Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About

Pengertian Ilmu Balaghah (علم البلاغة) Beserta Objek Kajiannya dalam Bahasa Arab

Balaghah adalah salah satu ilmu di dalam bahasa Arab yang sangat menarik untuk dibahas. Ilmu Balaghah sendiri telah lama dikenal seiring dengan berkembangnya sastra Bahasa Arab. Pengertian  balaghah (بلاغة) dalam arti bahasa yaitu barasal dari lafadz بلغ , yang memiliki arti sampai atau mencapai. Sama artinya dengan kata وصل dan انتهى. Makna tersebut sama seperti yang tertera di dalam kitab al-qur’an, yaitu pada surat al-kahfi, ayat 90:



Balaghah

Balaghah adalah salah satu ilmu di dalam bahasa Arab yang sangat menarik untuk dibahas. Ilmu Balaghah sendiri telah lama dikenal seiring dengan berkembangnya sastra Bahasa Arab. Pengertian  balaghah (بلاغة) dalam arti bahasa yaitu barasal dari lafadz بلغ , yang memiliki arti sampai atau mencapai. Sama artinya dengan kata وصل dan انتهى. Makna tersebut sama seperti yang tertera di dalam kitab al-qur’an, yaitu pada surat al-kahfi, ayat 90:


حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا (٩٠


“Sehingga jika Dia sudah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur), Dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu.”

Adapun secara istilah balaghah merupakan sifat kalaam dan mutakallim sehinga dapat dikatakan ucapan yang baligh (perkataannya tercapai/sampai dengan yang dimaksud) dan mutakallim yang baligh (tercapai/sampai yang dikatakan). Balaghoh juga dapat diartikan sebagai kesesuaian antara konteks ucapan dan situasi & kondisi lawan biacara yang disertai dengan penggunaan kalimat/bahasa yang fashih, jelas, dan mudah dipahami. Balaghah sendiri tidak dapat menjadi sifat untuk kalimat, dan perkara inilah yang membuatnya berbeda dengan fashahah.


Objek Pembahasan Ilmu Balaghah

Ilmu balaghah adalah disiplin ilmu yang sangat berhubungan dengan masalah kalimat, yakni tentang tarkibnya, artinya, bembekas di jiwa, keindahan kata, dan keahlian dalam menentukan diksi atau memilih kata yang sesuai dengan tata bahasa dan indah didengar. Ilmu balaghah memiliki tiga objek kajian, yakni:


1. Ilmu Bayaan ( علم البيان )
Ilmu bayaan dalam bahasa artinya adalah ‘terang’ atau ‘jelas. Sedangkan secara istilah dalam ilmu balaghah, bayaan adalah salah satu unsur ilmu di dalam balaghah yang menjelaskan tentang cara-cara atau  metode-metode menyampaikan sebuah pemikiran, ide, gagasan, atau ungkapan dengan tarkib atau susunan yang bervariasi. bidang pembahasan ini untuk pertama kalinya dimodifikasi oleh beliau Abu Ubaidah Ibn al-Matsani dalam kitabnya " مجاز القران ". Fokus kajian dalam bidang ilmu ini adalah:
 تشبيه (penyerupaan)
مجاز  (majaz)
 كناية (konotasi)


2. Ilmu Ma’aniy ( علم المعانى )
Ilmu ma'aniy secara bahasa adalah ‘maksud’, ‘arti’, atau ‘makna’. Dalam hal ini para ulama ilmu ma’ani mengartikan ilmu ma'aniy sebagai penyampaian melalui ungkapan sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang atau disebut juga gambaran dari pikiran. Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’ani adalah:

“Salah satu unsur atau cabang ilmu dalam balaghah yang mempelajari hal ihwal bahasa Arab yang mengikuti tuntutan situasi dan kondisi.”


Abd al-Qahir al-Jurzanji adalah seorang ulama yang mengembangkan Ilmu ma'aniy untuk pertama kalinya. Sedangkan fokus pembahasan ilmu ma'aniy adalah kalimat-kalimat dalam bahasa Arab.


3. Ilmu Badii’ ( علم البديع)
Secara pengertian leksikal, ilmu badi’ adalah sesuatu atau ciptaan baru yang belum ada bahkan tidak ada contoh sebelumnya. Adapun secara istilah ilmu badii' yaitu salah satu cabang ilmu dalam balaghah yang menjelaskan tentang cara-cara atau kaifiyah yang digunakan untuk memperindah kalimat dan memembuatnya sangat nikmat untuk dibaca, diucapkan, ataupun didengar), dalam ilmu badii' juga dijelaskan tentang keunggulan sebuah kalimat sehingga dapat membuat kalimat semakin indah, baik serta memodifikasinya dengan keindahan kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi lawan bicara dan telah jelas makna yang dikehendakinya.

Pengusung dasar atau pelopor ilmu badi’  yaitu beliau Abdullah Ibn al-Mu’taz (W. 274 H). Sedangkan Fokus pembahasan ilmu ini yaitu upaya untuk memperindah suatu kalimat, baik itu dalam tatanan lafadz ataupun makna.

Pengertian Fashahah [الفصاحة] dan Balaghah [البلاغة] dalam bahasa Arab

Pengertian Fashahah [الفصاحة] dan Balaghah [البلاغة] dalam bahasa Arab



A. Pengertian Fashahah [الفصاحة]

Fashahah dalam arti bahasa mempunyai banyak arti, di antaranya adalah 'البَيَانُ / jelas, fashih' dan 'الظُهُوْرُ / nampak'. Allah berfirman:


وَاَخِيْ هٰرُوْنُ هُوَ اَفْصَحُ مِنِّيْ لِسَانًا  
[۳۴ :القصص ]

"Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku" [QS. Al-Qashas: ayat 34]

Maksud ayat di atas yaitu 'perkataannya lebih jelas dariku'.

Adapun pengertian fashahah dalam arti istilah yaitu perkataan yang terbentuk dari susunan lafadz yang jelas, terang benderang, yang membuat pendengar segera paham dengan apa yang dikatakan, dan juga sangat familiar bagi para pengarang kitab dan juga para pengarang sya'ir karena suatu kata yang mempunyai sifat fashahah [فصاحة] mempunyai keindahan tersendiri saat ia dibaca maupun saat didengar.

Fashahah juga menjadi sifat bagi الكلمة (kata), (perkataan/ucapan) الكلام dan المتكلم (pembicara). Bagaimana tidak, setiap kata bahkan ucapan yang dikeluarkan oleh mutakallim atau pembicara tentunya mempunyai niali tersendiri, ketika kata atau ucapan tersebut dikeluarkan dengan fashih atau jelas, maka ini juga menjadi sifat yang baik bagi kata, ucapan, dan orang yang mengungkapkannya.

