Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About

Pengertian AF"ALUL MADKHI WA DZAMMI [أفعال المدح و الذم] dalam Bahasa Arab

Pengertian AF"ALUL MADKHI WA DZAMMI [أفعال المدح  و الذم] dalam Bahasa Arab

Al-asalib an-nahwiyah (الاساليب النحوية) adalah sebuah istilah yang dalam ilmu nahwu biasa disebut asaalib atau gaya bahasa, al-asaalib [الأساليب] sendiri sebenarnya adalah kata jamak yang berasal dari kata uslub [اسلوب] yang artinya adalah gaya bahasa, ada banyak sekali uslub dalam bahasa Arab, diantaranya adalah:
اسلوب الاستفهام [uslub kata tanya]
اسلوب الشرط   [uslub kata syarat 'jika ....., maka...]
اسلوب التحذير  [uslub kata peringatan]
اسلوب الاغراء  [uslub kata sanjungan]
اسلوب التنجو    [uslub kata harapan]
اسلوب المدح والذم [uslub kata pujian dan celaan]

Para ahli nahwu sepakat bahwa uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dibagi menjadi tiga, yakni:
  •  Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata نِعْمَ sebagai kata pujian dan memakai kata  بِئْسَ  sebagai kata celaan.
  • Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata حَبَّذَا  sebagai kata pujian dan memakai kata لَا حَبَّذَا  sebagai kata celaan.
  • Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai wazan fi'il tsulasi.

A. Uslub 
al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata نِعْمَ  dan  بِئْسَ

1. 
نِعْمَ  dan بِئْسَ
Terdapat ikhtilaf atau perbedaan pendapat di kalangan ahli nahwu mengenai 
نِعْمَ  dan بِئْسَ , apakah kedua kata tersebut masuk dalam kategori fi'il ataukah isim, menurut ulama Bashrah kedua kata tersebut merupakan fi'il atau kata kerja alasannya adalah karena kedua kata tersebut dapat kemasukan ta ta’nis di akhir kata dan merofa'kan fa'ilnya, contoh:
 نعمت المرأة فاطمة 
Adapun menurut ulama kuffah kedua kata tersebut merupakan isim alasanya karena keduanya dapat kemasukan alif lam seperti dalam contoh النعم و البئس , 

Sedangkan sebagian besar ulama nahwu banyak yang sependapat dengan penjelasan ulama Bashrah karena alasan mereka lebih kuat dan dapat dijadikan rujukan oleh sebagian besar ulama lainnya.

2. kata pujian dan kata celaan menggunakan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ

a. Pengetahuan Dasar نِعْمَ  dan بِئْسَ
Ada baiknya Sebelum temen-temen tahu lebih banyak tentang uslub ini, mari kita sama sama membaca pengetahuan dasar tentang uslub yang berisikan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ . Berikut ini adalah penjelasan singkatnya:
  • نِعْمَ  dan بِئْسَ adalah fi'il jaamid [fi'il yang tidak ditashrif] yang bermakna pujian dan celaan.
  • Isim yang jatuh setelah نِعْمَ  dan بِئْسَ adalah fa'il [Subjek] dari kedua fi'il [kata kerja] tersebut.
  • Isim yang jatuh setelah fa'ilnya [subjeknya] نِعْمَ  dan بِئْسَ disebut juga dengan mahsus yang mana adalah objek dari pujian maupun celaan.
  • Kalimat yang terdiri dari نِعْمَ  dan بِئْسَ dan fa'ilnya [subjeknya] adalah khobar yang didahulukan, keduanya ber'irab rofa' secara mahal (kedudukannya)
  • yang dimaksud Mahsus adalah mubtada yang diakhirkan.

Adapun bila kita membuat skema uslub pujian dan celaan memakai kata 
نِعْمَ  dan بِئْسَ maka berikut ini adalah gambarannya:
نِعْمَ الرَجُلُ مُحَمَّدٌ

بِئْسَتِ المَرْأةُ هِنْد

berikut adalah tabelnya:

Mahsus
Fail
نِعْمَ  dan بِئْسَ
محمد
الرجل
نعم
هند
المراة
بئست
Mubtada yang diakhirkan
Jumlah khabar yang didahulukan

b. Fa'il [subjek] نِعْمَ  dan بِئْسَ
untuk membuat fa'il [subjek] 
نِعْمَ  dan بِئْسَ bisa menggunakan 4 (empat) metode, yakni:
  • Fa'il dibuat dari isim yang tambahkan ال ma'rifah, seperti pada contoh di atas نعم الرجل محمد
  • Fa'il dibuat dari isim nakiroh yang diidhofahkan kepada isim yang dima’rifahkan menggunakan ال seperti contoh berikut : نعم مكان الجزاء الجنة
  • Fa'il dibuat dari dhomir mustatir yang dijelaskan oleh tamyiz seperti pada contoh berikut نعم خلقا الصدق
  • Fa'il dibuat dari isim maushul al-musytarok (من dan ما) seperti pada contoh
     نعم ما يقول العالم,بئس من يقول الكاذب

c. Mahsus [Objek] kata 
نِعْمَ  dan بِئْسَ
Seperti yang telah dijelaskan mahsus adalah Isim yang menjadi objek pujian atau juga celaan. Mahsus memiliki beberapa kondisi pada kalimat, rinciannya adalah sebagai berikut:
  • Mahsus [Objek] dapat atau boleh terletak sebelum fi'il نِعْمَ  dan بِئْسَ, contoh : الصادق نعم الرجل ,  kata الصادق  adalah mahsus atau isim yang menjadi objek pujian, pada kalimat tersebut mahsus menempati kedudukan sebagai mubtada'. Jumhurul 'Ulama nahwu menyebut mahsus semacam ini dengan musy’ir (مشعر) seperti halnya penjelasan ibnu malik dalam karangannya kitab alfiyah ibnu malik,

    وان يقدم مشعر به كفى # كالعلم نعم المقتنى والمكتفى

  • Mahsus [objek] dapat atau boleh didahuli oleh amil nawasikh, baik amil tersebut jatuh persis setelah fi'il  نِعْمَ  dan بِئْسَ seperti dalam contoh
     نعم الرجل كان محمد, maka pada keadaan ini mahsus memiliki kedudukan sebagai isimnya كان , adapun fi'il  نِعْمَ  dan بِئْسَ beserta fa'ilnya memiliki kedudukan sebagai khobarnya كان yang didahulukan
  • Mahsus Boleh dihilangkan bila terdapat qarinah [hubungan] yang jika mahsus dibuang kalimat dapat dipahami dengan baik, contoh seperti percakapan dua orang sahabat yang menceritakan kecerdasan sahabatnya Ahmad نعم الرجل, انه عالم bila kita perjelas percakapan mereka maka menjadi
     نعم الرجل احمد, انه عالم . kata Ahmad [mahsus] dalam percakapan tersebut dihilangkan karena keduanya sudah paham dengan Ahmad yang dimaksud.



