Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Pengertian Lengkap Tentang Badal [البدل] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Lengkap Tentang Badal 'البدل' dalam Ilmu Nahwu


Bagian terakhir yang tergolong  dalam kelompok  tawabi’ ialah  badal, dimana sebelumnya telah dibahas tentang pengertian na’at, ‘athof dan taukid. Ketiga pelajaran  tawabi’ itu  sudah dibahas secara detail  mencakup definisi dan contohnya  masing-masing, untuk  sobat yang hendak  mengetahui lebih jauh tentang ulasan  ketiga tawabi’ tersebut, silahkan klik link berikut: na’at, ‘athof dan taukid.

Apa Itu Badal Dalam Bahasa Arab

Pengertian Badal

Secara bahasa makna  badal sendiri ialah  “pengganti”, jadi tugas dari dari badal itu ialah  menggantikan kata sebelumnya (mubdal minhu). Adapun definisi  badal dalam bahasa arab ialah  sebagai berikut  :

التّابع المقصود بالحكم بلا واسطة بينه وبين متبوعه

Tabi’ (lafazh yang mengikuti) yang dimaksud dengan hukum tanpa menggunakan  perantara antara ia dengan matbu’-nya


Untuk lebih jelasnya anda  langsung lihat contohnya sebagai berikut  :

اَكَلْتُ الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ = Aku sudah  memakan roti tersebut  sepertiganya

Jadi, yang dimakan ialah sepertiga roti saja. Yang menjadi contoh badalnya ialah  kata sepertiganya (ثُلُثَهُ ) sementara  mubdal minhunya (yang diikuti) adalah kata roti (الرَّغِيْفَ).

Badal dalam bahasa arab tersebut  sendiri terbagi ke dalam empat bagian, yakni  :
  • Badal Syai Minasyai atau badal kul min kul, yakni  badal yang sesuai  dan cocok  dengan mubdal minhunya dalam urusan  maknanya. Contoh :

    جَاءَ زَيْدٌ اَخُوْكَ
    = Zaid sudah datang, yakni  saudaramu.  

    Lafadz saudaramu ialah  badal (pengganti) dari lafadz Zaid (mubdal minhu)

  • Badal ba’dh min kul (بدل بعض من كل) atau badal beberapa  dari semuanya. Contoh :

    اَكَلْتُ الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ 
    Aku sudah  memakan roti tersebut  sepertiganya

    Lafadz sepertiganya  adalah badal sebagian saja, artinya badal tersebut hanya mewakili sebagainnya saja, maka dari itu dinamakan badal ba’dh min kul (بدل بعض من كل)

  • Badal Isytimal (بدل اشتمال), yakni  badal yang berisi  arti  bagian dari matbu’nya, namun  dalam urusan  maknawi (bukan mempunyai  sifat  materi), maksudnya yaitu badal yang hanya mewakili sifat, isi, bagian, dari mubdal minhu (yang dibadali), dalam hal ini badal isytimal hampir mirip dengan badal ba'dh min kul karena sama-sama hanya mewakili sebagian saja dari mubdal minhu, contoh badal isytimal  :

    نَفَعَنِى زَيْدٌ عِلْمُهُ = Zaid telah memberi manfaat kepadaku, yaitu  ilmunya.

    Lafadz ilmunya ialah  bagian dari zaid yang merupakan sifat  maknawi yang dimiliki zaid, berbeda dengan badal ba'dh min kul yang merupakan bagian dari dzatnya (wujudnya), conoth:

    شَرَبْتُ اللَبَنَ ثُلُثَهُ Aku telah meminum susu tersebut, yakni  sepertiganya

  • Badal ghalat (بدل غلط), yakni badal keliru atau salah, jadi badal ghalat ini hadir  atas dasar kesalahan  si pembicara/mutakallim dalam berkata, dia tidak memiliki  maksud apa-apa sebagaimana ketiga anggota badal di atas, ia murni karena hendak  meralat percakapan  yang keliru.

    رَأَيْتُ زَيْدًا الفَرْسَ = Aku telah menyaksikan  Zaid, eh kuda (ding).

    Dalam contoh di atas, sebetulnya si mutakallim (orang yang mengatakan) melihat  kuda, tapi ia malah keliru (dalam mengucapkannya) sampai-sampai  yang diucapkannya ialah  zaid, lantas  si mutakallim  meralat perkataannya tersebut dan diganti dengan kata kuda. Jadi, yang dimaksud si mutakallim sebenarnya adalah:
     رَأَيْتُ الفَرْسَ = Aku telah melihat  kuda.

Itulah pembahsan tentang  pengertian atau badal dalam bahasa arab, semoga dapat bermanfaat dan mudah dipahami. terimakasih. :)

Pengertian Taukid (التوكيد) dalam Ilmu Nahwu Berikut Contoh dan Pembagiannya

Pengertian Taukid (التوكيد) dalam Ilmu Nahwu Berikut Contoh dan Pembagiannya

Pengertian/Definisi Taukid ialah  Isim atau kata yang mengekor  kata yang dikuatkan (لِلْمُؤَكَّدِ) baik dalam  keadaan  rafa’nya, nashabnya, khafadhnya, dan ma’rifatnya. taukid adalah pengulangan yang dimaksudkan guna  menetapkan  keadaan  yang diulang tersebut  di hati pendengar supaya  yakin dengan apa yang sudah  diucapkan.

Taukid menyatakan  tentang pengukuhan dalam tingkah ucapan  seseorang. Supaya bisa  menjadikan kepercayaan untuk  orang yang mendengarnya.

Taukid secara bahasa berarti menguatkan. Dan menurut  keterangan dari  pengertian istilah taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.

Contoh : جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ : ( zaid benar-benar sudah datang sendiri)
Lafadz نَفْسُهُ berkedudukan sebagai taukid yang mengukuhkan arti  زَيْدٌ. sebab bila   tidak menggunakan  نَفْسُهُ, maka ada bisa jadi  yang datang tersebut  utusan Zaid.