Fashahah sendiri setidaknya ada tiga (3) unsur yang paling mendasar dan harus dimiliki agar suatu ucapan dapat dikatakan fashahah atau jelas / fashih, ketiga syarat itu adalah:
  1. Fashahatul Kalimah [فصاحة الكلمة]
  2. Fashahatul Kalaam [فصاحة الكلام]
  3. Fashahatul Mutakallim [فصاحة المتكلّم]
Penjelasannya :

1. Fashahatul Kalimah [فصاحة الكلمة]
Fashahahnya sebuah kata atau jelasnya sebuah kata harus terhindar dari beberapa poin di bawah ini, yaitu:

a. Tanaafurul Huruf [تنافُر الحروف]
yang dimaksud tanaafurul huruf yaitu karakter kata yang sulit atau berat saat didengar dan sulit juga saat diucapkan dengan lisan dikarenakan oleh huruf-huruf dalam kata tersebut yang makhorijul hurufnya terlalu berdekatan. Tanaafurul huruf dibagi menjadi dua, yaitu:
  • sangat sulit atau berat saat diucapkan dan didengarkan contoh seperti kata:
    'الظَّشُ'  [tanah tandus]
    'هُعْخُعٌ' [rumput yang biasa dimakan unta]
  • ringan saat diucapkan dan didengar, contoh seperti kata:
    'النَّقنقَة'  [suara katak]
    'النُّقَاخ'  [air tawar yang jernih]
    'مُسْتَشْزِرَاتٌ'   [yang tinggi/diangkat]
b. Gharabatul Isti'mal [غرابة الاستعمال]
yaitu sebuah kata yang maknanya sama sekali tidak jelas dan sama sekali tidak digunakan oleh sebagian besar orang Arab yang fashih, sehingga sangat membingungkan orang yang mendengar. 
Adapun gharabah dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
  • pembagian pertama: kata tersebut membingungkan pendengar dalam memahami makna yang dimaksud dikarenakan adanya multi makna atau kata tersebut mempunyai dua atau lebih makna yang berbeda yang mana juga tidak ada hubungannya dengan kalimat yang diucapkan.Contoh:
    kata مسرَّج pada sya'irnya Ru'bah bin 'Ajjaaj:

    ومُــقْــلـة وحــاجِــبــًا مُزَجّــجًــا                   وفــاحِــمًــا ومَــرْسِــنًــا مُــسَــرَّجًــا

    maka tidak dapat diketahui apa yang dimaksud dengan kata 'مُــسَــرَّجًــا' pada sya'ir di atas sampai-sampai para ahli bahasa pun berbeda pendapat dalam mengartikannya.
    Ibnu Duraid berpendapat: yang dimaksud dengan 'مُــسَــرَّجًــا' pada bait di atas adalah bahwa 'hidungnya ada di katulistiwa' dan bisa juga artinya adalah 'tebasan, seperti halnya tebasan pedang yang berkilau'
    adapun Ibnu Siidah berpendapat: bahwa kata tersebut maksudnya adalah 'ia dalam kilauan dan sinar seperti obor/penerang'.
    maka dari itu yang mendengarkan kata 'مُــسَــرَّجًــا' ini jadi bingung karena terdapat banyak makna yang lebih dari satu yang mana tidak nyambung dengan kalimat yang diucapkan. 
  • pembagian kedua: kata yang perlu diedit atau diteliti kesalahan penggunaannya karena memang perlu adanya penelitian bahasa yang khusus, dan memerlukan pengecekan pada kamus-kamus yang lengkap dan kredibel. Contoh:
    kata تَكَـأْكَأَ yang berarti berkumpul, yang diucapkan 'Isa bin Umar an nahwiy:

     مَا لَكُمْ تَكَـأْكَـأْتُمْ عَلَيَّ كَتَكَأكُئِكُمْ عَلَى ذِي جنَّة إفْرَنْقعُوا عَنِّي 

    kata di atas termasuk contoh gharabah karena penggunaannya yang sangat jarang dan juga sangat membingungkan bagi orang yang mendengar karena memang jarang digunakan oleh orang Arab, bahkan tidak digunakan oleh kebanyakan orang Arab yang fashih.

c. Mukhalafatul Qiyaas [مخالفة القياس]
yaitu suatu kata yang tidak mengikuti kaidah-kaidah penulisan kata yang benar sesuai ilmu sharaf yang diambil diucapan-ucapan orang-orang Arab, jadi kata tersebut sangat berlawanan atau bersebrangan dengan kaidah sharaf yang ada, contoh:

الـــحَــمْـــدُ لــلَّــهِ الــعَــلِــيِّ الأجْــلَــلِ        الـــوَاحِــدِ الــفَــرْدِ القَــدِيــمِ الأوَّلِ

kata الأجْــلَــلِ pada sya'ir di atas sangat tidak mengikuti kaidah penulisan ilmu sharaf, karena seharusnya kata tersebut huruf jim nya berharakat fathah dan dua huruf lam harus digabung/diidghomkan dengan tasydid menjadi 'الأَجَلُّ' 


2. Fashahatul Kalaam [فصاحة الكلام]
Fashahatul kalaam yaitu selamatnya sebuah ucapan setelah jelasnya susunan kata-kata yang ada pada ucapan tersebut, jelas dari sesuatu yang membingungkan makna dan kerancuan kata, maksudnya yaitu sebuah kalaam atau ucapan itu harus jelas, terang, dan mempunyai makna yang bisa dipahami langsung oleh pendengar dan lafadz-lafadznya juga mudah, maka dari itu sebuah kalimat atau ucapan harus tersusun dari lafadz-lafadz yang jelas dengan maksud yang mudah dimengerti, mengikuti aturan penulisan sharaf yang benar, susunan kata yang juga harus mengikuti kaidah-kaidah nahwu, dan juga harus sepi dari tanaafurul kalimaat [berat atau sulitnya kata saat diucapkan]. 

Dan kefashihan suatu kalam/ucapan harus terhindar dari beberapa poin di bawah ini:

a. Tanaafurul Kalimaah Mujtami'ah [تنافر الكلمات مجتمه]
yaitu susunan kata yang ada pada sebuah ucapan berat atau sulit diucapkan dan didengar (walaupun ada salah satu kata yang fashih/jelas/mudah dipahami, tapi karena susunan kata pada suatu ucapan hampir semuanya berat diucapkan lisan dan sulit dipahami pendengar maka tetap saja termasuk tanaafurul kalimaah mujtami'ah), adapun tanaafurul kalimaah ini ada dua macam, yaitu:
  • benar-benar berat pengucapannya, contoh:

    وَقَــبْـــرُ حَــرْب بِــمَــكَــان  قــفْـــر      وَلَـــيْــسَ قُــرْبَ قَــبْـــر حَـــرْبٍ قَـــبْـــرُ