B. Uslub madh wa dzam dengan menggunakan kata حَبَّذَا dan لَا 
حَبَّذَا 

1. 
حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا 
حَبَّذَا  sebenarnya adalah rangakaian yang terdari dua kata, yaitu fi'il َّحَب yang artinya adalah suka atau cinta dan kata ذَا isim isyarah berupa mufrad mudzakar, adapun kata لَا حَبَّذَا  dengan ditambah kata لا nafyi adalah kebalikan dari kata حَبَّذَا  karena terdapat kata lam nafyi yang artinya adalah negatif maka menjadi 'tidak suka'.


2. Pengetahuan dasar tentang حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا 
Seperti pada pembahasan uslub madh wa dzam dengan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ, pada  حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا  juga mempunyai pengetahuan dasar yang perlu kita ketahui, yakni:
  • حَب adalah fi'il madhi jamid [kata kerja lampau yang tidak di derivasi].
  • ذَا  adalah merupakan fa'il dari حَب .
  • Isim nakiroh yang terletak setelah ذَا  maka ia berkedudukan sebagai tamyiz yang menjelaskan kata ذَا  .
  • Adapun Isim marifah yang jatuh setelah tamyiz berkedudukan sebagai mubtada yang diakhirkan.
  • Khabar dalam uslub ini yaitu susunan kalimat yang terdiri dari fi'il حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا , fa'il, beserta tamyiznya.
bila kita membuat sebuah skema untuk uslub pujian dan celaan yang memakai kata حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا  maka berikut ini adalah gambarannya:
حبّذا المنوى الجنة

لا حبّذا المنوى النار

berikut ini adalah tabelnya:

Mahsus
Tamyiz
Fail
Fiil
الجنة
المئوى
ذا
حب
النار
المئوى
ذا
لاحب
Mubtada yang di akhirkan
Jumlah khobar yang didahulukan

3. Mahsus [Objek] 
Para ulama nahwu berbeda pendapat tentang penempatan mahsus untuk حبذا dan لا حبذا, Imam Abdul Rahman Al-makudi dalam syarahnya terhadap kitab alfiyah ibnu malik mengatakan bahwa mahsus pada حبذا dan لا حبذاharus berada setelah fiil dan fail, sedangkan A. Sohib Khairani seorang ahli nahwu asal Indonesia dalam bukunya Audlohul manaahij berpendapat bahwa mahsus pada حبذا dan لا حبذا boleh didahulukan seperti dalam contoh الصالح حبذا عبدا, bahkan beliau menambahkan bahwa tamyiz boleh didahulukan dari mumayaznya seperti alam contoh رجلا حبذا الصالح .


C. Uslub madh wa dzammi dengan memakai wazan fi'il tsulasi

Jumhurul 'ulama sepakat untuk membolehkan menyusun uslub madh wa dzam dengan memakai fi'il, tapi harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Fi'il atau kata kerja harus terbuat dari fi'il tsulasi [fi'il yang terbentuk dari tiga huruf asli tanpa tambahan)
2. Berwazan فعُل (yang 'ain fi'ilnya berharakat dhomah)
3. Fi'il berupa jamid
4. amalnya harus mengikuti amal 
نِعْمَ  dan بِئْسَ 

Catatan :
bila fa'il [subjek] dari fi'il tersebut berupa mustatir yang kembali kepada tamyiz setelahnnya, maka ada 2 alternatif dalam penulisan fi'ilnya, sebagai berikut:
1. Fiil berbentuk mufrad secara mutlak baik failnya berbentuk tasniah, muanast, atau jamak
2. Fiil menyesuaikan dengan failnya.


Pengertian Ilmu Balaghah (علم البلاغة) Beserta Objek Kajiannya dalam Bahasa Arab

Balaghah adalah salah satu ilmu di dalam bahasa Arab yang sangat menarik untuk dibahas. Ilmu Balaghah sendiri telah lama dikenal seiring dengan berkembangnya sastra Bahasa Arab. Pengertian  balaghah (بلاغة) dalam arti bahasa yaitu barasal dari lafadz بلغ , yang memiliki arti sampai atau mencapai. Sama artinya dengan kata وصل dan انتهى. Makna tersebut sama seperti yang tertera di dalam kitab al-qur’an, yaitu pada surat al-kahfi, ayat 90:



Balaghah

Balaghah adalah salah satu ilmu di dalam bahasa Arab yang sangat menarik untuk dibahas. Ilmu Balaghah sendiri telah lama dikenal seiring dengan berkembangnya sastra Bahasa Arab. Pengertian  balaghah (بلاغة) dalam arti bahasa yaitu barasal dari lafadz بلغ , yang memiliki arti sampai atau mencapai. Sama artinya dengan kata وصل dan انتهى. Makna tersebut sama seperti yang tertera di dalam kitab al-qur’an, yaitu pada surat al-kahfi, ayat 90:


حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا (٩٠


“Sehingga jika Dia sudah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur), Dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu.”

Adapun secara istilah balaghah merupakan sifat kalaam dan mutakallim sehinga dapat dikatakan ucapan yang baligh (perkataannya tercapai/sampai dengan yang dimaksud) dan mutakallim yang baligh (tercapai/sampai yang dikatakan). Balaghoh juga dapat diartikan sebagai kesesuaian antara konteks ucapan dan situasi & kondisi lawan biacara yang disertai dengan penggunaan kalimat/bahasa yang fashih, jelas, dan mudah dipahami. Balaghah sendiri tidak dapat menjadi sifat untuk kalimat, dan perkara inilah yang membuatnya berbeda dengan fashahah.