Macam-macam taukid terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Taukid ma’nawi, dengan kata lain  : pengukuhan dari sisi  ma’nanya saja. Adapun lafadz lafadz yang dipakai  pada taukid lafdzi merupakan :

a) اَلنَّفْسُ misal  : جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ
b) َالْعَيْنُ misal  جَاءَ زَيْدٌ عَيْنُهُ
c) َكُلُّ misal  : جَاءَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ
d) َأَجْمَعُ misal  : جَاءَ الْقَوْمُ اَجْمَعُوْنَ
e) Lafadz yang mengekor  ajma’u : اَجْمَعُوْنَ اَكْتَعُوْنَ اَبْتَعُوْنَ اَبْصَعُوْنَ

2) Taukid Lafdzi, Taukid yang dilaksanakan  dengan duplikasi  lafadz laksana  isim, Fiil, huruff, ataupun jumlah/kalimat. contoh: .جاء علي علي Adapun taukid lafzi terbagi menjadi 6 unsur  :

¤ Isim dhohir laksana  : جَاءَ الأُسْتَاذُ الاُسْتَاذُ
¤ Isim Dhomir laksana  : قَرَأْتَ قَرَأْتَ أَنْتَ
¤ Fi’il laksana  : ذَهَبَ ذَهَبَ
¤ Huruf laksana  :اِنَّ تِلْمِيذاًاِنَّ تِلْمِيْذاً نَائِمٌ
¤ Jumlah laksana  : ظَهَرَالبَاطِلُ ظَهَر البَاطِلُ
¤ Isim mutarodhif laksana  : قِطٌّ هُرَيْرةٌ

Syarat Taukid:
1) Taukid mengekor  hukum I'rab laksana  Muakkad nya
2) Mengenai format  Isim Muakkad nya seringkali  berbentuk ma'rifat.

Beberapa ulama Nahwu Shorof dari Kufah mengizinkan  menggunakan Isim Nakirah sbg Muakkad nya, laksana  contoh: صُمْتُ شَهْرًا كُلَّهُ (Aku berpuasa sebulan penuh)

Dalam kalimat berposisi sebagai Maf'ul, artinya, sebulan adalah Isim Masdhar, dan berbentuk Nakiroh. Kullahu, berbentuk Idhofah Kullun dengan dhamir Hu, sampai-sampai  menjadi Kulluhu. Hukumnya menjadi Manshub sebab  mengikuti muakkad nya sampai-sampai  menjadi Kullahu.

Contoh-Contoh Kalimat Taukid:

حَضَرَ القَائِدُ نَفْسُهُ (Panglima tersebut  sendiri yang sudah  hadir)
حَضَرَتْ فَاطِمَةُ عَينُهَا (Fatimah sendiri yang hadir)
جَاءَ الرَّجُلَانِ أَنْفُسُهُمَا (Dua lelaki tersebut  sendiri yang datang).
جَاءَتِ المَرْأَتَانِ أَعْيُنُهُمَا (Dua perempuan tersebut  sendiri yang sudah  datang).
جَاءَ الرِّجَالُ أَعْيُنُهُمْ (Para lelaki tersebut  sendiri yang datang).
جَاءَتِ النِّسَاءُ أَنْفُسُهُنَّ (Para wanita tersebut  sendiri yang datang).
جَاءَ الرُّكُبُ كُلُّهُ (Unta-unta tunggangan tersebut  datang semuanya).
الأُمَّةُ العَرَبِيَّةُ جَمِيعُهَا قَلْبٌ وَاحِدٌ (Orang-orang arab semuanya berhati yang satu).
حَضَرَ القَومُ عَامَّتُهُمْ (Kaum tersebut  telah muncul  semuanya).
فِيهَا عَينَانِ تَجْرِيَانِ (Padanya terdapat  dua mata air yang mengalir) (Al Quran Surah Ar Rahman: 50)
كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ (Setiap insan  terikat dengan apa yang diupayakannya) (Al Quran Surah Ath Thur: 21)
تَظَاهَرَ العَامَّةُ مِنَ النَّاسِ (Kebanyakan insan  melakukan demonstrasi).
كِلا الرَّجُلَينِ حَاضِرَانِ (Kedua pria tersebut  hadir).




Sumber Rujukan :
  • Ilmu Nahwu – Terjemah Matan Al-Jurumiyyah dan Imrithy kaarya K.H. Moch. Anwar
  • Catatan Nahwu Pribadi
  • badaronline.com
  • Al-Qawaid al-Asasiyah lil lughah al-‘Arabiyah karya Ahmad al-Hasyimi
  • https://nahwusharaf.wordpress.com
  • www.vianeso.com
  • Terj. Alfiyah Syarah Ibnu ‘Aqil karya Bahaud Din Abdullah ibnu ‘Aqil

Pengertian Huruf Athof (حرف العطف) dalam ilmu Nahwu

Pengertian Huruf Athof  (حرف العطف) dalam ilmu Nahwu

Athaf (العطف) dalam Bahasa Indonesia biasa disebut pun dengan kata hubung (dan, atau, kemudian, dan sebagainya). Adapun dalam Bahasa Arab Athaf (العطف) terbagi menjadi dua bagian, terdapat yang dinamakan athaf nasaq dan athaf bayan. Hanya saja, yang paling tidak sedikit ditemui dalam tata bahasa arab ialah athaf nasaq, adapun Athaf Bayaan paling jarag sekali digunakan.

1. Pengertian Athaf Nasaq

Ataf Nasaq

Pengertian athaf nasaq :

التَّابِعُ المُتَوَسِّطُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَتْبُوْعِهِ اَحَدُ حُرُفِ العَطْفِ

"athaf yang diantara tabi’ (kata yang mengekor kata lainnya/Ma'thuf) dan matbu’nya (kata yang diikuti/Ma'thuf 'Alaih) terdapat di antara huruf-huruf athaf".