    “Adapun kuburan Harb [Harb bin umayyah] itu di tempat yang sunyi dan tidak ada kuburan lain di dekat kuburan itu"
    jika kita baca susunan kata pada sya'ir di atas, sangat sulit dan berat saat diucapkan, dan juga sangat sulit dicerna oleh pendengar.
  • agak ringan pengucapannya, contoh perkataan Abii Tamaam:

    كَــرِيْـــمٌ مَــتَــى أمْــدَحْــهُ أمْــدَحْــهُ وَالــوَرَى      مَــعِـــي وَإذَا مَــا لُــمْــتُــهُ لُـــمْتُـــهُ وَحْـــدِي

    maksud sya'ir di atas yaitu "dia mulia jika aku sanjung/puji dan orang-orang juga menyetujuiku dengan sanjunganku kepadanya maka mereka pun ikut menyanjungnya bersamaku karena ia memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka seperti halnya ia memberiku kebaikan2"
    pada pembagian kedua ini, pengucapan pada susunan kalimatnya tidak sesulit atau seberat kalimat pertama, yaitu hanya ada dua susunan kata saja yang sulit diucapkan, lainnya mudah diucapkan.

b. Dho'fut Ta'liif [ضعف التأليف]
Sebuah ucapan juga harus mengikuti tata aturan kaidah-kaidah nahwu yang dipakai oleh sebagian besar para ulama nahwu. contoh :

سَاعَــدَ غُــلَامُــهُ  مُــحَــمَّدًا    "Pembantunya Muhammad membantu Muhammad"

susunan kalimat bahasa Arab di atas lemah, karena menyebutkan dhamirnya terlebih dahulu 'غُــلَامُــــهُ' dan meletakkan yang didhamiri (marji'nya) di akhir kalimat 'مُــحَــمَّدًا'.


c. Ta'qiidul Lafdzi [التّعقيد اللّفظي]
yaitu suatu ucapan yang kata perkatanya rancu, jadi susunan kalimatnya juga sama sekali tidak menunjukkan arti yang dimaksud sehingga menimbulkan kerancuan makna. Contoh;

جَفَخَتْ وَهُــمْ لَا يَــجْــفَــخُــوْنَ بِـــهَــا بِــهِــمْ       شِــيَــمٌ عَــلَى الــحــسب الـأغــر دَلائــلُ

susunan kalimat dan kata yang rancu di atas membuatnya tidak fashahatul kalaam, kalimat yang benar seharusnya adalah:

افـتخرت بِهم شِيَــمُ دلائــل عَــلى الحــسب الأغر وهــم لا يجْفـخون بِهــا


d. Ta'qiidul Ma'nawiy [التعقيد المعنوي]
yaitu ketika susunannya membuat makna yang dimaksud tidak jelas, karena adanya celah dalam pemindahan pikiran mutakallim dari makna asli kepada makna yang ia dimaksud. Contoh:

ســأَطْــلُــبُ بُــعْــدَ الــدارِِ عَــنْــكُــمْ لتَــقــرُبُــوا – وتــســكــبُ عــينــايَ الــدّمُــوعَ لتــجـمُدا

“Saya mencari suatu tempat yang jauh dari kalian, agar kalian kelak dekat dengan saya dan agar kedua mata saya meneteskan air mata, kemudian agar menajdi keras.”

Yang dimaksud kalimat di atas adalah, “saat ini saya lebih suka terpisah jauh dengan kalian untuk hanya sementara waktu, walaupun hingga meneteskan air mata karena perihatin.”
Untuk mengambil kesimpulan arti sya’ir di atas sangatlah sulit, sehingga sya'ir di atas termasuk kalimat yang تعقيد معنوي .

e. Kastrotut Tikraar [كثرة التكرار]
suatu ucapan agar menjadi fashahah juga harus menghindari kasratut tikraar, yaitu lafadz (baik itu isim, fi'il, maupun huruf) yang seharusnya diucapkan satu kali, tapi diucapkan berulang-ulang kali tanpa ada faidahnya, maka membuat tidak fashahatul kalaam. Contoh:

إنّــي وأســطــارٍ سُــطــرنَ سَــطْــرًا          لَــقَــائِــلٌ يَــا نــصــرُ نــصــرُ نَــصــرًا



3. Fashahatul Mutakallim [فصاحة المتكلّم]
yaitu sebuah keahlian yang harus dimiliki mutakallim (orang yang berkata) yaitu cara dia menyampaikan ucapan dengan tutur kata yang mudah dipahami, fashih, pemilihan kata (diksi) yang baik dan mudah dipahami, kata yang ia ucapkan harus sesuai dengan ilmu sharaf, susunan katanya juga rapih sesuai dengan tata kaidah nahwu, dan tidak ada kerancuan pada ucapannya sehingga pendengar segera paham dengan apa yang ia ucapkan. 



B. Balaghah [البلاغة]


Balaghah dalam arti bahasa artinya adalah 'Sampai' dan 'mencapai'. Contoh kalimatnya adalah:

بَــلَــغَ زَيْدٌ  مُــرَادَهُ      Zaid sudah mencapai tujuannya

بَــلَــغَ الــرَكْــبُ الــمَـدِيْــنَةَ   Para penunggang unta sudah sampai di kota 

maka sudah jelas, bahwa arti balaghah menurut 'bahasa' adalah 'mencapai' dan 'sampai'.

Adapun pengertian balaghah secara istilah yaitu balaghah merupakan sifat bagi ucapan dan mutakallim (orang yang mengucapkan) sehinga dapat dikatakan ucapan yang baligh (perkataannya tercapai/sampai dengan yang dimaksud) dan mutakallim yang baligh (tercapai/sampai yang dikatakan). Balaghoh juga dapat diartikan sebagai kesesuaian antara konteks ucapan dan situasi & kondisi lawan biacara yang disertai dengan penggunaan kalimat/bahasa yang fashih, jelas, dan mudah dipahami. Balaghah sendiri tidak dapat menjadi sifat untuk kalimat, dan perkara inilah yang membuatnya berbeda dengan fashahah.

 Balaghah mempunyai pembagian tersendiri, yaitu:
  1. Balaaghatul Kalaam [بلاغة الكلام]
  2. Balaaghatul Mutakallim [بلاغة المتكلّم]
Penjelasan:


1. Balaaghatul Kalaam [بلاغة الكلام]
yaitu ucapan yang baligh adalah ucapan yang sesuai dengan keadaan lawan bicara disertai dengan fashihnya lafadz-lafadz pada ucapan tersebut, baik itu per katanya maupun susunan kalimatnya.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ucapan yang baligh yaitu ucapan yang menyesuaikan situasi dan kondisi lawan bicara, serta lafadz-lafadz yang diucapkannya juga fashih atau jelas baik susunan kalimatnya maupun bentuk setiap katanya. Selain dari pada itu, yang menjadi perhatian yaitu bentuk tertentu yang gunakan dalam suatu kalam atau ucapan, contoh penggunaan kalimat yang panjang tetapi maksudnya sedikit (uslub ithnab) dalam pujian atau penggunaan kalimat yang ringkas dan padat (uslub ijaz) apabila lawan biacaranya adalah sesorang yang cerdas.