Objek Pembahasan Ilmu Balaghah

Ilmu balaghah adalah disiplin ilmu yang sangat berhubungan dengan masalah kalimat, yakni tentang tarkibnya, artinya, bembekas di jiwa, keindahan kata, dan keahlian dalam menentukan diksi atau memilih kata yang sesuai dengan tata bahasa dan indah didengar. Ilmu balaghah memiliki tiga objek kajian, yakni:


1. Ilmu Bayaan ( علم البيان )
Ilmu bayaan dalam bahasa artinya adalah ‘terang’ atau ‘jelas. Sedangkan secara istilah dalam ilmu balaghah, bayaan adalah salah satu unsur ilmu di dalam balaghah yang menjelaskan tentang cara-cara atau  metode-metode menyampaikan sebuah pemikiran, ide, gagasan, atau ungkapan dengan tarkib atau susunan yang bervariasi. bidang pembahasan ini untuk pertama kalinya dimodifikasi oleh beliau Abu Ubaidah Ibn al-Matsani dalam kitabnya " مجاز القران ". Fokus kajian dalam bidang ilmu ini adalah:
 تشبيه (penyerupaan)
مجاز  (majaz)
 كناية (konotasi)


2. Ilmu Ma’aniy ( علم المعانى )
Ilmu ma'aniy secara bahasa adalah ‘maksud’, ‘arti’, atau ‘makna’. Dalam hal ini para ulama ilmu ma’ani mengartikan ilmu ma'aniy sebagai penyampaian melalui ungkapan sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang atau disebut juga gambaran dari pikiran. Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’ani adalah:

“Salah satu unsur atau cabang ilmu dalam balaghah yang mempelajari hal ihwal bahasa Arab yang mengikuti tuntutan situasi dan kondisi.”


Abd al-Qahir al-Jurzanji adalah seorang ulama yang mengembangkan Ilmu ma'aniy untuk pertama kalinya. Sedangkan fokus pembahasan ilmu ma'aniy adalah kalimat-kalimat dalam bahasa Arab.


3. Ilmu Badii’ ( علم البديع)
Secara pengertian leksikal, ilmu badi’ adalah sesuatu atau ciptaan baru yang belum ada bahkan tidak ada contoh sebelumnya. Adapun secara istilah ilmu badii' yaitu salah satu cabang ilmu dalam balaghah yang menjelaskan tentang cara-cara atau kaifiyah yang digunakan untuk memperindah kalimat dan memembuatnya sangat nikmat untuk dibaca, diucapkan, ataupun didengar), dalam ilmu badii' juga dijelaskan tentang keunggulan sebuah kalimat sehingga dapat membuat kalimat semakin indah, baik serta memodifikasinya dengan keindahan kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi lawan bicara dan telah jelas makna yang dikehendakinya.

Pengusung dasar atau pelopor ilmu badi’  yaitu beliau Abdullah Ibn al-Mu’taz (W. 274 H). Sedangkan Fokus pembahasan ilmu ini yaitu upaya untuk memperindah suatu kalimat, baik itu dalam tatanan lafadz ataupun makna.

Pengertian Fashahah [الفصاحة] dan Balaghah [البلاغة] dalam bahasa Arab

Pengertian Fashahah [الفصاحة] dan Balaghah [البلاغة] dalam bahasa Arab



A. Pengertian Fashahah [الفصاحة]

Fashahah dalam arti bahasa mempunyai banyak arti, di antaranya adalah 'البَيَانُ / jelas, fashih' dan 'الظُهُوْرُ / nampak'. Allah berfirman:


وَاَخِيْ هٰرُوْنُ هُوَ اَفْصَحُ مِنِّيْ لِسَانًا  
[۳۴ :القصص ]

"Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku" [QS. Al-Qashas: ayat 34]

Maksud ayat di atas yaitu 'perkataannya lebih jelas dariku'.

Adapun pengertian fashahah dalam arti istilah yaitu perkataan yang terbentuk dari susunan lafadz yang jelas, terang benderang, yang membuat pendengar segera paham dengan apa yang dikatakan, dan juga sangat familiar bagi para pengarang kitab dan juga para pengarang sya'ir karena suatu kata yang mempunyai sifat fashahah [فصاحة] mempunyai keindahan tersendiri saat ia dibaca maupun saat didengar.

Fashahah juga menjadi sifat bagi الكلمة (kata), (perkataan/ucapan) الكلام dan المتكلم (pembicara). Bagaimana tidak, setiap kata bahkan ucapan yang dikeluarkan oleh mutakallim atau pembicara tentunya mempunyai niali tersendiri, ketika kata atau ucapan tersebut dikeluarkan dengan fashih atau jelas, maka ini juga menjadi sifat yang baik bagi kata, ucapan, dan orang yang mengungkapkannya.

Fashahah sendiri setidaknya ada tiga (3) unsur yang paling mendasar dan harus dimiliki agar suatu ucapan dapat dikatakan fashahah atau jelas / fashih, ketiga syarat itu adalah:
  1. Fashahatul Kalimah [فصاحة الكلمة]
  2. Fashahatul Kalaam [فصاحة الكلام]
  3. Fashahatul Mutakallim [فصاحة المتكلّم]
Penjelasannya :

1. Fashahatul Kalimah [فصاحة الكلمة]
Fashahahnya sebuah kata atau jelasnya sebuah kata harus terhindar dari beberapa poin di bawah ini, yaitu:

a. Tanaafurul Huruf [تنافُر الحروف]
yang dimaksud tanaafurul huruf yaitu karakter kata yang sulit atau berat saat didengar dan sulit juga saat diucapkan dengan lisan dikarenakan oleh huruf-huruf dalam kata tersebut yang makhorijul hurufnya terlalu berdekatan. Tanaafurul huruf dibagi menjadi dua, yaitu:
  • sangat sulit atau berat saat diucapkan dan didengarkan contoh seperti kata:
    'الظَّشُ'  [tanah tandus]
    'هُعْخُعٌ' [rumput yang biasa dimakan unta]
  • ringan saat diucapkan dan didengar, contoh seperti kata:
    'النَّقنقَة'  [suara katak]
    'النُّقَاخ'  [air tawar yang jernih]
    'مُسْتَشْزِرَاتٌ'   [yang tinggi/diangkat]
b. Gharabatul Isti'mal [غرابة الاستعمال]
yaitu sebuah kata yang maknanya sama sekali tidak jelas dan sama sekali tidak digunakan oleh sebagian besar orang Arab yang fashih, sehingga sangat membingungkan orang yang mendengar. 
Adapun gharabah dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
  • pembagian pertama: kata tersebut membingungkan pendengar dalam memahami makna yang dimaksud dikarenakan adanya multi makna atau kata tersebut mempunyai dua atau lebih makna yang berbeda yang mana juga tidak ada hubungannya dengan kalimat yang diucapkan.Contoh:
    kata مسرَّج pada sya'irnya Ru'bah bin 'Ajjaaj:

    ومُــقْــلـة وحــاجِــبــًا مُزَجّــجًــا                   وفــاحِــمًــا ومَــرْسِــنًــا مُــسَــرَّجًــا

    maka tidak dapat diketahui apa yang dimaksud dengan kata 'مُــسَــرَّجًــا' pada sya'ir di atas sampai-sampai para ahli bahasa pun berbeda pendapat dalam mengartikannya.
    Ibnu Duraid berpendapat: yang dimaksud dengan 'مُــسَــرَّجًــا' pada bait di atas adalah bahwa 'hidungnya ada di katulistiwa' dan bisa juga artinya adalah 'tebasan, seperti halnya tebasan pedang yang berkilau'
    adapun Ibnu Siidah berpendapat: bahwa kata tersebut maksudnya adalah 'ia dalam kilauan dan sinar seperti obor/penerang'.
    maka dari itu yang mendengarkan kata 'مُــسَــرَّجًــا' ini jadi bingung karena terdapat banyak makna yang lebih dari satu yang mana tidak nyambung dengan kalimat yang diucapkan. 
  • pembagian kedua: kata yang perlu diedit atau diteliti kesalahan penggunaannya karena memang perlu adanya penelitian bahasa yang khusus, dan memerlukan pengecekan pada kamus-kamus yang lengkap dan kredibel. Contoh:
    kata تَكَـأْكَأَ yang berarti berkumpul, yang diucapkan 'Isa bin Umar an nahwiy:

     مَا لَكُمْ تَكَـأْكَـأْتُمْ عَلَيَّ كَتَكَأكُئِكُمْ عَلَى ذِي جنَّة إفْرَنْقعُوا عَنِّي 

    kata di atas termasuk contoh gharabah karena penggunaannya yang sangat jarang dan juga sangat membingungkan bagi orang yang mendengar karena memang jarang digunakan oleh orang Arab, bahkan tidak digunakan oleh kebanyakan orang Arab yang fashih.

c. Mukhalafatul Qiyaas [مخالفة القياس]
yaitu suatu kata yang tidak mengikuti kaidah-kaidah penulisan kata yang benar sesuai ilmu sharaf yang diambil diucapan-ucapan orang-orang Arab, jadi kata tersebut sangat berlawanan atau bersebrangan dengan kaidah sharaf yang ada, contoh:

الـــحَــمْـــدُ لــلَّــهِ الــعَــلِــيِّ الأجْــلَــلِ        الـــوَاحِــدِ الــفَــرْدِ القَــدِيــمِ الأوَّلِ

kata الأجْــلَــلِ pada sya'ir di atas sangat tidak mengikuti kaidah penulisan ilmu sharaf, karena seharusnya kata tersebut huruf jim nya berharakat fathah dan dua huruf lam harus digabung/diidghomkan dengan tasydid menjadi 'الأَجَلُّ' 


2. Fashahatul Kalaam [فصاحة الكلام]
Fashahatul kalaam yaitu selamatnya sebuah ucapan setelah jelasnya susunan kata-kata yang ada pada ucapan tersebut, jelas dari sesuatu yang membingungkan makna dan kerancuan kata, maksudnya yaitu sebuah kalaam atau ucapan itu harus jelas, terang, dan mempunyai makna yang bisa dipahami langsung oleh pendengar dan lafadz-lafadznya juga mudah, maka dari itu sebuah kalimat atau ucapan harus tersusun dari lafadz-lafadz yang jelas dengan maksud yang mudah dimengerti, mengikuti aturan penulisan sharaf yang benar, susunan kata yang juga harus mengikuti kaidah-kaidah nahwu, dan juga harus sepi dari tanaafurul kalimaat [berat atau sulitnya kata saat diucapkan]. 

Dan kefashihan suatu kalam/ucapan harus terhindar dari beberapa poin di bawah ini:

a. Tanaafurul Kalimaah Mujtami'ah [تنافر الكلمات مجتمه]
yaitu susunan kata yang ada pada sebuah ucapan berat atau sulit diucapkan dan didengar (walaupun ada salah satu kata yang fashih/jelas/mudah dipahami, tapi karena susunan kata pada suatu ucapan hampir semuanya berat diucapkan lisan dan sulit dipahami pendengar maka tetap saja termasuk tanaafurul kalimaah mujtami'ah), adapun tanaafurul kalimaah ini ada dua macam, yaitu:
  • benar-benar berat pengucapannya, contoh:

    وَقَــبْـــرُ حَــرْب بِــمَــكَــان  قــفْـــر      وَلَـــيْــسَ قُــرْبَ قَــبْـــر حَـــرْبٍ قَـــبْـــرُ

    “Adapun kuburan Harb [Harb bin umayyah] itu di tempat yang sunyi dan tidak ada kuburan lain di dekat kuburan itu"
    jika kita baca susunan kata pada sya'ir di atas, sangat sulit dan berat saat diucapkan, dan juga sangat sulit dicerna oleh pendengar.
  • agak ringan pengucapannya, contoh perkataan Abii Tamaam:

    كَــرِيْـــمٌ مَــتَــى أمْــدَحْــهُ أمْــدَحْــهُ وَالــوَرَى      مَــعِـــي وَإذَا مَــا لُــمْــتُــهُ لُـــمْتُـــهُ وَحْـــدِي

    maksud sya'ir di atas yaitu "dia mulia jika aku sanjung/puji dan orang-orang juga menyetujuiku dengan sanjunganku kepadanya maka mereka pun ikut menyanjungnya bersamaku karena ia memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka seperti halnya ia memberiku kebaikan2"
    pada pembagian kedua ini, pengucapan pada susunan kalimatnya tidak sesulit atau seberat kalimat pertama, yaitu hanya ada dua susunan kata saja yang sulit diucapkan, lainnya mudah diucapkan.

b. Dho'fut Ta'liif [ضعف التأليف]
Sebuah ucapan juga harus mengikuti tata aturan kaidah-kaidah nahwu yang dipakai oleh sebagian besar para ulama nahwu. contoh :

سَاعَــدَ غُــلَامُــهُ  مُــحَــمَّدًا    "Pembantunya Muhammad membantu Muhammad"

susunan kalimat bahasa Arab di atas lemah, karena menyebutkan dhamirnya terlebih dahulu 'غُــلَامُــــهُ' dan meletakkan yang didhamiri (marji'nya) di akhir kalimat 'مُــحَــمَّدًا'.