Contoh :

َاِشْتَرَيْتُ المَنْزِلَ وَ السَّيَّارَةَ "Saya melakukan pembelian rumah dan mobil"

Perhatikan kata المَنْزِلَ dan السَّيَّارَةَ, dua-duanya memiliki status i'rob yang sama yakni nashob, mengapa begitu? karena salah satu keduanya terdapat huruf yang membuat dua-duanya harus dibaca sama dan mesti memiliki status i'rob yang sama yakni huruf Athaf berupa huruf wawu "وَ".

Istilah dalam bab athof:
Ma'tuf
Ma'tuf 'Alaih
Huruf Athaf

اِشْتَرَيْتُ المَنْزِلَ وَ السَّيَّارَةَ
Dari misal  diatas dapat anda  ketahui bahwa (المَنْزِلَ) sebagai Ma’thuf alaih sebab  yang disambungi, sementara  (السَّيَّارَةَ) sebagai Ma’thuf sebab  yang menyambungkan.


2. Pengertian Athaf Bayan

Pengertian dari athaf bayan merupakan :

التَّابِعُ الجَامِدُ المُشَبِّهُ لِلصِّفَةِ فِى اِيْضَاحِ مَتْبُوْعِهِ وَ عَدَمِ اسْتِقْلَالِهِ


Artinya : kalimat isim jamid yang mengekor matbu’nya, yang serupa sifat dalam segi menyatakan matbu’nya tanpa terdapat perantara huruf athaf.

Contoh :

جَاءَ اَبُو بَكْرٍ


3. Huruf-huruf Athaf
Di bawah ini adalah kumpulan huruf athaf dalam bahasa Arab:

a. Wawu (وَ)
وَاوُ = مُطْلَقُ الجَمْعِ
Artinya huruf و ini mempunyai fungsi untuk menyelaraskan taabi' dan matbu'nya, maka disebut juga dengan mutlaqul jam'i. Atau bahasa gampangnya Kata yang mengikuti sama dengan kata yang diikuti dalam kedudukan dan i'rabnya.
Contoh:
ذَهَبَا مُحَمَّدٌ وَ زَيْدٌ إِلَى المَسْجِدِ     "Muhammad dan Zaid berangkat ke Masjid"
kata  مُحَمَّدٌ dan  زَيْدٌ mempunyai kedudukan i'rab yang sama, yaitu rofa' dengan dibaca dhommah di akhir kata.

b. Fa (فَ)
فَاء = تَرْتِيْب اِتِّصَالْ
Artinya huruf ف ini mempunyai fungsi untuk menunjukan pekerjaan yang langsung dilakukan saat itu juga (tanpa jeda). dan lagi-lagi karena ini adalah huruf athaf maka antara taabi' dan matbu'nya mempunyai kedudukan i'rob yang sama.
Contoh:
حَضَرَ الطَالِبُ فَــالمُدَرِّسُ  "Siswa telah datang lalau diikuti oleh guru (datang)"
Kata الطَالِبُ dan المُدَرِّسُ mempunyai kedudukan i'rob yang sama, yaitu rofa' dengan dibaca dhommah di akhir kata.

c. Tsumma (ثُمَّ)
ثُمَّ = تَرْتِيْب اِنْفِصَال
Artinya huruf ثُمَّ mempunyai fungsi untuk menunjukan pekerjaan yang berlangsung secara berurutan tapi jedanya lebih lama (beberapa saat/waktu kemudian).
Contoh;
جَاءَ عُمَرٌ ثُمَّ زَيْدٌ  "Umar datang kemudian Zaid juga datang"
Kata عُمَرٌ dan زَيْدٌ  adalah dua kata yang memiliki kedudukan yang sama yaitu rofa' dengan dibaca dhommah di akhir kata.
 
d. Au (اَوْ)
اَوْ = لِلتَّخْيِيْر
Artinya huruf اَوْ mempunyai fungsi untuk menunjukan pilihan lain selain yanng sudah disebut atau bisa juga menunjukan arti kebalikannya, dalam Bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan kata 'atau'.
Contoh:
  خُذِ الكِتَابَ أَوِ القِرْطَاسَ  "Ambilkan buku atau kertas"
Kata الكِتَابَ dan  القِرْطَاسَ mempunyai kedudukan yang sama dalam i'rob yaitu nashob dengan dibaca fathah di akhir kata.

e. Am (اَمْ)
اَمْ = لِلتَّخْيِيْر مُعَادَلَةْ
sama halnya dengan huruf sebelumnya اَمْ juga mempunyai arti untuk menunjukan pilihan.
Contoh:
 أَ زَيْدٌ حَضَرَ أمْ خَالِدٌ؟ "Apakah Zaid atau Kholid yang datang?"
kata زَيْدٌ dan خَالِدٌ mempunyai yang sama dalam i'rob, yaitu rofa' dengan dibaca dhomah.

f. Bal (بَلْ)
بَلْ = اِضْرَبْ اِنْتِقَال
Huruf  بَلْ mempunyai arti untuk melebihkan sesuatu, dalam Bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan 'bahkan'.
Contoh:
جَاءَ عُمَرٌ بَلْ زَيْدٌ  "Umar datang bahkan Zaid juga datang"


g. Laa Nafi (لاَ = نَفِى)
لاَ = نَفِى
menunjukan arti berlawanan antara taabi' dan matbuu' nya.
Contoh:
 جَاءَ عُمَرٌ لَا زَيْدٌ  "Umar yang datang bukan Zaid"

h. Lakin (لَكِنْ)
لَكِنْ = اِسْتِدْرَكْ
menunjukan arti yang berbeda dengan kata yang sebelumnya.
Contoh:
 جَاءَ عُمَرٌ لَا زَيْدٌ  "Umar yang datang bukan Zaid"

i. Hattaa (حَتَّى)
حَتَّى = غَايَةْ
menunjukan arti 'hingga'
Contoh:
أكَلْتُ السَمَكَ حَتَّى رَأسَهُ  'Saya memakan ikan hingga kepalanya'


Demikian definisi athaf yang disertai dengan contohnya, semoga brmanfaat, .