Contoh:
jika seseorabg mengucapkan  الصَّلاَةُ عَـلَى وَقْتــها  kepada mukhotob atau orang yang sedang diajak bicara yang bertanya mutakallim tentang waktu shalat. Maka ucapannya itu termasuk dalam kategori balaaghatul kalaam, karena ia ia ucapkan sesuai dengan maksud lawan bicara dan sesuai dengan keadaannya, ucapannya juga disampaikan dengan fashih dan jelas sehingga pendengar segera paham.


2. Balaaghatul Mutakallim [بلاغة المتكلّم]
Balaaghatul Mutakallim adalah keahlian dan kemampuan yang terdapat pada hati mutakallim yang dengan keahliannya tersebut seseorang bisa menyusun ucapan yang baligh dan sesuai dengan keadaan dan situasi lawan bicaranya serta fashihnya ucapan dalam segala makna yang dimaksudkannya.

Sesuai dengan penjelasan di atas, balaaghatul mutakallim merupakan keahlian sesorang dalam berucap dengan fashih dan jelas untuk mengutarakan apa yang ingin ia katakan dari hatinya sesuai dengan kondisi dan situasi lawan bicarannya.



C. Perbedaan Fashahah [الفصاحة] dan Balaghoh [البلاغة]

1. Fokus pembahasan fashahah [الفصاحة]  lebih khusus berkaitan dengan lafadz. Sedangkan balaghah  [البلاغة],  pembahasannya tidak hanya berkaitan dengan lafadz saja tapi juga berkaitan dengan makna.
2. Fashahah  [الفصاحة]  yaitu sifat dari sebuah kata, kalimat dan ucapan atau kalaam.
3. Semua ucapan atau kalimat yang bernilai balaghah [البلاغة] sudah pasti memenuhi unsur fashahah [الفصاحة], sebaliknya tidak semua ucapan atau kalimat yang bernilai fashahah itu memenuhi unsur balaghoh. jadi tingkat balaghah lebih tinggi dari fashahah.

Demikian adalah penjelasan rinci tentang fashahah dan balaghah. semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita dalam berbahasa Arab. selamat belajar. :)






_________
Referensi: 

  • https://www.dusturuna.com/quran/28-34/
  • Kitab Jawahirul Balaaghah karangan As-Sayyid Ahmad Al-Hasyimi 
  • http://makalahcerdas11.blogspot.com/2017/12/a.html#:~:text=Secara%20terminologi%20(istilah)%20fashahah%20yaitu,%D8%A7%D9%84%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85%20dan%20%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%AA%D9%83%D9%84%D9%85%20(pembicara).
  • http://mubtada10.blogspot.com/2012/03/pengertian-balaghah-dan-bidang_10.html


Pengertian dan Kumpulan Isim fiil [اسم الفعل] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian dan Kumpulan Isim fiil [اسم الفعل] dalam Ilmu Nahwu


Pengertian Isim Fi'il

Isim fi'il ialah kata yang juga menunjukkan arti fi'il (perbuatan) tapi tidak menerima atau tidak mempunyai tanda fi'il.

1. Isim fi'il bisa mempunyai makna fi'il madhi, contoh:

'هَيْهَاتَ' yang berarti 'بَعُدَ' (Telah jauh)

'شَتَانَ' yang berarti 'افْتَرَقَ' (berpisah)

2. bisa juga mempunyai makna fi'il mudhori, contoh:

'أُفٍّ' yang berarti أَتَضَجَّرُ (Aku mengeluuh)

'آهْ' yang berarti 'أتَوَجَّعُ' (aku mengaduuh)

'قَطْ' yang berarti 'يَكْفِي' (cukup)

'وَيْ' yang berarti 'أتَعَجَّبُ' (aku kagum)

3. isim fi'il juga bisa mempunyai arti fi'il 'amr, contoh:

'آمِيْنُ' yang berarti 'اسْتَجِبْ' (kabulkanlah!)

'صَهْ' yang berarti 'اسْكُتْ' (diam!)

'مَهْ' yang berarti 'انْكَفِفْ' (kecilkan!)

'بَلْهَ' yang berarti 'اتْرُكْ' (tinggalkan!)

'عَلَيْكَ' yang berarti 'الْزَمْ' (berpeganglah!)

'إلَيْكَ عَنِّي' yang berarti 'تَنَحَّ عَنِّي' (menyingkirlah dariku!)

'إلَيْكَ الكِتَابَ' yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)

'هَا' atau 'هَاكَ',atau juga 'هَاءَ القَلَمَ' yang berarti 'خُذْهُ' / 'خُذِ القَلَمَ' ('Ambilkan!' atau 'ambilkan pena itu!')

'إيْه' yang berarti 'زِدْ' (tambahkan!)

'هَيَّا' yang brarti 'أسْرِعْ' (ayo/cepatlah!)

'حَيَّ' yang berarti 'أقْبِلْ' (mari/kemari!)

'دُوْنَكَ' yang berarti 'خُذْ' (ambillah!)


Isim fi'il itu hanya mempunyai satu bentuk tapi bisa mencangkup semuanya (mudzakkar, muannats, mufrad, mustasna, dan jamak), contoh: kata 'صَهْ' ini bisa digunakan untuk mufrad, mustasna, jamak, mudzakkar, atau juga muannats, kecuali jika terjadi pada isim fi'il yang bertemu dengan kaf mukhotob 'ك' (kaf yang menunjukkan arti orang yang diajak bicara, contoh kamu, kalian berdua, kalian) maka harus diikuti juga dengan kata ganti mukhotob, contoh:

إلَيْكَ عَنِي  ---> menyingkirlan kamu (laki-laki) dariku

إلَيْكِ عَنِّي ---> menyingkirlan kamu (perempuan) dariku

إلَيْكُمَا عَنِّي ---> menyingkirlan kamu berdua (laki-laki/perempuan) dariku

إلَيْكُمْ عَنِّي ---> menyingkirlan kalian (laki-laki) dariku

إلَيْكُنَّ عَنِّي ---> menyingkirlan kalian (perempuan) dariku

هَاكَ الكِتَابَ --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki satu orang)

هَاكِ الكِتَابَ  ---> Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada perempuan satu orang)

هَاكُمَا الكِتَابَ --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki/perempuan dua orang)

هَاكُمُ الكِتَابَ  --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki orang banyak)

هَاكُنَّ الكِتَابَ  --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada perempuan orang banyak)


Pembagian Isim Fi'il

Isim fi'il terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Isim Fi'il Murtajal [اسم الفعل المرتجل] 
yaitu sebuah kata yang memang dari awal pembentukannya itu sudah menjadi isim fi'il (bentuk asli isim fi'il). Contoh:
'هَيْهَاتَ' yang berarti 'بَعُدَ' (Telah jauh)

'أُفٍّ' yang berarti أَتَضَجَّرُ (Aku mengeluuh)

'آمِيْنُ' yang berarti 'اسْتَجِبْ' (kabulkanlah!)