c. Ta'qiidul Lafdzi [التّعقيد اللّفظي]
yaitu suatu ucapan yang kata perkatanya rancu, jadi susunan kalimatnya juga sama sekali tidak menunjukkan arti yang dimaksud sehingga menimbulkan kerancuan makna. Contoh;

جَفَخَتْ وَهُــمْ لَا يَــجْــفَــخُــوْنَ بِـــهَــا بِــهِــمْ       شِــيَــمٌ عَــلَى الــحــسب الـأغــر دَلائــلُ

susunan kalimat dan kata yang rancu di atas membuatnya tidak fashahatul kalaam, kalimat yang benar seharusnya adalah:

افـتخرت بِهم شِيَــمُ دلائــل عَــلى الحــسب الأغر وهــم لا يجْفـخون بِهــا


d. Ta'qiidul Ma'nawiy [التعقيد المعنوي]
yaitu ketika susunannya membuat makna yang dimaksud tidak jelas, karena adanya celah dalam pemindahan pikiran mutakallim dari makna asli kepada makna yang ia dimaksud. Contoh:

ســأَطْــلُــبُ بُــعْــدَ الــدارِِ عَــنْــكُــمْ لتَــقــرُبُــوا – وتــســكــبُ عــينــايَ الــدّمُــوعَ لتــجـمُدا

“Saya mencari suatu tempat yang jauh dari kalian, agar kalian kelak dekat dengan saya dan agar kedua mata saya meneteskan air mata, kemudian agar menajdi keras.”

Yang dimaksud kalimat di atas adalah, “saat ini saya lebih suka terpisah jauh dengan kalian untuk hanya sementara waktu, walaupun hingga meneteskan air mata karena perihatin.”
Untuk mengambil kesimpulan arti sya’ir di atas sangatlah sulit, sehingga sya'ir di atas termasuk kalimat yang تعقيد معنوي .

e. Kastrotut Tikraar [كثرة التكرار]
suatu ucapan agar menjadi fashahah juga harus menghindari kasratut tikraar, yaitu lafadz (baik itu isim, fi'il, maupun huruf) yang seharusnya diucapkan satu kali, tapi diucapkan berulang-ulang kali tanpa ada faidahnya, maka membuat tidak fashahatul kalaam. Contoh:

إنّــي وأســطــارٍ سُــطــرنَ سَــطْــرًا          لَــقَــائِــلٌ يَــا نــصــرُ نــصــرُ نَــصــرًا



3. Fashahatul Mutakallim [فصاحة المتكلّم]
yaitu sebuah keahlian yang harus dimiliki mutakallim (orang yang berkata) yaitu cara dia menyampaikan ucapan dengan tutur kata yang mudah dipahami, fashih, pemilihan kata (diksi) yang baik dan mudah dipahami, kata yang ia ucapkan harus sesuai dengan ilmu sharaf, susunan katanya juga rapih sesuai dengan tata kaidah nahwu, dan tidak ada kerancuan pada ucapannya sehingga pendengar segera paham dengan apa yang ia ucapkan. 



B. Balaghah [البلاغة]


Balaghah dalam arti bahasa artinya adalah 'Sampai' dan 'mencapai'. Contoh kalimatnya adalah:

بَــلَــغَ زَيْدٌ  مُــرَادَهُ      Zaid sudah mencapai tujuannya

بَــلَــغَ الــرَكْــبُ الــمَـدِيْــنَةَ   Para penunggang unta sudah sampai di kota 

maka sudah jelas, bahwa arti balaghah menurut 'bahasa' adalah 'mencapai' dan 'sampai'.

Adapun pengertian balaghah secara istilah yaitu balaghah merupakan sifat bagi ucapan dan mutakallim (orang yang mengucapkan) sehinga dapat dikatakan ucapan yang baligh (perkataannya tercapai/sampai dengan yang dimaksud) dan mutakallim yang baligh (tercapai/sampai yang dikatakan). Balaghoh juga dapat diartikan sebagai kesesuaian antara konteks ucapan dan situasi & kondisi lawan biacara yang disertai dengan penggunaan kalimat/bahasa yang fashih, jelas, dan mudah dipahami. Balaghah sendiri tidak dapat menjadi sifat untuk kalimat, dan perkara inilah yang membuatnya berbeda dengan fashahah.

 Balaghah mempunyai pembagian tersendiri, yaitu:
  1. Balaaghatul Kalaam [بلاغة الكلام]
  2. Balaaghatul Mutakallim [بلاغة المتكلّم]
Penjelasan:


1. Balaaghatul Kalaam [بلاغة الكلام]
yaitu ucapan yang baligh adalah ucapan yang sesuai dengan keadaan lawan bicara disertai dengan fashihnya lafadz-lafadz pada ucapan tersebut, baik itu per katanya maupun susunan kalimatnya.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ucapan yang baligh yaitu ucapan yang menyesuaikan situasi dan kondisi lawan bicara, serta lafadz-lafadz yang diucapkannya juga fashih atau jelas baik susunan kalimatnya maupun bentuk setiap katanya. Selain dari pada itu, yang menjadi perhatian yaitu bentuk tertentu yang gunakan dalam suatu kalam atau ucapan, contoh penggunaan kalimat yang panjang tetapi maksudnya sedikit (uslub ithnab) dalam pujian atau penggunaan kalimat yang ringkas dan padat (uslub ijaz) apabila lawan biacaranya adalah sesorang yang cerdas.

Contoh:
jika seseorabg mengucapkan  الصَّلاَةُ عَـلَى وَقْتــها  kepada mukhotob atau orang yang sedang diajak bicara yang bertanya mutakallim tentang waktu shalat. Maka ucapannya itu termasuk dalam kategori balaaghatul kalaam, karena ia ia ucapkan sesuai dengan maksud lawan bicara dan sesuai dengan keadaannya, ucapannya juga disampaikan dengan fashih dan jelas sehingga pendengar segera paham.


2. Balaaghatul Mutakallim [بلاغة المتكلّم]
Balaaghatul Mutakallim adalah keahlian dan kemampuan yang terdapat pada hati mutakallim yang dengan keahliannya tersebut seseorang bisa menyusun ucapan yang baligh dan sesuai dengan keadaan dan situasi lawan bicaranya serta fashihnya ucapan dalam segala makna yang dimaksudkannya.