Pengertian Na"at dan Man"ut dalam Ilmu Nahwu (النَعْتُ وَ المَنْعُوْتُ)

Pengertian Na"at dan Man"ut dalam Ilmu Nahwu (النَعْتُ وَ المَنْعُوْتُ)



Dalam bahasa Indonesia kata sifat biasanya cukup diberi tambahan 'yang', contoh; 'Siswa yang pintar', berbeda dengan Bahasa Arab, kata sifat harus mengikuti aturan tertentu, tidak hanya diikuti oleh kata sifat saja tapi juga harus mengikuti aturan tata bahasa Arab yang benar (secara Nahwu dan Sharaf), berikut ini penjelasan kata sifat (Na'at) dalam bahasa Arab.

1. Pengertian Na'at dan Man'ut

Na'at (bisa juga disebut kata sifat) ialah sesuatu yang disebutkan setelah isim (kata benda) untuk
menjelaskan gambaran keadaan atau keadaan yang berhubungan dengan isim tersebut. Adapun Man'ut adalah isim yang disifati.
Contoh dalam bahasa Indonesia;

"Seorang siswa yang rajin telah datang"

Kata Seorang siswa adalah Man'ut atau yang disifati.
Sedangkan kata yang rajin adalah kata sifatnya atau Na'at.

Mari langsung kita liat contohnya dalam bahasa Arab:

جَاءَ التِلْمِيْدُ المُجْتَهِدُ   "Seorang siswa yang rajin telah datang"

Kata التِلْمِيْدُ adalah merupakan Man'ut (yang disifati), sedangkan  المُجْتَهِدُ adalah Na'at nya atau yang menyifati.


2. Hukum Na'at dan Man'ut
Dalam bahasa Arab semua tata bahasa ada aturannya, balegitu juga dengan pembahasan na’at dan man’ut yang kita bahas di atas. Keduanya adalah sama seperti kembaran atau sepasang kata  yang harus sama dalam empat hal, yaitu:
a. status i’rabnya. Misalnya:
 رأيت الأمِيْرَ العادلَ  'saya melihat seorang pemimpin yang adil itu'
Antara Na'at dan Man'ut sama-sama manshub (dibaca nashob dengan tanda nashob fathah).
 ذهبتُ إلَى المَسْجِدِ الكَبِيْرِ  'saya pergi ke masjid yang besar itu'
 Keduanya juga sama-sama majrur (dibaca her dengan tanda jer kasroh, karena ada huruf jer sebelumnya)

b. gendernya (mudzakkar-mu'annats atau laki-laki-perempuan). Misalnya :
حضر الطالب الناجح 'seorang siswa yang rajin itu telah hadir'
Kata الطالب adalah mudzakkar (isim yang menunjukan arti laki laki) begitu juga dengan Na'at nya keduanya sama-sama mudzakkar
 حضرت الطالبة الناجحة 'seorang siswi yang rajin itu telah hadir'
Antara Na'at dan Man'ut  di atas juga sama-sama mu'annats (isim yang menunjukan arti perempuan).

c. 'adadnya (jumlahnya) baik isim mufrad (satu), isim mutsanna (dua) dan jamak (plural/banyak). Contohnya :
جاء الطالب الناجح sama-sama mufrad (berarti satu)
جاء الطالبان الناجحان sama-sama bentuk dua (mutsanna) yaitu 'dua siswa yang rajin'
 جاء الطلاب الناجحون sama-sama berbentuk jamak. Yaitu 'para siswa yang rajin'.

d. makrifat dan nakirahnya (Umum dan Khusus), Misalnya :
جاء طالبٌ ناجحٌ 'seseorang siswa yang rajin telah tiba'
sama-sama nakirah (ditandai dengan dibaca tanwin) maka keduanya menunjukan arti yang masih umum.
 جاء الطالبُ الناجحُ 'siswa yang rajin itu sudah datang'
sama-sama makrifah (menunjukan arti khusus)

3. Bentuk Na'at
Selain itu na’at ditinjau dari bentuknya juga terbagi menjadi tiga, yaitu na'at mufrad (berbentuk satu)jumlah (berbentuk kalimat) dan syibh al-jumlah (berbentuk menyerupai kalimat)
Contoh dari na’at mufrad yaitu:
 الأسد حيوانٌ مفترسٌ (singa adalah hewan yang buas).
Kata مفترسٌ adalah Na'at mufrad karena hanya terdiri dari satu kata saja.

Adapun syarat na’at jumlah dan syibhul-jumlah adalah man’utnya (yang disifatinya) harus berupa nakirah (isim yang menunjukan arti umum).
Contohnya:
الأسد حيوانٌ يفترس 
'singa adalah hewan yang bersifat buas'
Kata يفترس adalah Na'at yang berupa fi'il mudhore (fi'il yang menunjukan arti sedang atau akan), yang otomatis dia adalah sebuah kalimat karena fi'il didalamnya sudah ada kata kerja (predikat) dan juga subjek.

 القاهرة مدينة شوارعها واسعة
'Qoiro adalah sebuah kota yang jalanannya luas'
Contoh kedua di atas sudah cukup jelas ya, karena yang digaris bawahi di atas adalah Na'at jumlah (Na'at yang berupa kalimat).

Adapun contoh dari na’at syibhul-jumlah adalah: 
 أبصرتُ طفلاً عند بكائه
'saya melihat seorang balita ketika ia sedang menangis'
Kata عند بكائه adalah merupakan Syibhul-jumlah atau yang menyerupai kalimat, karena ia sebenarnya adalah rangkaian kata penjelas yang tidak memiliki susunan predikat dan subjek yang tidak utuh.

Apakah anda tahu perbedaan kedua kalimat di bawah ini?
1- (nakirah) جاء أستاذٌ يفرح
2- (makrifah) جاء الأستاذُ يفرح
Perbedaannya adalah: 
Kalimat yang pertama memiliki arti “guru yang bergembira telah datang” dan kalimat kedua berarti “guru itu datang dengan gembira”. Sudah jelas bukan perbedaan diantara keduanya?
Kalimat yang pertama, pada kalimat يفرح (yafrah) menjadi na’at atau sifat seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya, karena diawali dengan kata-kata yang nakirah (bermakna umum) yaitu أستاذٌ
Sedangkan yafrah pada kalimat terakhir menjadi khal (حال) atau menerangkan tentang keadaan guru tersebut ketika datang. karena diawali dengan kata-kata yang makrifah (bermakna khusus) yaitu الأستاذُ (tanda makrifatnya adalah terdapat Alif dan lam di awal kata).
Kalau masih bingung, silahkan dirasa-rasa saja perbedaannya dari terjemahannya.

