Nashob ialah keadaan dimana sebuah kata dibaca dengan harokat Fathah [hukum asli], Kasroh ataupun di akhir kata ada huruf Alif, Yaa, atau dibuangnya Nun (Khadzfu Nuun), yang adalah tanda-tanda nashob itu sendiri. (baca lebih mendetail tentang Nashob dan tanda-tandanya di sini:
Tanda-tanda I'rob Nashob (عَلَامَاتُ النَّصْبِ) dalam Ilmu Nahwu
Adapun isim-isim yang dibaca Nashob terdapat 12 posisi:
1.
Maf'ul Bih (مفعول به)
2.
Maf'ul Fiih (مفعول فيه)
3.
Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'
4.
Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)
5.
Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)
6.
Haal (حال)
7.
Tamyiiz (التمييز)
8.
Mustatsna (مستثنى)
9.
Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)
10.
Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)
11.
Munada (المنادى)
12. Tawaabi' lil Manshub/pengikut dari yang di-Nashob-kan, yakni ada empat :
1. Maf'ul Bih (مفعول به)
isim manshub (yang dibaca nashob) yang menjadi sasaran tindakan (objek).
Maka, jelas sekali, yang dimaksud maf’ul bih menurut arti istilah ialah isim manshub dimana posisinya menjadi sasaran tindakan si pelaku.
Contoh :
قَرَأْتُ كِتَابًا = Aku sudah membaca Buku
Dalam misal di atas, yang menjadi sasarn perbuatannya (memukul) ialah kata “kitaaban”, maka kata tersebut menjadi maf’ul bih.
Baca Selengkapnya tentang Maf'ul Bih di
sini.
2. Maf'ul Fiih (مفعول فيه)
Maf’ul Fiih/ Zharaf ialah isim Manshub yang menyatakan tempat atau masa-masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan.
Maf’ul Fiih ialah isim Manshub yang menyatakan tempat atau masa-masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan. Atau sebagai jawaban dari pertanyaan “kapan” atau “dimana”. Disebut Zhorof Zaman bilamana berkaitan dengan masa-masa terjadinya perbuatan, dan dinamakan Zhorof Makan bilamana berkaitan dengan lokasi terjadinya perbuatan.
Contoh :
يَلْعَبُ زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
( Zaid bermain sepak bola di depan sekolah) “keterangan tempat”.
Baca selengkapnya tentang Maf'ul Fiih di sini.
3. Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'
Maf’ul Ma’ah مَفْعُوْلُ مَعَهُ merupakan isim manshub yang terletak sesudah huruf Wau (و). Akan tetapi, wau itu tidak bermakna DAN (kata sambung). Melainkan mempunayi makna bersama atau kebersamaan. Maka dari itulah Maf'ul Ma'ah pun disebut Wau Ma'iyyah, sampai-sampai wawu maiyah pengertiannya sama saja dengan Maf'ul Ma'ah.
Contoh: سِرْتُ وَالْجَبَلَ (Aku berjalan bareng gunung). Kata الْجَبَلَ dibaca manshub dengan berharokat fathah sebab sebagai maf'ul ma'ah dalam format isim mufrod. Contoh lain:
جَاءَ الأمُّ وَوَلَدُهَا وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ > "Seorang Ibu dan Anaknya datang bersamaan dengan terbenamnya matahari"
إسْتَيْقَظَ زَيْدٌ وَتَغْرِيْدَ الطُّيُوْرِ > "Zaid bangun bersamaan dengan burung berkicau"
رَجَعَ زَيْدٌ وَطُلُوْعَ الْفَجْرِ > "Zaid pulang bersamaan dengan terbitnya fajar"
Baca Selengkapnya tentang Maf'ul Ma'ah di
sini.
4. Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)
Maf’ul Muthlaq ialah isim atau kata benda yang dibaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il, maf'ul muthlaq juga isim yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan penjelasan jenis serta jumlah perbuatannya.