Sesuai dengan penjelasan di atas, balaaghatul mutakallim merupakan keahlian sesorang dalam berucap dengan fashih dan jelas untuk mengutarakan apa yang ingin ia katakan dari hatinya sesuai dengan kondisi dan situasi lawan bicarannya.



C. Perbedaan Fashahah [الفصاحة] dan Balaghoh [البلاغة]

1. Fokus pembahasan fashahah [الفصاحة]  lebih khusus berkaitan dengan lafadz. Sedangkan balaghah  [البلاغة],  pembahasannya tidak hanya berkaitan dengan lafadz saja tapi juga berkaitan dengan makna.
2. Fashahah  [الفصاحة]  yaitu sifat dari sebuah kata, kalimat dan ucapan atau kalaam.
3. Semua ucapan atau kalimat yang bernilai balaghah [البلاغة] sudah pasti memenuhi unsur fashahah [الفصاحة], sebaliknya tidak semua ucapan atau kalimat yang bernilai fashahah itu memenuhi unsur balaghoh. jadi tingkat balaghah lebih tinggi dari fashahah.

Demikian adalah penjelasan rinci tentang fashahah dan balaghah. semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita dalam berbahasa Arab. selamat belajar. :)






_________
Referensi: 

  • https://www.dusturuna.com/quran/28-34/
  • Kitab Jawahirul Balaaghah karangan As-Sayyid Ahmad Al-Hasyimi 
  • http://makalahcerdas11.blogspot.com/2017/12/a.html#:~:text=Secara%20terminologi%20(istilah)%20fashahah%20yaitu,%D8%A7%D9%84%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85%20dan%20%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%AA%D9%83%D9%84%D9%85%20(pembicara).
  • http://mubtada10.blogspot.com/2012/03/pengertian-balaghah-dan-bidang_10.html


Pengertian dan Kumpulan Isim fiil [اسم الفعل] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian dan Kumpulan Isim fiil [اسم الفعل] dalam Ilmu Nahwu


Pengertian Isim Fi'il

Isim fi'il ialah kata yang juga menunjukkan arti fi'il (perbuatan) tapi tidak menerima atau tidak mempunyai tanda fi'il.

1. Isim fi'il bisa mempunyai makna fi'il madhi, contoh:

'هَيْهَاتَ' yang berarti 'بَعُدَ' (Telah jauh)

'شَتَانَ' yang berarti 'افْتَرَقَ' (berpisah)

2. bisa juga mempunyai makna fi'il mudhori, contoh:

'أُفٍّ' yang berarti أَتَضَجَّرُ (Aku mengeluuh)

'آهْ' yang berarti 'أتَوَجَّعُ' (aku mengaduuh)

'قَطْ' yang berarti 'يَكْفِي' (cukup)

'وَيْ' yang berarti 'أتَعَجَّبُ' (aku kagum)

3. isim fi'il juga bisa mempunyai arti fi'il 'amr, contoh:

'آمِيْنُ' yang berarti 'اسْتَجِبْ' (kabulkanlah!)

'صَهْ' yang berarti 'اسْكُتْ' (diam!)

'مَهْ' yang berarti 'انْكَفِفْ' (kecilkan!)

'بَلْهَ' yang berarti 'اتْرُكْ' (tinggalkan!)

'عَلَيْكَ' yang berarti 'الْزَمْ' (berpeganglah!)

'إلَيْكَ عَنِّي' yang berarti 'تَنَحَّ عَنِّي' (menyingkirlah dariku!)

'إلَيْكَ الكِتَابَ' yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)

'هَا' atau 'هَاكَ',atau juga 'هَاءَ القَلَمَ' yang berarti 'خُذْهُ' / 'خُذِ القَلَمَ' ('Ambilkan!' atau 'ambilkan pena itu!')

'إيْه' yang berarti 'زِدْ' (tambahkan!)

'هَيَّا' yang brarti 'أسْرِعْ' (ayo/cepatlah!)

'حَيَّ' yang berarti 'أقْبِلْ' (mari/kemari!)

'دُوْنَكَ' yang berarti 'خُذْ' (ambillah!)


Isim fi'il itu hanya mempunyai satu bentuk tapi bisa mencangkup semuanya (mudzakkar, muannats, mufrad, mustasna, dan jamak), contoh: kata 'صَهْ' ini bisa digunakan untuk mufrad, mustasna, jamak, mudzakkar, atau juga muannats, kecuali jika terjadi pada isim fi'il yang bertemu dengan kaf mukhotob 'ك' (kaf yang menunjukkan arti orang yang diajak bicara, contoh kamu, kalian berdua, kalian) maka harus diikuti juga dengan kata ganti mukhotob, contoh:

إلَيْكَ عَنِي  ---> menyingkirlan kamu (laki-laki) dariku

إلَيْكِ عَنِّي ---> menyingkirlan kamu (perempuan) dariku

إلَيْكُمَا عَنِّي ---> menyingkirlan kamu berdua (laki-laki/perempuan) dariku

إلَيْكُمْ عَنِّي ---> menyingkirlan kalian (laki-laki) dariku

إلَيْكُنَّ عَنِّي ---> menyingkirlan kalian (perempuan) dariku

هَاكَ الكِتَابَ --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki satu orang)

هَاكِ الكِتَابَ  ---> Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada perempuan satu orang)

هَاكُمَا الكِتَابَ --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki/perempuan dua orang)

هَاكُمُ الكِتَابَ  --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki orang banyak)

هَاكُنَّ الكِتَابَ  --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada perempuan orang banyak)


Pembagian Isim Fi'il

Isim fi'il terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Isim Fi'il Murtajal [اسم الفعل المرتجل] 
yaitu sebuah kata yang memang dari awal pembentukannya itu sudah menjadi isim fi'il (bentuk asli isim fi'il). Contoh:
'هَيْهَاتَ' yang berarti 'بَعُدَ' (Telah jauh)

'أُفٍّ' yang berarti أَتَضَجَّرُ (Aku mengeluuh)

'آمِيْنُ' yang berarti 'اسْتَجِبْ' (kabulkanlah!)