2. Isim Fi'il Manqulah [اسم الفعل المنقولة]
yaitu sebuah kata yang digunakan untuk selain isim fi'il, tapi kemudian diganti penggunaannya menjadi isim fi'il, adapun penggantian menjadi isim fi'il ini baik itu:
  • berupa jar & majrur, contoh:
    'إلَيْكَ عَنِّي' yang berarti 'تَنَحَّ عَنِّي' (menyingkirlah dariku!)
  • atau juga berupa dharaf, contoh:
    'دُوْنَكَ الكِتَابَ' yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)
    'مَكَانَكَ' yang berarti 'اثْبُتْ' (tetaplah 'pada tempatmu')
  • atau juga berupa mashdar, contoh:
    'بَلهَ الشَرَّ' yang berarti 'اتْرُكْهُ' (tinggalkanlah keburukan!)
    'رُوَيْدَ أَخَاكَ' yang berarti 'أمْهِلْهُ' (berilah saudaramu kesempatan [beberapa waktu])
     kata رُوَيْدَ  aslinya adalah mashdar, terbentuk dari 
  • atau juga berupa tanbiiih/تَنْبِيْهٌ [peringatan], contoh:
    هَاكَ الكِتَابَ yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)
3. Isim Fi'il Ma'dul [اسم الفعل المعدول] (perubahan kata), contoh;
حَذَارٌ ---perubahan kata dari--> 'احْذَرْ' (hati-hati!)
نَزَالٌ ---perubahan kata dari--> 'أنْزِلْ' (turunkanlah!)

Demikianlah pembahasan tentang isim fi'il, semoga bermanfaat dan mudah dipahami. :)

___________
Referensi:
  • Jamidud Durus, juz 1, hal. 155-157 

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok [اسم الموصول المشترك] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok [اسم الموصول المشترك] dalam Ilmu Nahwu

Seperti yang telah kita tahu, isim maushul adalah Isim yang digunakan untuk menyambungkan kalimat agar menjadi satu kalimat lain yang lebih sempurna. Maksudnya, bahwa masing-masing  isim ma’rifat tersebut  akan menjadi jelas bila estafet  dengan kalimat sesudahnya, yang disebut  Shilah. Shilah(anak kalimat) tersebut  harus mempunyai  dhamir yang berpulang kepada  isim maushul, yang disebut  a’id. Dalam bahasa Kita, biasanya Kata Sambung 'isim Mausul' ini diterjemah menjadi kata: "yang". Bentuk asal atau dasar dari Isim Maushũl merupakan : الَّذِيْ (yang).

Nah pada pembahasan postingan sebelumnya (di sini) hanya menjelaskan secara global tentang apa itu isim maushul, dan juga terdapat klasifikasi yang rinci penggunaan isim maushul dilihat dari mufrod (isim yang berarti satu), mustanna (yang berarti dua), dan jamak (berarti banyak), maupun dilihat dari mudzakkar (isim yang menunjukan arti laki-laki) dan mustasna (isim yang menunjukkan arti perempuan) isim maushul tersebut disebut juga dengan isim maushul al-khoos yaitu dengan :
الذي: untuk mufrod mudzakkar
الَلذِّانِ  : untuk mustasna mudzakkar
الذِيْنَ : untuk jamak mudzakkar
التِي : untuk mufrod muannats
اللتان : untuk mustasna muannats
اللاتي : untuk jamak muannats

pembagian di atas tentu dimaksudkan untuk klasifikasi jumlah dan jenis kelamin yang disifati dengan isim maushul, tapi dalam pembahasan kita kali ini, kita akan belajar tentang isim maushul yang dapat mencangkup semua klasifikasi di atas, baik itu mudzakkar dan muannats, atau mufrod, mustasna, dan jamak, ataupun juga bisa digunakan untuk manusia maupun benda, berikut ini adalah penjelasannya;

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok

Isim maushul musytarok adalah isim maushul yang hanya dengan satu lafadz namun dapat mencangkup semuanya (jumlah dan jenis kelamin), maka di dalamnya sudah termasuk untuk mufrod, mustasna, jamak, mudzakkar dan muannast.

isim maushul musytarok yaitu sebagai berikut:
مَنْ : siapa / barangsiapa (yang)
مَا : sesuatu/Apa-apa (yang)
ذَا : (yang) , digunakan ketika dalam keadaan nashob
أَيُّ : apakah (yang)
ذُو: (yang) , digunakan ketika dalam keadaan rofa'


Penggunaan masing-masing kata di atas

a. Penggunaan 'مَنْ' dan 'مَا' yaitu:

> 'مَنْ' digunakan untuk yang berakal (orang), contohnya yaitu:
مَنْ قَالَ لَا الَهَ إلَّا اللَّه دخَلَ الجَنَّةَ
'Barangsiapa yang mengucapkan 'لَا الَهَ إلَّا اللَّه' maka ia akan masuk surga'

>  sedangkan 'مَا' digunakan untuk selain orang, contohnya:
وَيُسَبِحُ الله مَا فِي السّمواتِ ومَا فِي الأرضِ
'Apa-apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah'

b. ِAdapun penggunaan 'ذَا' 'أيُّ', dan 'ذُوْ' digunakan baik untuk yang berakal (orang) maupun selain yang berakal (selain orang, bisa benda, hewan, atau lainnya). Jadi penggunaan ketiga kata ini bisa mencangkup segalanya tanpa mengenal batas jumlah, jenis kelamin atau berakal / tidak berakal. Berikut ini adalah rinciannya:

> Penggunaan  'ذَا'
 'ذَا' dapat diartikan menjadi isim maushul al-musytarok jika ia memiliki beberapa syarat di bawah ini:
  •  'ذَا' harus terletak setelah 'مَنْ' atau 'مَا' istifhamiyyah (kata tanya):
    مَنْ ذَا أَكْرَمْتَ؟ أَزَيْدًا أمْ أَخَاهُ؟  ---> Siapa yang kau muliakan? Zaid atau saudaranya?
    مَا ذَا أَنْفَقْتَ؟ أَ دِرْهَمًا أَمْ دِيْنَارًا؟ ---> Apa yang kau infaqkan? Dirham atau dinar?
  • 'ذَا' tidak boleh bermakna isim isyaroh dan tidak boleh digabung dengan 'مَنْ' atau 'مَا' dalam satu kalimat yang dimaksudkan untuk kalimat tanya, jika kedua hal itu terjadi maka 'ذَا' bermakna isyaroh bukan maushul.
    مَنْ ذَا القَائِم؟ --atau juga-- مَنْ هَذَا القَائِم؟
    Siapakah orang yang berdiri ini
  • 'ذَا' tidak boleh digabungkan dengan 'مَنْ' atau 'مَا' dalam satu kalimat yang dimaksudkan untuk kalimat tanya, maka 'ذَا' ikut bermakna istifham (kata tanya)
    لِمَـاذَا أتَيْتَ؟ ---atau juga-- لِمَ أتَيْتَ؟
    Kenapa kamu datang?
> Penggunaan 'أيُّ'
'أيُّ' merupakan isim maushul musytarak yang dapat digunakan untuk mudzakkar, muannats, mufrad, mustastna, dan jamak, dan digunakan juga untuk yang berakal dan juga lainnya.
Semua isim maushul termasuk mabni (harakat akhirnya tidak berubah-ubah atau tetap), kecuali kata 'أيُّ' ini, ia dibaca mu'rob dengan tiga harakat, contoh:
  • dibaca rofa' (dhommah):
    يُفْلِحُ اَيٌّ مُجْتَهِدٌ   --- > Siapapun yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil
  • dibaca nashob (fathah):
    اَكْرَمْتُ اَياًّ هِيَ مُجْتَهِدَةٌ ---> Saya memuliakan wanita manapun yang bersungguh-sungguh
  • dibaca jar (kasroh):
    أحْسَنْتُ اِلَى اَيٍّ هُمْ مُجْتَهِدُونَ ---> Saya berbuat baik kepada mereka yang bersungguh-sungguh
> Penggunaan  'ذُوْ' 
 'ذُوْ'  menjadi isim maushul musytarak yang dapat digunakan untuk mufrad, mustasna, jamak, mudzakkar, dan muannats. Dan demikian itu dalam bahasa thayyi pada orang Arab, contoh:
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَ 
Telah datang seorang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَتْ
Telah datang seorang (perempuan) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَا
Telah datang dua orang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَتاَ
Telah datang dua orang (perempuan) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُا اجْتَهَدُوا
Telah datang orang-orang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدْنَ
Telah datang orang-orang (perempuan) yang bersungguh-sungguh


_____________
:Referensi


  • Kitab 'Jami'ud Durus' Juz 1 hal. 131-136

Pengertian Isim Alat [اسم الالة] beserta Wazan-wazannya

Pengertian Isim Alat beserta Wazan-wazannya

Kali ini kita akan membahas tentang isim alat, iya seperti namanya isim alat adalah sebuah kata benda yang digunakan untuk menunjuk sebuah benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang mempunyai objek. Bagaimana sangat menakjubkan kan Bahasa Arab itu? sampai alat saja ada pembahasannya tersendiri dalam ilmu sharaf, dan temen-temen akan lebih takjub lagi bahwa ternyata isim alat adalah isim atau kata benda yang lahir dari fi'il, maksudnya bagaimana? mari kita belajar lebih rinci tentang isim alat.

Pegertian Isim Alat

Pengertian isim Alat adalah kata benda yang biasanya diambil atau terbentuk dari Fi'il Tsulatsi Mujarrad (kata kerja yang terdiri dari hanya 3 huruf saja) yang muta’adi (kata kerja yang membutuhkanobjek) untuk menunjukan suatu alat yang pasti perbuatan tersebut membutuhkan alat, contoh seperti
المِبْرَدُ 'pendingin'
المِنْشَارُ  'gergaji'
المِكْنَسَةُ  'sapu'

perhatikan contoh tiga kata di atas, ketiganya sama sama terbentuk dari perkerjaan yang juga membutuhkan alat, contoh:
  • Pendingin = tebentuk dari kata kerja 'mendinginkan', karena memang untuk mendinginkan pasti membutuhkan sebuah alat, dan alatnya sudah pasti adalah 'pendingin'.
  • Sapu = terbentuk dari kata kerja 'menyapu', dan sudah pasti bahwa jika kita menyapu maka kita butuh alat yang namanya juga 'sapu'.
  • Gergaji = terbentuk dari kata 'menggergaji', dan alat yang digunakan untuk menggergaji adalah gergaji.
jadi sudah jelas ya, isim alat itu terbentuk dari fi'il  atau kata kerja, dalam bahasa Arab isim Alat biasanya terbentuk dari fi'il tsulasy mujarrad muta'ady (kata kerja yang terbentuk dari tiga huruf saja dan kata kerja tersebut membutuhkan objek), mari kita lihat contoh lain dengan Bahasa Arab:

وقد يكون من غير الثلاثى المجرّد
Terkadang Isim Alat terbentuk dari selain Tsulatsi Al Mujarrad :

المِئْزَرُ  (kain penutup)
المِئْضَأة (tempat berwudhu)
المِحْراكُ (Alat pengupak api)
المعْلاق (penggantung)
المِمْلسة (kayu yang dibuat untuk meratakan tanah)

المِصْبَاحُ (lampu)
المِدْخَنَة (tempat bara api)
المزْرَبُ (saluran air)

Di Mesir Para ahli bahasa Arab membolehkan atas penggunaan wazan FA’A’LAH  'فَعَّالَةٌ'  untuk menunjukkan arti alat.
Contoh:
 ثَلَّاجَة  lemari es
غَسَّالَة  pencuci
شَوَّايَة   pemanggang daging
خَرَّامَة  alat mengebor

Wazan Isim Alat

Isim alat memiliki tiga wazan, yaitu:

1. مِفْعَلٌ
Contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِرْقَمٌ (Alat untuk memberi nomer 'pena,pensil,dsb')
مِبْضَعٌ  (alat untuk memotong 'pisau,silet,dsb')
مِقَصٌّ (Gunting)

2. مِفْعَلَةٌ
contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِكْنَشَةٌ  (Sapu)
مِنَشَّة (alat untuk mengusir lalat)
مِشْرَبَةٌ (alat untuk minum 'gelas')

3. مِفْعَالٌ
contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِفْتَاحٌ (kunci)
مِجْذافٌ (dayung)
مِغْرَافٌ (gayung)

Namun adapula isim alat yang keluar dari perkataan orang Arab yang musytaq (terbentuk dari wazan) atau selain wazan-wazan di atas, yaitu:
مُنْخُلٌ  (layar)
مُسْعَطٌ (kotak tembakau)
مُكْحُلَةٌ (sebuah toples di mana kohl disediakan)
مِدَقٌّ (palu)

Terkadang juga isim alat terbentuk dari isim jamid (isim yang tidak bisa ditashrif ) atau isim yang tidak terbentuk dari kata kerja dan tidak diambil dari wazan-wazan sebelumnya, contoh:
سِكِّيْنٌ  pisau
شَوْكَةٌ  senjata
قَلَمٌ    pensil
فَأْسٌ  palu



_____________
Referensi;

  • Jamidud durus juz 1 hal. 204

Pengertian i"lal dan ibdal dalam Ilmu Sharaf

Pengertian ilal dan ibdal dalam Ilmu Sharaf


Terkadang sebagian huruf di dalam kata bahasa Arab ada yang dihapus atau juga sebagian huruf  menempati posisi huruf-huruf lainnya atau berpindah posisi ke huruf-huruf lain.