Contoh :
ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا, أكْرَمَ يُكْرِمُ إكْرَامًا,
Dari pengertian maf’ul muthlaq itu member kepahaman bahwa :
1. Maf’ul muthlaq berupa kalimat isim
2. Maf'ul muthlaq bertujuan untuk penegasan, penjelas dari fi'il (baik jenis maupun jumlah pekerjaannya)
3. Dibaca nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan maf’ul muthlaq yaitu :
- Fi’il taam yang mutashorrif: kata kerja sempurna yang dapat ditashrif (maksudnya bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid )
ضَرَبْتُ كَلْبًا ضَرْبَتَيْنِ
Aku memukul Anjing dengan dua kali pukulan
- Mashdar
عَحِبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ ضَرْبًا شَدِيْدًا
Aku terkejut atas pukulanmu dengan pukulan yang keras
- Isim sifat
أنَا ضَارِبُ زَيْدٍ ضرْبَ أبِيْهِ
Aku memukul Zaid seperti pukulan ayahnya
4. Maf’ul muthlaq tercipta dari mashdar yang adalah urutan ketiga dari tashrifnya fi’il.
Maf'ul Mutlaq ialah isim manshub yang dilafalkan untuk 3 keadaan:
- Untuk menegaskan sebuah perbuatan
- Untuk menyatakan bilangan perbuatan
- Untuk menyatakan jenis/sifat perbuatan
Baca selengkapnya di
sini.
5. Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)
Maf’ul liajlih ialah Isim yang dibaca nashob yang bermanfaat untuk menyatakan sebab atau motif terjadinya perbuatan.
Contoh:
جَلَسْتُ عَلَى الكُرْسِيِّ تَعْبًا
(Aku duduk di atas kursi karena lelah)
رَجَعْتُ إِلَى البَيْتِ شَوْقًا لِلْأسْرَةِ
(Aku pulang ke rumah karena kangen dengan keluarga)
أكَلْتُ الطَعَامَ جَوْعًا
(Aku memakan makanan karena lapar)
أذهَبُ إِلَى الْمَدْرَسَةِ رَغْبَةً فِيْ الْعِلْمِ
( Aku berangkat ke sekolah sebab mencintai Ilmu)
ضَرَبْتُ الْوَلَدَ تَأْدِيْبًا لَهُ
( Aku memukul anak tersebut karena bermaksud guna mendidiknya)
Penjelasan :
kata 'mendidik', 'cinta', 'lelah', 'lapar', dan 'rindu' adalah menjadi Maf’ul Li Ajlih, hukumnya Nashob dan tanda Nashob nya adalah Fathah.
Baca Selengkapnya di
sini.
6. Haal (حال)
Haal ialah isim Manshub yang menyatakan keterangan suasana yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana fa’il. Seperti dalam misal :
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا =
Zaid sudah datang sambil berkendara
Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada di dalam firman Allah Swt, inilah :
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا =
“ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana Musa masa-masa keluarnya.
Atau menjelaskan suasana maf’ul, laksana dalam misal :
رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا =
Aku sudah menunggang kuda sambil berpelana.
Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana kuda waktu dipakai angkutan di atasnya.
Baca Selengkapnya di
sini.
7. Tamyiiz (التمييز)
Tamyiiz adalah sebuah kata atau lafadz yang dibaca mansub yang bermanfaat menjelaskan isim yang samar pada suatu kalimat. Berikut definisi dalam buku jurumiyah;
الاِسْمُ المَنْصُوْبُ المُفَسِّرُ لِمَا انْبَهَمَ مِنَ الذَّوَاتِ
Artinya: Tamyiz adalah isim yang dibaca nashob yang bermanfaat menjelaskan hal-hal yang samar pada suatu kalimat.
Sedangkan definisi lain dari tamyiiz dalam buku nahwu wadih merupakan
إِسْمٌ يُذْكَرُ لِبَيَانِ المُرَادِ مِنْ اسْمٍ سَابِقٍ يَصْلَحُ لِأَنْ تُرَادَ بِهِ أَشْيَاءٌ كَثِيْرَةٌ
Artinya : kata (isim) yang kegunaannya menjelaskan maksud dari kata (isim) sebelumnya.