2. Isim Fi'il Manqulah [اسم الفعل المنقولة]
yaitu sebuah kata yang digunakan untuk selain isim fi'il, tapi kemudian diganti penggunaannya menjadi isim fi'il, adapun penggantian menjadi isim fi'il ini baik itu:
  • berupa jar & majrur, contoh:
    'إلَيْكَ عَنِّي' yang berarti 'تَنَحَّ عَنِّي' (menyingkirlah dariku!)
  • atau juga berupa dharaf, contoh:
    'دُوْنَكَ الكِتَابَ' yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)
    'مَكَانَكَ' yang berarti 'اثْبُتْ' (tetaplah 'pada tempatmu')
  • atau juga berupa mashdar, contoh:
    'بَلهَ الشَرَّ' yang berarti 'اتْرُكْهُ' (tinggalkanlah keburukan!)
    'رُوَيْدَ أَخَاكَ' yang berarti 'أمْهِلْهُ' (berilah saudaramu kesempatan [beberapa waktu])
     kata رُوَيْدَ  aslinya adalah mashdar, terbentuk dari 
  • atau juga berupa tanbiiih/تَنْبِيْهٌ [peringatan], contoh:
    هَاكَ الكِتَابَ yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)
3. Isim Fi'il Ma'dul [اسم الفعل المعدول] (perubahan kata), contoh;
حَذَارٌ ---perubahan kata dari--> 'احْذَرْ' (hati-hati!)
نَزَالٌ ---perubahan kata dari--> 'أنْزِلْ' (turunkanlah!)

Demikianlah pembahasan tentang isim fi'il, semoga bermanfaat dan mudah dipahami. :)

___________
Referensi:
  • Jamidud Durus, juz 1, hal. 155-157 

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok [اسم الموصول المشترك] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok [اسم الموصول المشترك] dalam Ilmu Nahwu

Seperti yang telah kita tahu, isim maushul adalah Isim yang digunakan untuk menyambungkan kalimat agar menjadi satu kalimat lain yang lebih sempurna. Maksudnya, bahwa masing-masing  isim ma’rifat tersebut  akan menjadi jelas bila estafet  dengan kalimat sesudahnya, yang disebut  Shilah. Shilah(anak kalimat) tersebut  harus mempunyai  dhamir yang berpulang kepada  isim maushul, yang disebut  a’id. Dalam bahasa Kita, biasanya Kata Sambung 'isim Mausul' ini diterjemah menjadi kata: "yang". Bentuk asal atau dasar dari Isim Maushũl merupakan : الَّذِيْ (yang).

Nah pada pembahasan postingan sebelumnya (di sini) hanya menjelaskan secara global tentang apa itu isim maushul, dan juga terdapat klasifikasi yang rinci penggunaan isim maushul dilihat dari mufrod (isim yang berarti satu), mustanna (yang berarti dua), dan jamak (berarti banyak), maupun dilihat dari mudzakkar (isim yang menunjukan arti laki-laki) dan mustasna (isim yang menunjukkan arti perempuan) isim maushul tersebut disebut juga dengan isim maushul al-khoos yaitu dengan :
الذي: untuk mufrod mudzakkar
الَلذِّانِ  : untuk mustasna mudzakkar
الذِيْنَ : untuk jamak mudzakkar
التِي : untuk mufrod muannats
اللتان : untuk mustasna muannats
اللاتي : untuk jamak muannats

pembagian di atas tentu dimaksudkan untuk klasifikasi jumlah dan jenis kelamin yang disifati dengan isim maushul, tapi dalam pembahasan kita kali ini, kita akan belajar tentang isim maushul yang dapat mencangkup semua klasifikasi di atas, baik itu mudzakkar dan muannats, atau mufrod, mustasna, dan jamak, ataupun juga bisa digunakan untuk manusia maupun benda, berikut ini adalah penjelasannya;

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok

Isim maushul musytarok adalah isim maushul yang hanya dengan satu lafadz namun dapat mencangkup semuanya (jumlah dan jenis kelamin), maka di dalamnya sudah termasuk untuk mufrod, mustasna, jamak, mudzakkar dan muannast.

isim maushul musytarok yaitu sebagai berikut:
مَنْ : siapa / barangsiapa (yang)
مَا : sesuatu/Apa-apa (yang)
ذَا : (yang) , digunakan ketika dalam keadaan nashob
أَيُّ : apakah (yang)
ذُو: (yang) , digunakan ketika dalam keadaan rofa'


Penggunaan masing-masing kata di atas

a. Penggunaan 'مَنْ' dan 'مَا' yaitu:

> 'مَنْ' digunakan untuk yang berakal (orang), contohnya yaitu:
مَنْ قَالَ لَا الَهَ إلَّا اللَّه دخَلَ الجَنَّةَ
'Barangsiapa yang mengucapkan 'لَا الَهَ إلَّا اللَّه' maka ia akan masuk surga'

>  sedangkan 'مَا' digunakan untuk selain orang, contohnya:
وَيُسَبِحُ الله مَا فِي السّمواتِ ومَا فِي الأرضِ
'Apa-apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah'

b. ِAdapun penggunaan 'ذَا' 'أيُّ', dan 'ذُوْ' digunakan baik untuk yang berakal (orang) maupun selain yang berakal (selain orang, bisa benda, hewan, atau lainnya). Jadi penggunaan ketiga kata ini bisa mencangkup segalanya tanpa mengenal batas jumlah, jenis kelamin atau berakal / tidak berakal. Berikut ini adalah rinciannya:

> Penggunaan  'ذَا'
 'ذَا' dapat diartikan menjadi isim maushul al-musytarok jika ia memiliki beberapa syarat di bawah ini:
  •  'ذَا' harus terletak setelah 'مَنْ' atau 'مَا' istifhamiyyah (kata tanya):
    مَنْ ذَا أَكْرَمْتَ؟ أَزَيْدًا أمْ أَخَاهُ؟  ---> Siapa yang kau muliakan? Zaid atau saudaranya?
    مَا ذَا أَنْفَقْتَ؟ أَ دِرْهَمًا أَمْ دِيْنَارًا؟ ---> Apa yang kau infaqkan? Dirham atau dinar?
  • 'ذَا' tidak boleh bermakna isim isyaroh dan tidak boleh digabung dengan 'مَنْ' atau 'مَا' dalam satu kalimat yang dimaksudkan untuk kalimat tanya, jika kedua hal itu terjadi maka 'ذَا' bermakna isyaroh bukan maushul.
    مَنْ ذَا القَائِم؟ --atau juga-- مَنْ هَذَا القَائِم؟
    Siapakah orang yang berdiri ini
  • 'ذَا' tidak boleh digabungkan dengan 'مَنْ' atau 'مَا' dalam satu kalimat yang dimaksudkan untuk kalimat tanya, maka 'ذَا' ikut bermakna istifham (kata tanya)
    لِمَـاذَا أتَيْتَ؟ ---atau juga-- لِمَ أتَيْتَ؟
    Kenapa kamu datang?
> Penggunaan 'أيُّ'
'أيُّ' merupakan isim maushul musytarak yang dapat digunakan untuk mudzakkar, muannats, mufrad, mustastna, dan jamak, dan digunakan juga untuk yang berakal dan juga lainnya.
Semua isim maushul termasuk mabni (harakat akhirnya tidak berubah-ubah atau tetap), kecuali kata 'أيُّ' ini, ia dibaca mu'rob dengan tiga harakat, contoh:
  • dibaca rofa' (dhommah):
    يُفْلِحُ اَيٌّ مُجْتَهِدٌ   --- > Siapapun yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil
  • dibaca nashob (fathah):
    اَكْرَمْتُ اَياًّ هِيَ مُجْتَهِدَةٌ ---> Saya memuliakan wanita manapun yang bersungguh-sungguh
  • dibaca jar (kasroh):
    أحْسَنْتُ اِلَى اَيٍّ هُمْ مُجْتَهِدُونَ ---> Saya berbuat baik kepada mereka yang bersungguh-sungguh
> Penggunaan  'ذُوْ' 
 'ذُوْ'  menjadi isim maushul musytarak yang dapat digunakan untuk mufrad, mustasna, jamak, mudzakkar, dan muannats. Dan demikian itu dalam bahasa thayyi pada orang Arab, contoh:
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَ 
Telah datang seorang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَتْ
Telah datang seorang (perempuan) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَا
Telah datang dua orang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَتاَ
Telah datang dua orang (perempuan) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُا اجْتَهَدُوا
Telah datang orang-orang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدْنَ
Telah datang orang-orang (perempuan) yang bersungguh-sungguh


_____________
:Referensi


  • Kitab 'Jami'ud Durus' Juz 1 hal. 131-136

Pengertian Isim Alat [اسم الالة] beserta Wazan-wazannya

Pengertian Isim Alat beserta Wazan-wazannya

Kali ini kita akan membahas tentang isim alat, iya seperti namanya isim alat adalah sebuah kata benda yang digunakan untuk menunjuk sebuah benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang mempunyai objek. Bagaimana sangat menakjubkan kan Bahasa Arab itu? sampai alat saja ada pembahasannya tersendiri dalam ilmu sharaf, dan temen-temen akan lebih takjub lagi bahwa ternyata isim alat adalah isim atau kata benda yang lahir dari fi'il, maksudnya bagaimana? mari kita belajar lebih rinci tentang isim alat.

Pegertian Isim Alat

Pengertian isim Alat adalah kata benda yang biasanya diambil atau terbentuk dari Fi'il Tsulatsi Mujarrad (kata kerja yang terdiri dari hanya 3 huruf saja) yang muta’adi (kata kerja yang membutuhkanobjek) untuk menunjukan suatu alat yang pasti perbuatan tersebut membutuhkan alat, contoh seperti
المِبْرَدُ 'pendingin'
المِنْشَارُ  'gergaji'
المِكْنَسَةُ  'sapu'

perhatikan contoh tiga kata di atas, ketiganya sama sama terbentuk dari perkerjaan yang juga membutuhkan alat, contoh:
  • Pendingin = tebentuk dari kata kerja 'mendinginkan', karena memang untuk mendinginkan pasti membutuhkan sebuah alat, dan alatnya sudah pasti adalah 'pendingin'.
  • Sapu = terbentuk dari kata kerja 'menyapu', dan sudah pasti bahwa jika kita menyapu maka kita butuh alat yang namanya juga 'sapu'.
  • Gergaji = terbentuk dari kata 'menggergaji', dan alat yang digunakan untuk menggergaji adalah gergaji.
jadi sudah jelas ya, isim alat itu terbentuk dari fi'il  atau kata kerja, dalam bahasa Arab isim Alat biasanya terbentuk dari fi'il tsulasy mujarrad muta'ady (kata kerja yang terbentuk dari tiga huruf saja dan kata kerja tersebut membutuhkan objek), mari kita lihat contoh lain dengan Bahasa Arab:

وقد يكون من غير الثلاثى المجرّد
Terkadang Isim Alat terbentuk dari selain Tsulatsi Al Mujarrad :

المِئْزَرُ  (kain penutup)
المِئْضَأة (tempat berwudhu)
المِحْراكُ (Alat pengupak api)
المعْلاق (penggantung)
المِمْلسة (kayu yang dibuat untuk meratakan tanah)

المِصْبَاحُ (lampu)
المِدْخَنَة (tempat bara api)
المزْرَبُ (saluran air)

Di Mesir Para ahli bahasa Arab membolehkan atas penggunaan wazan FA’A’LAH  'فَعَّالَةٌ'  untuk menunjukkan arti alat.
Contoh:
 ثَلَّاجَة  lemari es
غَسَّالَة  pencuci
شَوَّايَة   pemanggang daging
خَرَّامَة  alat mengebor

Wazan Isim Alat

Isim alat memiliki tiga wazan, yaitu:

1. مِفْعَلٌ
Contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِرْقَمٌ (Alat untuk memberi nomer 'pena,pensil,dsb')
مِبْضَعٌ  (alat untuk memotong 'pisau,silet,dsb')
مِقَصٌّ (Gunting)

2. مِفْعَلَةٌ
contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِكْنَشَةٌ  (Sapu)
مِنَشَّة (alat untuk mengusir lalat)
مِشْرَبَةٌ (alat untuk minum 'gelas')

3. مِفْعَالٌ
contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِفْتَاحٌ (kunci)
مِجْذافٌ (dayung)
مِغْرَافٌ (gayung)

Namun adapula isim alat yang keluar dari perkataan orang Arab yang musytaq (terbentuk dari wazan) atau selain wazan-wazan di atas, yaitu:
مُنْخُلٌ  (layar)
مُسْعَطٌ (kotak tembakau)
مُكْحُلَةٌ (sebuah toples di mana kohl disediakan)
مِدَقٌّ (palu)

Terkadang juga isim alat terbentuk dari isim jamid (isim yang tidak bisa ditashrif ) atau isim yang tidak terbentuk dari kata kerja dan tidak diambil dari wazan-wazan sebelumnya, contoh:
سِكِّيْنٌ  pisau
شَوْكَةٌ  senjata
قَلَمٌ    pensil
فَأْسٌ  palu



_____________
Referensi;

  • Jamidud durus juz 1 hal. 204