ --> dari MUBTADA' menjadi ISIM KAANA sesudah  didahului KAANA

عَلِيْمًا --> KHOBAR KAANA menduduki  posisi manshub sesudah  ada KAANA


Baca selengkapnya di sini: Isim Kaana.


5. KHOBAR INNA

Inna dan saudari-saudarinya adalah huruf   yang masuk pada rangkaian  mubtada dan khobar, sampai-sampai  menashabkan mubtada dan merofa’kan khobar.

Mubtada’ yang sudah  dinashabkan oleh inna dan saudari-saudarinya dikenal dengan Isim Inna.

Khobar yang sudah  dirofa’kan oleh inna dan saudari-saudarinya dikenal dengan Khobar Inna.

Sehingga istilahnya menjadi berubah, dari mubtada menjadi isim inna dan khobar menjadi khobar inna.
Contoh:

إِنَّ اللهَ حَكِيْمٌ (Sesungguhnya Allah ialah  Maha Bijaksana)

اللهَ --> ISIM INNA

حَكِيْمٌ --> KHOBAR INNA


6. TAWABI' LIL MARFU'

Tabi’ ialah  kata yang mengekor  hukum kata sebelumnya ditinjau dari segi  i’rab.

Istilahnya:

اَلْمَتْبُوْعُ = Kata yang diikuti

اَلتَّابِعُ = Kata yang mengikuti

ada 4 macam tabi' (tawabi') :

a. اَلنَّعْتُ — نَعْتٌ / مَنْعُوْتٌ (NA'AT)

Na’at ialah  tabi’ yang menyifati isim sebelumnya. Na’at dapat  disebut sifat.

Contoh:

جَاءَ إِمَامٌ عَادِلٌ (Seorang imam yang adil sudah  datang)

عَادِلٌ --> NA'AT

إِمَامٌ --> MAN'UT
Antara Na'at dan Man'ut di atas keduanya mempunyai kedudukan yang sama yaitu rofa' karena Na'at nya sedang menempati kedudukan fa'il, maka Man'ut juga harus dibaca rofa'.

Baca Selengkapnya tentang NA'AT di sini: Na'at (Sifat)


b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)

‘Athaf ialah  tabi’ yang terletak sesudah  huruf-huruf   athaf (huruf-huruf   penghubung / penyambung)
Contoh:

جَاءَ عُمَرُ وَ عُثْمَانُ (Umar dan Utsman sudah  datang)

عُثْمَانُ --> MA'TUF

وَ --> HURUF 'ATHAF

عُمَرُ --> MA'THUF 'ALAIH

Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.

Baca selengkapnya di sini: Athaf (Penyambung)



c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)

Taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:

جَاءَ الأُسْتَاذُ نَفْسُهُ (Ustadz tersebut  telah datang)

نَفْسُهُ --> TAUKID guna  memperkuat bahwa yang datang adalah الأُسْتَاذُ

Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini: Taukid (Penguat)


d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)

Badal ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam sebuah  kalimat guna  mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan  ataupun sebagiannya saja.
Contoh:

يَجْلِسُ الأُسْتَاذُ مُحَمَّدٌ

مُحَمَّدٌ = الأُسْتَاذُ jadi مُحَمَّدٌ ialah  BADAL dari الأُسْتَاذُ

Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini: Badal (Pengganti)


Demikianlah penjelasan tentang Isim-isim yang harus dibaca rofa', semoga bermanfaat. :)

Pengertian Lengkap Tentang Badal [البدل] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Lengkap Tentang Badal 'البدل' dalam Ilmu Nahwu


Bagian terakhir yang tergolong  dalam kelompok  tawabi’ ialah  badal, dimana sebelumnya telah dibahas tentang pengertian na’at, ‘athof dan taukid. Ketiga pelajaran  tawabi’ itu  sudah dibahas secara detail  mencakup definisi dan contohnya  masing-masing, untuk  sobat yang hendak  mengetahui lebih jauh tentang ulasan  ketiga tawabi’ tersebut, silahkan klik link berikut: na’at, ‘athof dan taukid.

Apa Itu Badal Dalam Bahasa Arab

Pengertian Badal

Secara bahasa makna  badal sendiri ialah  “pengganti”, jadi tugas dari dari badal itu ialah  menggantikan kata sebelumnya (mubdal minhu). Adapun definisi  badal dalam bahasa arab ialah  sebagai berikut  :

التّابع المقصود بالحكم بلا واسطة بينه وبين متبوعه

Tabi’ (lafazh yang mengikuti) yang dimaksud dengan hukum tanpa menggunakan  perantara antara ia dengan matbu’-nya


Untuk lebih jelasnya anda  langsung lihat contohnya sebagai berikut  :

اَكَلْتُ الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ = Aku sudah  memakan roti tersebut  sepertiganya

Jadi, yang dimakan ialah sepertiga roti saja. Yang menjadi contoh badalnya ialah  kata sepertiganya (ثُلُثَهُ ) sementara  mubdal minhunya (yang diikuti) adalah kata roti (الرَّغِيْفَ).