Itulah tadi sedikit pembahasan tentang na’at dan man’ut. Terima kasih telah membaca, semoga dapat bermanfaat. Jika ada pertanyaan atau tambahan silahkan bisa di kolom komentar.



Kaana Wa Akhwatuha [كان و أخواتها] - Amil yang masuk pada Mubtada dan Khobar

Kaana Wa Akhwatuha [كان و أخواتها] - Amil yang masuk pada Mubtada dan Khobar



Dalam pembahasan mubtada dan khobar kita telah mengetahui bahwa keduanya harus dibaca rofa'. tapi hukum mubtada dan khobar akan rusak dikarenakan ada amil yang masuk kepada keduanya, amil ini biasa disebut dengan amil nawasikh (amil yang menghapus/merusak tatanan hukum mubtada & khobar), amil nawasikh di antaranya adalah Kaana Wa Akhwatuha "كان و أخواتها", Inna Wa Akhwatuha "إنّ وأخواتها", Dhzonna Wa Akhwatuha "ظنّ وأخواتها"  pada postingan kali ini kita akan belajar Kaana Wa Akhwatuha "كان و أخواتها" terlebih dahulu, berikut ini penjelasannya;

1. Pengertian Kaana Wa Akhwatuha "كان و أخواتها".
seperti yang sudah saya jelaskan di atas, kaana wa akhwatuha adalah salah satu kumpulan fi'il yang termasuk amil nawasikh, atau amil yang merusak tatanan hukum mubtada dan khobar. Berikut ini adalah Kaana dan saudara-saudaranya:
  • كَانَ 
  • بَاتَ
  • ظَلَّ
  • أَضْحَى
  • أَصْبَحَ
  • أَمْسَى
  • صَارَ
  • لَيْسَ
  • ما زَالَ
  • مَا بَرِحَ
  • ما فًتِئَ
  • مَا انْفَكَ
  • مَا دَامَ
2. Fungsi kaana wa akhwatuha (كان و أخواتها)

Fungsi kaana adalah تَرْفَعُ الاِسْمَ وَتَنْصِبُ الْــخَبَر "merofa'kan isim (kaana) dan menasabkan khobar (kaana)". Perhatikan contoh berikut:

Sebelum kemasukan كَانَ
مُحَمَّدٌ كَرِيْمٌ
contoh di atas adalah susunan mubtada dan khobar, mubtada: مُحَمَّدٌ, khobar: كَرِيْمٌ

Setelah kemasukan كَانَ
كَانَ مُحَمَّدٌ كَرِيْمًا
Setelah kemasukan كَانَ, maka ada perubahan istilah. Mubtada "مُحَمَّدٌ" berubah menjadi isim kaana, dan khobar menjadi khobar kaana. kita kembali pada tugas kaana wa akhwatuha bahwa kaana dan saudaranya bertugas untuk merofa'kan isim (kaana) yaitu "مُحَمَّدٌ" tanda rofa'nya adalah dhommah, dan menashobkan khobar kaana yaitu "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.

Contoh lain:

Sebelum kemasukan كَانَ

اللَّهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
contoh di atas adalah susunan mubtada dan khobar, mubtada: اللَّهُ, khobar: غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Setelah kemasukan كَانَ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُوْراً رَحِيْماً
Setelah kemasukan كَانَ, maka ada perubahan istilah. Mubtada berubah menjadi isim kaana, dan khobar menjadi khobar kaana. jika kita i'rob maka menjadi:

كَانَ فِعْلُ مَاضٍ مَبْنِيٌّ عَلَى الفَتْحَةِ وَهُوَ فِعْلُ نَاقِصٍ يَرْفَعُ الإسْمَ وَيَنْصِبُ الخَبَرَ, اللَّهُ لَفْظُ الجَلَالَةِ اِسْمُ كَانَ، مَرْفُوْعٌ بِهَا وَعَلَامَةُ رَفْعِهِ ضَمَّةٌ ظَاهِرَةٌ فِيْ أخِرِهِ لِأنَهُ اسْمُ المُفْرَدِ، غَفُوْراً خَبَرُ كَانَ مَنْصُوْبٌ بِهَا وَعَلَامَةُ نَصْبِهِ فَتْحَةٌ ظَاهِرَةٌ فِيْ أخِرِهِ لِأنَهُ اسْمُ المُفْرَدِ، و رَحِيْماً خَبَرُ الثَانِي مَنْصُوْبٌ وَعَلَامَةُ نَصْبِهِ فَتْحَةٌ ظَاهِرَةٌ فِي أخِرِهِ لِأنَّهُ اسْمُ المُفْرَدِ

Artinya:
"كَانَ" fi'il madhi mabni fathah, dan ia termasuk fi'il naqis yang merafa'kan isim kaana dan menasobkan khobarnya, "اللَّهُ" lafadz Jalaalah, menjadi isim kaana, dibaca rofa' karena adanya kaana, tanda rofa'nya adalah dhommah yang nampak di akhirnya karena ia termasuk isim mufrod. "غَفُوْراً" khobar kaana, dibaca nashob karena adanya kaana dan tanda nashobnya adalah fathah yang nampak di akhirnya karena ia termasuk isim mufrod, "رَحِيْماً" khobar kaana yang kedua, dibaca nashob karena adanya kaana, tanda nashobnya fathah yang nampak di akhirnya karena ia termasuk isim mufrod.