Jika hal di atas terjadi pada huruf illat (huruf penyakit, yaitu ي، و dan ا), maka penghapusan, pemindahan posisi huruf atau pergantian huruf tersebut dinamakan juga dengan i’lal, dan apabila terjadi pada selain huruf illat maka dinamakan juga ibdal. Contohnya lafadz اِيْــفَادٌ , huruf ya’ pada lafadz tersebut menempati posisi wawu (karena bentuk awalnya atau bentuk fi’ilnya yaitu أَوْفَدَ, kemudian berubah menjadi اِيْــفَادٌ ), maka contoh kata tersebut adalah termasuk dalam pembahasan i'lal karena yang berubah dan atau diganti hurufnya adalah huruf illat.

Pemahaman bab i’lal dan ibdal dapat membantu kita dalam menggunakan kamus (biasanya kamus al-Munawwir yang mengharuskan pembacanya agar bisa mencari asal kata yang dicari) dengan cara mengetahui pokok-pokok kata.

1. I’lal

I’lal ialah menghapus, mengganti, ataupun merubah posisi huruf illah  (huruf penyakit, yaitu ي، و dan ا) untuk menempati posisi huruf illat (yang diganti/dibuang/dirubah) atau huruf lain dalam satu kata.

Di bawah ini adalah sebagian kaidah yang terdapat pada bab i’lal:

  • Huruf Alif  (ا) Dirubah Menjadi huruf Wawu (و)
Huruf Alif harus dirubah menjadi huruf wawu apabila terletak setelah dhammah.

Contoh:

شَــاهَدَ > شُــوْهِدَ

حَــاكَمَ > حُــوْكِمَ


Alif dirubah menjadi huruf wawu karena huruf sebelumnya berharokat dhommah.


Wawu Diubah Menjadi Ya’


a. Jika huruf wawu  و  dan ya’ ي   berkumpul di dalam satu kata dan salah satunya di antaranya diawali dengan harokat sukun, maka wawu dirubah menjadi huruf ya`.

Misal :
 سَــيِّــدٌ

(Asal katanya adalah سَــيْــوِدٌ, karena terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi  سَــيِّــدٌ)

هَــيِّــنٌت

(Asal  katanya adalah  هَــيْــوِنٌ, terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi هَــيِّــنٌ)


شَــيًّــا

(Asal katanya adalah شَــوْيًـــا, terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi شَــيًّــا)


b. dalam contoh isim maf’ul yang mana terbentuk dari fi’il tsulatsy yang mu’tal akhirnya dengan ya’


Baca Juga:
Pengertian Wazan dan Mauzun Beserta Pembgiannya


Contoh:

مَقْضِــيٌّ

(Asal katanya adalah مَقْضُـــوْيٌ wawu dan ya bertemu dalam satu kata, salah satunya berharokat sukun maka huruf wawu harus diganti menjadi ya maka menjadi مَقْضِــيٌّ )


c. Penggantian wawu menjadi ya juga terjadi jika wawu terletak setelah huruf yang berharokat kasroh maka wawu harus diganti meenjadi wawu, bab ini terdapat pada mashdar fi’il yang berwazan أَفْعَلَ, fa’ fi'ilnya berupa wawu (seperti أَوْضَحَ, أَوْرَدَ dst) atau fi’il yang berwazan اِسْتَفْعَلَ, fa’ fi'ilnya berupa wawu (seperti اِسْتَوْضَحَ, اِسْتَوْرَدَ dst)

Contoh:

أَوْضَحَ :mashdarnya adalah > إِيْــضَاحًا 

Asal katanya adalah إِوْضَاحًا , wawu terletak setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya maka menjadi إِيْــضَاحًا 

أَوْرَدَ :mashdarnya adalah > إِيْــرَادًا

Asal katanya adalah إوْرَادًا , wawu terletak setelah kasroh maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi إِيْــرَادًا

اِسْتَوْضَحَ :mashdarnya adalah >  اِسْتِــيْــضَاحًا 

Asal katanya adalah اِسْتِـوْضَاحًا , wawu terletak setelah kasroh maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi اِسْتِــيْــضَاحًا 



d. Apabila wawu terletak di ujung setelah kasrah.

Contoh:

 السَّامِــي
Asal katanya adalah  السَّامِـو wawu terletak di akhir kata dan jatuh setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi   السَّامِــي

الْعَادِي
Asal katanya adalah  الْعَادِو wawu terletak di akhir kata dan jatuh setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi   الْعَادِي



Huruf Wawu dan Ya’ yang Dirubah Menjadi Hamzah

Wawu dan ya harus dirubah menjadi hamzah jika keduanya jatuh setelah alif tambahan, syarat dari kaidah ini adalah jika hamzah dan ya terletak pada 'ain fi'il di isim fa'il dan terletak di akhir kata pada mashdar, berikut ini adalah penjelasannya:

a. Terdapat pada isim fa’il yang terbentuk dari fi’il tsulatsi yang a'in fi'ilnya berbentuk alif (asalnya adalah wawu atau ya’).

Contoh:

صَــامَ :isim fa'ilnya adalah >  صَائِــمٌ 

Asal katanya adalah صَاوِمٌ , wawu terletak setelah alif tambahan dan wawu menempati ain fi'ilnya isim fa'il, maka wawu harus diganti menjadi hamzah  صَائِــمٌ 


b. Apabila wawu atau ya’ berada di ujung pada mashdar dan terletak setelah alif tambahan.

Contoh:

ٌدُعَاء
Asal katanya adalah  ٌدُعَاو   wawu terletak setelah alif tambahan dan terletak di akhir kata pada mashdar, maka wawu harus diganti menjadi hamzah ٌدُعَاء



Menghilangkan Huruf Wawu Pada Bentuk Maf’ul

Jika isim maf’ul terbentuk dari fi’il tsulatsy yang mu’tal 'ain fi'ilnya (huruf tengahnya berupa huruf illah, seperti قَالَ, بَاعَ dan sebagainya), maka huruf wawu harus dihapus, berikut ini adalah penjelasannya:

Contoh:

 مَــقُــوْلٌ

(Asaln katanya adalah مَقْــوُوْلٌ dengan wazan مَفْعُولٌ, karena kata tersebut terbentuk dari fi'il tsulasy yang huruf tengahnya berupa huruf illah yaitu wawu, maka wawu tambahan yang berharakat sukun harus dihapus dan menjadi مَقْــوُلٌ  , lalu masih ada huruf wawu asli yang mempunyai harakat, maka harakatnya harus dipindah ke huruf sebelumnya untuk memudahkan dalam pengucapan maka menjadi مَــقُــوْلٌ )

 مَبِــيـْـعٌ

(Asalnya مَبْــيُـوْعٌ dengan wazan مَفْعُولٌ, harakat pada huruf ya harus dipindah ke huruf sebelumnya karena huruf sebelumnya adalah huruf shahih tapi malah berharakat sukun maka menjadi مَبُــيْـوْعٌ , bertemulah dua huruf illah yang berharakat sukun yaitu huruf ya 'ain fi'il dan huruf wawu maf'ul 'ـيْـوْ' maka huruf wawu maf'ul harus dibuang karena bertemunya dua huruf yang berharokat sukun maka menjadi  مَبُــيْـــعٌ  , kemudian harokat dhommah pada huruf ba' harus diganti menjadi kasrah karena setelahnya adalah huruf ya maka menjadi   مَبِــيـْـعٌ  )




2. Ibdal        
Adapun Ibdal yaitu menghapus atau membuang huruf dan meletakkan huruf lain pada huruf yang telah dibuang.