Badal dalam bahasa arab tersebut  sendiri terbagi ke dalam empat bagian, yakni  :
  • Badal Syai Minasyai atau badal kul min kul, yakni  badal yang sesuai  dan cocok  dengan mubdal minhunya dalam urusan  maknanya. Contoh :

    جَاءَ زَيْدٌ اَخُوْكَ
    = Zaid sudah datang, yakni  saudaramu.  

    Lafadz saudaramu ialah  badal (pengganti) dari lafadz Zaid (mubdal minhu)

  • Badal ba’dh min kul (بدل بعض من كل) atau badal beberapa  dari semuanya. Contoh :

    اَكَلْتُ الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ 
    Aku sudah  memakan roti tersebut  sepertiganya

    Lafadz sepertiganya  adalah badal sebagian saja, artinya badal tersebut hanya mewakili sebagainnya saja, maka dari itu dinamakan badal ba’dh min kul (بدل بعض من كل)

  • Badal Isytimal (بدل اشتمال), yakni  badal yang berisi  arti  bagian dari matbu’nya, namun  dalam urusan  maknawi (bukan mempunyai  sifat  materi), maksudnya yaitu badal yang hanya mewakili sifat, isi, bagian, dari mubdal minhu (yang dibadali), dalam hal ini badal isytimal hampir mirip dengan badal ba'dh min kul karena sama-sama hanya mewakili sebagian saja dari mubdal minhu, contoh badal isytimal  :

    نَفَعَنِى زَيْدٌ عِلْمُهُ = Zaid telah memberi manfaat kepadaku, yaitu  ilmunya.

    Lafadz ilmunya ialah  bagian dari zaid yang merupakan sifat  maknawi yang dimiliki zaid, berbeda dengan badal ba'dh min kul yang merupakan bagian dari dzatnya (wujudnya), conoth:

    شَرَبْتُ اللَبَنَ ثُلُثَهُ Aku telah meminum susu tersebut, yakni  sepertiganya

  • Badal ghalat (بدل غلط), yakni badal keliru atau salah, jadi badal ghalat ini hadir  atas dasar kesalahan  si pembicara/mutakallim dalam berkata, dia tidak memiliki  maksud apa-apa sebagaimana ketiga anggota badal di atas, ia murni karena hendak  meralat percakapan  yang keliru.

    رَأَيْتُ زَيْدًا الفَرْسَ = Aku telah menyaksikan  Zaid, eh kuda (ding).

    Dalam contoh di atas, sebetulnya si mutakallim (orang yang mengatakan) melihat  kuda, tapi ia malah keliru (dalam mengucapkannya) sampai-sampai  yang diucapkannya ialah  zaid, lantas  si mutakallim  meralat perkataannya tersebut dan diganti dengan kata kuda. Jadi, yang dimaksud si mutakallim sebenarnya adalah:
     رَأَيْتُ الفَرْسَ = Aku telah melihat  kuda.

Itulah pembahsan tentang  pengertian atau badal dalam bahasa arab, semoga dapat bermanfaat dan mudah dipahami. terimakasih. :)

Pengertian Taukid (التوكيد) dalam Ilmu Nahwu Berikut Contoh dan Pembagiannya

Pengertian Taukid (التوكيد) dalam Ilmu Nahwu Berikut Contoh dan Pembagiannya

Pengertian/Definisi Taukid ialah  Isim atau kata yang mengekor  kata yang dikuatkan (لِلْمُؤَكَّدِ) baik dalam  keadaan  rafa’nya, nashabnya, khafadhnya, dan ma’rifatnya. taukid adalah pengulangan yang dimaksudkan guna  menetapkan  keadaan  yang diulang tersebut  di hati pendengar supaya  yakin dengan apa yang sudah  diucapkan.

Taukid menyatakan  tentang pengukuhan dalam tingkah ucapan  seseorang. Supaya bisa  menjadikan kepercayaan untuk  orang yang mendengarnya.

Taukid secara bahasa berarti menguatkan. Dan menurut  keterangan dari  pengertian istilah taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.

Contoh : جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ : ( zaid benar-benar sudah datang sendiri)
Lafadz نَفْسُهُ berkedudukan sebagai taukid yang mengukuhkan arti  زَيْدٌ. sebab bila   tidak menggunakan  نَفْسُهُ, maka ada bisa jadi  yang datang tersebut  utusan Zaid.