3. Akhwatu Kaana dan Contohnya

Berikut ini adalah saudara-saudaranya kaana, yaitu fi'il yang merofa'kan isimnya dan menashobkan khobarnya:
  • بَاتَ :  (mengerjakan sesuatu) di malam hari
    atau bermakna menjelaskan bahwa hal yang diberitakan itu terjadi pada malam hari. Contoh:
    بَاتَ زَيْدٌ نَوْمًا  "Zaid tidur di malam hari"
    • ظَلَّ زَيْدٌ صَوْمًا   "Zaid berpuasa pada siang hari"
  • أَضْحَى : (mengerjakan sesuatu) di waktu dhuha 'siang sebelum dhuhur'
    atau bermakna menjelaskan bahwa hal yang diberitakan itu terjadi pada waktu dhuhur.
     Contoh:
    أضْحَى زَيْدٌ ذَاهِبًا   "Zaid pergi di waktu dhuha"
  • أَصْبَحَ : (mengerjakan sesuatu) di waktu pagi
    atau bermakna menjelaskan bahwa hal yang diberitakan itu terjadi pada pagi hari.
    Contoh:
    أصْبَحَ زَيْدٌ آكِلًا   "Zaid makan di pagi hari"
  • أَمْسَى :  (mengerjakan sesuatu) di waktu sore
    atau bermakna menjelaskan bahwa hal yang diberitakan itu terjadi pada sore hari.
    Contoh:
    أَمْسَى زَيْدٌ آكِلًا   "Zaid makan di sore hari"
  • صَارَ : berbubah
    atau jg bermakna perpindahan dari suatu keadaan ke keadaan lain.
    Contoh:
    صَارَ زَيْدٌ عَالِمًا   "Zaid berubah menjadi orang yang alim"
  • لَيْسَ : bukan atau tidak
    Contoh:
    لَيْسَ زَيْدٌ مُدَرِّسًا   "Zaid bukan seorang guru"
  • ما زَالَ : senantiasa atau masih
    Contoh:
    مَازَال زَيْدٌ قَائِمًا   "Zaid masih berdiri"
  • مَا بَرِحَ : senantiasa atau masih
    Contoh:
    مَابَرِحَ زَيْدٌ قَائِمًا   "Zaid masih berdiri"
  • ما فًتِئَ : senantiasa atau masih
    Contoh:
    مَافًتِئَ زَيْدٌ قَائِمًا   "Zaid masih berdiri"
  • مَا انْفَكَ : senantiasa atau masih
    Contoh:
    مَاانْفَكَ زَيْدٌ قَائِمًا   "Zaid masih berdiri"
  • مَا دَامَ : senantiasa atau masih
    Contoh:
    مَادَامَ زَيْدٌ قَائِمًا   "Zaid masih berdiri"











Pengertian Fa'il "الفاعل" dan Pembagiannya





sebelum kita membahas lebih rinci tentang fa'il, maka ada baiknya kita melihat gambar pembagian di atas.

Fa'il atau biasa kita kenal di Bahasa Indonesia sebagai subjek atau pelaku, mempunyai pembahasan khusus dan sangat detail di Bahasa Arab, baik dari segi cara membacanya, cara pembentukannya, dan ada pula pembagiannya. Di Bahasa Indonesia mungkin teman-teman hanya akan menemukan pembahasan subjek sebatas siapa yang "melakukan sesuatu", tapi di Bahasa Arab teman-teman akan menemukan serangkaian penjelasan yang khusus mengenai fa'il atau subjek/pelaku,


Pengertian Fa'il 'الفاعل'

Fa'il menurut bahasa artinya adalah "pelaku", sedangkan menurut ahli nahwu fa'il adalah:

الفَاعِلُ هُوَ الإسْمُ المَرْفُوْعُ المَذْكُوْرُ قَبْلَهُ فِعْلُهُ

"Fa'il ialah isim yang dibaca rofa' yang mana fi'ilnya disebut terlebih dahulu sebelum fa'il"
Contoh:
جَاءَ مُحَمَّدٌ  Muhammad telah datang
جَاءَ adalah fi'il madhi, مُحَمَّدٌ adalah fa'il (pelaku) yang mana disebut setelah fi'il madhi, dan fa'il dibaca rofa', tanda rofa'nya dhommah karena termasuk isim mufrod (isim yang menunjukan arti satu)

جَاءَ الطَالِبَانِ   Dua siswa itu telah datang
Lafadz الطَالِبَانِ adalah fa'il (pelaku), dibaca rofa', tanda rofa'nya adalah ditambah dengan alif karena termasuk isim tasniyah (isim yang menunjukan arti dua).

جَاءَ الطُلَّابُ   Para siswa telah datang
Lafadz الطُلَّابُ adalah fa'il, dibaca rofa', tanda rofa'nya dhommah karena termasuk jamak taksir (isim yang menunjukan arti banyak dan tak beraturan).

جَاءَ المُسْلِمُوْنَ   Orang-orang islam telah datang
Lafadz المُسْلِمُوْنَ adalah fa'il, dibaca rofa', tanda rofa'nya ditambah huruf wawu karena termasuk jamak mudzakkar salim (isim yang menunjukan arti banyak yang dikhususkan untuk lelaki dengan menambahkan huruf wawu dan nun, atau menambahkan huruf ya dan nun di akhir kata).

جَاءَ المُسْلِمَاتُ   Para muslimah itu telah datang 
Lafadz المُسْلِمَاتُ adalah fa'il, dibaca rofa', tanda rofa'nya dhommah karena termasuk jamak muannats salim (isim yang menunjukan arti banyak yang dikhususkan untuk perempuan dengan menambahkan huruf alif dan ta di akhir kata).