Sebenarnya ibdal dan i'lal sangatlah mirip pengertiannya yaitu sama sama melakukan perubahan, pembuangan, atau penggantian pada suatu huruf, hanya saja i’lal itu khusus terjadi hanya pada huruf illat, adapun ibdal bisa masuk pada huruf shahih (kata yang tidak mempunyai huruf illat) dan juga bisa masuk pada kata yang mempunyai huruf illat.

Huruf-Huruf Ibdal

Berikut ini adalah huruf-huruf ibdal, yaitu:
أَحْرُفُ الْإِبْدَالِ هَدَأْتُ مُوْطِيَا       
  • Ha’   (هــ)
  • Dal (د)
  • Hamzah  (أ)
  • Ta’ (ت)
  • Mim (م)
  • Wawu  (و)
  • Tha’ (ت)
  •  Ya’ (ي)
  • Alif  (ا)

Di bawah ini  adalah  beberapa keadaan yang terjadi pada bab ibdal.

Merubah Huruf pada Fa’ fi'il yang Barupa Wawu atau Ya Menjadi  Huruf Ta’ (ت)

Jika terdapat fi’il tsulatsy yang fa’ fi'ilnya berupa wawu (contoh وَصَفَ) atau huruf ya (contoh يَسَرَ), dan dirubah ke wazan (اِفْتَعَلَ), maka wawu atau ya nya harus dirubah menjadi huruf ta’(ت).

Misal:

وَصَفَ :mengikuti wazan (اِفْتَعَلَ)  maka menjadi > اِتَّــصَفَ

اِتَّــصَفَ
Asal katanya adalah إوْتَصَفَ , lalu huruf wawu diganti menjadi ta' (ت) maka menjadi إتْــتَـصَفَ , lalu ta' yang pertama dan kedua digabungkan atau diidghomkan dengan tasydid maka menjadi  اِتَّــصَفَ 

وَسَمَ :mengikuti wazan (اِفْتَعَلَ)  maka menjadi > اِتَّــسَمَ

Asal katanya adalah إوْتَسَمَ , lalu huruf wawu diganti menjadi ta' (ت) maka menjadi إتـْتَسَمَ , lalu ta' yang pertama dan kedua digabungkan atau diidghomkan dengan tasydid maka menjadi  اِتَّــسَمَ


Perkara di atas juga terjadi pada fi’il mudhore dan mashdar.

Contoh:

يَـتَّــصِفُ : اِتِّــصَافًا

يَــتَّــسِمُ : اِتِّــسَامًا



Merubah Huruf  Ta’ (ت) Menjadi Huruf Dal (د)

Jika terdapat fi’il tsulatsy yang fa’ fi'ilnya adalah huruf dal (contoh دَخَرَ) dan dijadikan wazan (اِفْتَعَلَ), maka huruf ta tambahan pada wazan اِفْتَعَلَ diubah menjadi dal, setelah itu dal huruf fa' fi'il asli dan dal yang kedua tadi diidghomkan.

Misal:

دَخَرَ : اِدَّخَرَ
Asal katanya adalah اِدْتَــخَرَ , lalu karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dal, maka ta pada kata tersebut harus diganti menjadi dal, maka menjadi اِدْدَخَرَ   , setelah itu kedua dal yang berkumpul tersebut diidghomkan atau digabungkan dengan tasydid maka menjadi اِدَّخَرَ

دَعَى : اِدَّعَى
Asal katanya adalah اِدْتَـــعَى , lalu karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dal, maka ta pada kata tersebut harus diganti menjadi dal, maka menjadi اِدْدَعَى   , setelah itu kedua dal yang berkumpul tersebut diidghomkan atau digabungkan dengan tasydid maka menjadi اِدَّعَى

Perkara di atas juga terjadi pada fi’il Mudhore’ dan mashdar.

Contoh:

يَــدَّخِرُ : اِدِّخَارًا

يَــدَّعِي : اِدِّعَاءً



Merubah Huruf Ta’ (ت) Menjadi Huruf Tho’ (ط)

Jika terdapat fi’il tsulatsi yang fa’ fi'ilnya adalah berupa huruf shod (ص) dhad  (ض) , tha’  (ط) atau zha’  (ظ) dan dijadikan wazan (اِفْتَعَلَ), maka fa’ fi'il tersebut harus diubah menjadi tha’ (ط).

Misal:

صَادَ : اِصْــطَــادَ
Asal katanya adalah اِصْــتَــادَ  , karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf shod  (ص), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِصْــطَــادَ

ضَرَبَ : اِضْــطَــرَبَ
Asal katanya adalah اِضْــتَــرَبَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dhad  (ض), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِضْــطَــرَبَ


طَلَعَ : اِطَّــلَعَ
Asal katanya adalah اِطْــتَــلَعَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf tha’ (ط), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِطْطَـلَعَ setelah itu kedua tho' tersebut diidhgomkan atau digabungkan maka menjadi اِطَّــلَعَ

طَرَدَ : اِطَّــرَدَ
Asal katanya adalah اِطْــتَـرَدَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf tha’ (ط), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِطْطَرَدَ setelah itu kedua tho' tersebut diidhgomkan atau digabungkan maka menjadi اِطَّــرَدَ


Hal ini juga terjadi pada fi’il mudhari’ dan mashdar.

Contoh:

يَصْــطَــادُ : اِصْــطِــيَادًا 
يَضْــطَــرِبُ : اِضْــطِــرَابًا 
يَــطَّــلِعُ : اِطِّــلَاعًا 
يَــطَّــرِدُ : اِطِّــرَادًا



Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dikitab berikut ini:



  • Syarah Alfiyah Ibnu Aqil

  •   DOWNLOAD



  • Qowaidul I'lal fis Sharf




  • _______________

    Referensi:
    • Syarah Alfiyah Ibnu Aqil    
    • Qowaidul I'lal fis Sharf