Macam-macam taukid terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Taukid ma’nawi, dengan kata lain  : pengukuhan dari sisi  ma’nanya saja. Adapun lafadz lafadz yang dipakai  pada taukid lafdzi merupakan :

a) اَلنَّفْسُ misal  : جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ
b) َالْعَيْنُ misal  جَاءَ زَيْدٌ عَيْنُهُ
c) َكُلُّ misal  : جَاءَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ
d) َأَجْمَعُ misal  : جَاءَ الْقَوْمُ اَجْمَعُوْنَ
e) Lafadz yang mengekor  ajma’u : اَجْمَعُوْنَ اَكْتَعُوْنَ اَبْتَعُوْنَ اَبْصَعُوْنَ

2) Taukid Lafdzi, Taukid yang dilaksanakan  dengan duplikasi  lafadz laksana  isim, Fiil, huruff, ataupun jumlah/kalimat. contoh: .جاء علي علي Adapun taukid lafzi terbagi menjadi 6 unsur  :

¤ Isim dhohir laksana  : جَاءَ الأُسْتَاذُ الاُسْتَاذُ
¤ Isim Dhomir laksana  : قَرَأْتَ قَرَأْتَ أَنْتَ
¤ Fi’il laksana  : ذَهَبَ ذَهَبَ
¤ Huruf laksana  :اِنَّ تِلْمِيذاًاِنَّ تِلْمِيْذاً نَائِمٌ
¤ Jumlah laksana  : ظَهَرَالبَاطِلُ ظَهَر البَاطِلُ
¤ Isim mutarodhif laksana  : قِطٌّ هُرَيْرةٌ

Syarat Taukid:
1) Taukid mengekor  hukum I'rab laksana  Muakkad nya
2) Mengenai format  Isim Muakkad nya seringkali  berbentuk ma'rifat.

Beberapa ulama Nahwu Shorof dari Kufah mengizinkan  menggunakan Isim Nakirah sbg Muakkad nya, laksana  contoh: صُمْتُ شَهْرًا كُلَّهُ (Aku berpuasa sebulan penuh)

Dalam kalimat berposisi sebagai Maf'ul, artinya, sebulan adalah Isim Masdhar, dan berbentuk Nakiroh. Kullahu, berbentuk Idhofah Kullun dengan dhamir Hu, sampai-sampai  menjadi Kulluhu. Hukumnya menjadi Manshub sebab  mengikuti muakkad nya sampai-sampai  menjadi Kullahu.

Contoh-Contoh Kalimat Taukid:

حَضَرَ القَائِدُ نَفْسُهُ (Panglima tersebut  sendiri yang sudah  hadir)
حَضَرَتْ فَاطِمَةُ عَينُهَا (Fatimah sendiri yang hadir)
جَاءَ الرَّجُلَانِ أَنْفُسُهُمَا (Dua lelaki tersebut  sendiri yang datang).
جَاءَتِ المَرْأَتَانِ أَعْيُنُهُمَا (Dua perempuan tersebut  sendiri yang sudah  datang).
جَاءَ الرِّجَالُ أَعْيُنُهُمْ (Para lelaki tersebut  sendiri yang datang).
جَاءَتِ النِّسَاءُ أَنْفُسُهُنَّ (Para wanita tersebut  sendiri yang datang).
جَاءَ الرُّكُبُ كُلُّهُ (Unta-unta tunggangan tersebut  datang semuanya).
الأُمَّةُ العَرَبِيَّةُ جَمِيعُهَا قَلْبٌ وَاحِدٌ (Orang-orang arab semuanya berhati yang satu).
حَضَرَ القَومُ عَامَّتُهُمْ (Kaum tersebut  telah muncul  semuanya).
فِيهَا عَينَانِ تَجْرِيَانِ (Padanya terdapat  dua mata air yang mengalir) (Al Quran Surah Ar Rahman: 50)
كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ (Setiap insan  terikat dengan apa yang diupayakannya) (Al Quran Surah Ath Thur: 21)
تَظَاهَرَ العَامَّةُ مِنَ النَّاسِ (Kebanyakan insan  melakukan demonstrasi).
كِلا الرَّجُلَينِ حَاضِرَانِ (Kedua pria tersebut  hadir).




Sumber Rujukan :
  • Ilmu Nahwu – Terjemah Matan Al-Jurumiyyah dan Imrithy kaarya K.H. Moch. Anwar
  • Catatan Nahwu Pribadi
  • badaronline.com
  • Al-Qawaid al-Asasiyah lil lughah al-‘Arabiyah karya Ahmad al-Hasyimi
  • https://nahwusharaf.wordpress.com
  • www.vianeso.com
  • Terj. Alfiyah Syarah Ibnu ‘Aqil karya Bahaud Din Abdullah ibnu ‘Aqil