Nah, dari kelima contoh fa'il di atas semuanya dibaca rofa', karena memang fa'il (subjek/pelaku) dalam Bahasa Arab selamanya HARUS dibaca ROFA', dan ini menjadi kaidah yang paten dan resmi tertulis dalam ilmu nahwu, kata nadzim:

الفَاعِلُ إِسْمٌ مُطْلَقاً قَدِ ارْتَفَعَ    #     بِفِعْلِهِ وَالفِعْلُ قَبْلَهُ وَقَعَ

Fa'il adalah isim yang mutlak dirofa'kan oleh fi'ilnya, dan fi'il (kata kerja) terletak sebelum fa'il.

dari pengertian di atas, sudah sangat jelas bahwa fa'il ini termasuk isim atau kata benda, dan dibaca rofa' oleh karena fi'ilnya (maksudnya adalah fa'il dibaca rofa karena ia menjadi fa'il, dan fa'il tidak akan menjadi fa'il jika tidak ada fi'il, oleh karena itu, fa'il dibaca rofa' oleh karena fi'il).


Pembagian Fa'il 

Fa'il sendiri dibagi menjadi dua, yaitu dhohir (الظَاهِرُ) dan mudhmar (المُضْمَرُ), berikut penjelasannya:

1. Dhohir (الظَاهِرُ)

Pembagian fa'il yang pertama adalah dhohir, dhohir sendiri menurut bahasa artinya adalah nampak atau jelas, sedangkan menurut istilah fa'il dhohir adalah seperti yang disebutkan dalam kitab al-jurumiyah:
مَادَلَّ عَلَى مُسَمَّاهُ بِلَا قَيِّدٍ كَزَيْدٍ  وَ رَجُلٍ

fa'il dhohir adalah lafadz yang menunjukan pada yang disebutkan tanpa ikatan, seperti lafadz زَيْدٌ (zaid:nama orang) dan رَجُلٌ (seorang laki-laki).

Berikut ini adalah contoh-contoh fa'il dhohir:
قَامَ زَيْدٌ                              Zaid berdiri
ذَهَبَ مُحَمَّدٌ                        Muhammad telah pergi
كَتَبَ مَحْمُوْدٌ الرِسَالَةَ          Mahmuud menulis surat
قَرَأَ أَحْمَدُ الكِتَابَ                Ahmad membaca buku
جَاءَ الطَالِبُ                       Siswa itu telah datang
جَاء الطُلَّابُ                       Para siswa telah datang
قَالَ زَيْدٌ                             Zaid berkata
ذَهَبَ الطَالِبَانِ                   Kedua siswa itu telah pergi

Contoh-contoh di atas sudah sangat jelas tentunya bahwa fa'il dhohir adalah fa'il yang langsung disebutkan di dalam kalimat, dan langsung tertuju pada fa'il tersebut, tanpa ada perantara dan tanpa ikatan apapun. 

2. Mudhmar (المُضْمَرُ)

Pembagian fa'il yang kedua adalah mudhmar, mudhmar sendiri menurut bahasa artinya adalah 'yang tersembunyi', sedangkan menurut istilah fa'il mudhmar adalah seperti yang disebutkan dalam kitab al-jurumiyah:
مَا دَلَّ عَلَى مُتَكَلِّمٍ أَوْ مُخَاطَبٍ أَوْ غَائِبٍ

Fa'il mudhmar adalah lafadz yang menunjukan kepada kata ganti orang yang berbicara (dhomir Mutakallim), kata ganti orang yang diajak bicara (dhomir mukhotob), atau kata ganti orang yang tidak ada (dhomir ghoib, contoh: dia & mereka).

a. Dhomir mutakallim (الضمير المتكلم) dibagi menjadi dua, yaitu dhomir mutakallim wahdah "ضمير متكلم وحده"  dan mutakallim ma'al ghoir 'متكلم مع الغير'.
  • Mutakallim Wahdah "ضمير متكلم وحده"
    yaitu kata ganti orang yang berbicara 'mutakallim' menunjukan arti satu atau sendiri contohnya أنَا (saya), tapi ketika ia menjadi fa'il pada fi'il madhi maka diganti dengan ta' ta'nits yang berharokat dhommah تُ yang di letakan di akhir kata, lalu huruf sebelum ta' harus disukun, contoh:
    فَتَحَ 'dia telah membuka' ---> menjadi فَتَحْتُ 'saya telah membuka'. 
    berikut ini contoh mutakallim wahdah ketika menjadi fa'il dalam sebuah kalimat lengkap:  فَتَحْــتُ الكِتَابَ   Saya membuka bukujadi fa'il dari contoh di atas adalah huruf تُ yang berarti dhomir mutakallim wahdah artinya "Saya"
    sedangkan ketika menjadi fa'il pada fi'il mudhore' maka tambahkan huruf hamzah أ di awal kata, contoh:
    أَفْتَحُ الكِتَابَ  Saya sedang memuka buku
  • Mutakallim Ma'al Ghoir "متكلم مع الغير"
    yaitu kata ganti orang yang berbicara 'mutakallim' menunjukan arti sendiri berserta lainnya (maksudnya menunjukan arti orang banyak), contoh: نَحْنُ (kami / kita), tapi ketika ia menjadi fa'il pada fi'il madhi maka diganti dengan nun dan alif yang diletakan di akhir kata lalu huruf sebelum nun alif berharokat sukun, contoh:
    فَتَحَ 'dia telah membuka' ---> menjadi فَتَحْنَا 'Kami telah membuka'. berikut ini contoh mutakallim ma'al ghoir ketika menjadi fa'il dalam sebuah kalimat lengkap:   فَتَحْــنَا الكِتَابَ  Kami membuka bukujadi fa'il dari contoh di atas adalah huruf نَا yang berarti dhomir mutakallim ma'al ghoir artinya 'kami'
    sedangkan ketika menjadi fa'il pada fi'il mudhore' maka tambahkan huruf nun ن di awal kata, contoh:
    نَــفْتَحُ الكِتَابَ   Kami sedang memuka buku  

b. Dhomir Mukhotob (الضمير المخاطب)yaitu kata ganti orang yang diajak bicara atau lawan bicara, berikut ini dhomir mukhotob:
  • أنْتَ 'Kamu (laki-laki)' ---> ditunjukan untuk seorang mukhotob laki-laki. ketika menjadi fa'il dalam fi'il madhi maka menjadi تَ yang berharokat FATHAH, contoh:
    ذَهَبْــتَ  Kamu (laki-laki) sudah pergi
    sedangkan ketika menjadi fa'il pada fi'il mudhore', maka tambahkan huruf ta تَ di awal kata, contoh:
    تَــذْهَبُ   Kamu (laki-laki) sedang pergi
  • أنْتِ 'Kamu (perempuan)' ---> ditunjukan untuk seorang mukhotob perempuan. ketika menjadi fa'il dalam fi'il madhi maka menjadi تِ yang berharokat KASROH, contoh:
    ذَهَبْــتِ  Kamu (perempuan) sudah pergi
    Sedangkan ketika menjadi fa'il pada fi'il mudhore', maka tambahkan ta تَ di awal kata, dan tambahkan juga ya dan nun يْنَ di akhir kata, dan huruf sebelum يْنَ harus berharokat kasroh, contoh:
    تَــذْهَبِــيْنَ  Kamu (perempuan) sedang pergi
  • أنْتُمَا 'Kamu berdua' ---> ditunjukan kepada dua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Ketika menjadi fa'il dalam fi'il madhi maka menjadi تُمَا, contoh:
    ذَهَبْــتُمَا   Kamu berdua sudah pergi
    Sedangkan ketika menjadi fa'il di fi'il mudhore, maka tambahkan ta تَ di awal kata, dan tambahkan juga alif dan nun ان  di akhir kata, contoh:
    تَــذْهَبَــانِ   Kamu berdua sedang pergi
  • أنْتُمْ 'kalian (laki-laki)' ---> ditunjukan untuk orang banyak mukhotob laki-laki, ketika menjadi fa'il dalam fi'il madhi maka menjadi تُمْ, contoh:
    ذَهَبْــتُمْ  Kalian (laki-laki) sudah pergi
    Sedangkan ketika menjadi fa'il di fi'il mudhore', maka tambahkan ta تَ di awal, dan tambahkan juga wawu dan nun وْنَ di akhir kata, dan beri harokat dhommah sebelum wawu contoh:
    تَــذْهَبُــوْنَ   Kalian (laki-laki) sedang pergi
  • أنْتُنَّ  'kalian (perempuan)' ---> ditunjukan untuk orang banyak mukhotob perempuan, ketika menjadi fa'il dalam fi'il madhi maka menjadi تُنَّ, contoh:
    ذَهَبْــتُنَّ   Kalian (perempuan) sudah pergi
    Sedangkan ketika menjadi fa'il di fi'il mudhore', maka tambahkan ta di awal kata, lalu tambahkan nun di akhir kata, contoh:
    تَــذْهَبْــنَ   
    Kalian (perempuan) sedang pergi

c. Dhomir Ghoib (الضمير الغيب)
yaitu kata ganti orang yang tidak ada atau ghoib, yaitu dia dan mereka. Berikut ini dhomir ghoib:

  • هُوَ 'Dia (laki-laki)' ---> ditunjukan untuk kata ganti orang yang tidak ada 'dia (laki-laki)'. Nah, dalam Bahasa Arab ada namanya fi'il madhi dan fi'il mudhore', pada awal bentuk kedua fi'il tersebut sebenarnya sudah mempunyai fa'il yang tersembunyi, yaitu هو 'dia'. contoh:
    ذَهَبَ  DIA (laki-laki) telah pergi
    يَذْهَبُ  DIA (laki-laki) sedang pergi
  • هِيَ 'Dia (perempuan)' ---> ditunjukan untuk kata ganti orang yang tidak ada 'dia (perempuan)'. Nah, dalam Bahasa Arab ada namanya fi'il madhi dan fi'il mudhore', ketika fi'il madhi maka tambahkan ta ta'nits تْ di akhir kata, dan ketika menjadi fa'il di fi'il mudhore maka tambahkan ta berharokat fathah تَ di awal kata . contoh:
    ذَهَبَتْ  DIA (perempuan) telah pergi
    تَذْهَبُ  DIA (perempuan) sedang pergi
  • هُمَا 'Mereka berdua' ---> ditunjukan kepada dua orang yang tidak ada atau ghoib, baik laki-laki maupun perempuan, ketika menjadi fa'il pada fi'il madhi maka menggunakan alif di akhir fi'il, contoh:
    ذَهَبَــا  Mereka berdua telah pergisedangkan ketika menjadi fa'il pada fi'il mudhore' maka menggunakan huruf ya di awal kata dan tambahkan huruf alif dan nun di akhir kata, contoh:
    يَـذْهَبَــانِ  Mereka berdua sedang pergi
  • هُمْ 'Mereka (laki-laki)' ---> ditunjukan kepada orang banyak yang tidak ada atau ghoib untuk laki-laki. ketika menjadi fa'il di fi'il madhi maka tambahkan huruf وا di akhir kata dan ubah harokat akhir menjadi dhommah, contoh:
    ذَهَبُــوْا  Mereka (laki-laki) telah pergi
    sedangkan ketika menjadi fa'il di fi'il mudhore' maka menggunakan huruf ya di awal kata dan tambahkan huruf ون pada akhir kata, contoh:
    يَــذْهَبُــوْنَ   Mereka (laki-laki) sedang pergi
  • هُنَّ 'Mereka (perempuan)' ---> ditunjukan kepada orang banyak yang tidak ada atau ghoib untuk perempuan. ketika menjadi fa'il di fi'il madhi maka beri harakat sukun pada huruf akhir dan tambahkan huruf nun di akhir kata, contoh:
    ذَهَبْــنَ  Mereka (perempuan) telah pergisedangkan ketika menjadi fa'il di fi'il mudhore' maka tinggal di beri huruf ya di awal, harokat sukun pada fa' fi'il, dan beri harakat sukun pada huruf akhir dan tambahkan huruf nun di akhir kata, contoh:
    يَــذْهَبْــنَ  Mereka (perempuan) sedang pergi
Itulah pembahasan tentang fa'il (pelaku) dalam ilmu nahwu, semoga pembahasan di atas bisa membantu teman-teman dalam memahami arti fa'il dan bagaimana pengaplikasinya dalam sebuah kalimat, selamat belajar! :D