Contoh
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ
Artinya : Saya menyaksikan empat belas
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ غَنَمًا
Artinya : Saya menyaksikan empat belas kambing
Kalimat kesatu pada misal di atas masih belum jelas karena cuma menuliskan kata أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain empat belas dan tidak melafalkan benda/barang yang dihitung (tamyiznya). Sehingga kalimat itu belum terbilang kalimat yang menyeluruh dan masih rancu. Kemudian pada misal kedua hitungan angka أرْبَعَةَ عَشَرَ ditambahkan dengan kata غَنَمًا yang dengan kata lain kambing,maka kalimatnya pun menjadi sempurna dan dapat dipahami menjadi “saya menyaksikan empat belas kambing”. Kata kambing/ghonaman adalah tamyiz yang menyatakan angka أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain empat belas adalah berupa kambing, kemudian kalimat itu menjadi menyeluruh dan dapat dipahami.
Baca Selengkapnya di
sini.
8. Mustatsna (مستثنى)
Mustatsna’ (مستثنى ) yakni isim manshub (yang dibaca nashob) yang terletak setelah huruf istitsna’ untuk menyatakan hukum yang bertolak belakang dengan sebelumnya, bahasa gampangnya, mustatsna' ialah bab yang menerangkan kata yang yang 'dikecualikan' yang jatuh setelah huruf istitsna'. Adapun Isim yang terletak sebelum huruf istisna’ dinamakan mustatsna’ minhu (مستثنى منه ).
Contoh:
جاءَ الطُّلَّابُ إلاّ زَيْدًا
[ الطُّلَّابُ : مستثنى منه ، زَيْدًا : مستثنى ].
Kata “ إلاّ “ ialah salah satu huruf istitsna’. Kata sebelumnya yakni “الطُّلَّابُ “ dinamakan mustatsna’ minhu (مستثنى منه), dan kata setelahnya “ زَيْدًا “ dinamakan dengan mustatsna’ (مستثنى).
Baca Selengkapnya di
sini.
9. Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)
Kaana wa akhwatuha adalah salah satu kumpulan fi'il yang termasuk amil nawasikh, atau amil yang merusak tatanan hukum mubtada dan khobar. Berikut ini adalah Kaana dan saudara-saudaranya:
- كَانَ
- بَاتَ
- ظَلَّ
- أَضْحَى
- أَصْبَحَ
- أَمْسَى
- صَارَ
- لَيْسَ
- ما زَالَ
- مَا بَرِحَ
- ما فًتِئَ
- مَا انْفَكَ
- مَا دَامَ
Fungsi kaana wa akhwatuha (كان و أخواتها)
Fungsi kaana adalah تَرْفَعُ الاِسْمَ وَتَنْصِبُ الْــخَبَر "merofa'kan isim (kaana) dan menasabkan khobar (kaana)". Perhatikan contoh berikut:
Sebelum kemasukan كَانَ
مُحَمَّدٌ كَرِيْمٌ
contoh di atas adalah susunan mubtada dan khobar, mubtada: مُحَمَّدٌ, khobar: كَرِيْمٌ
Setelah kemasukan كَانَ
كَانَ مُحَمَّدٌ كَرِيْمًا
Setelah kemasukan كَانَ, maka ada perubahan istilah. Mubtada "مُحَمَّدٌ" berubah menjadi isim kaana, dan khobar menjadi khobar kaana. kita kembali pada tugas kaana wa akhwatuha bahwa kaana dan saudaranya bertugas untuk merofa'kan isim (kaana) yaitu "مُحَمَّدٌ" tanda rofa'nya adalah dhommah, dan menashobkan khobar kaana yaitu "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.
Nah, pada pembahasan manshubatul asma, yang dibaca nashob adalah khobarnya kaana sama seperti contoh di atas, khobar kaana adalah "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.
Baca Selengkapnya di
sini.
10. Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)
Inna wa akhwatuha (Inna dan saudara-saudaranya) ialah sekelompok huruf (kata depan) yang biasanya berada sebelum isim. Jika sebuah jumlah ismiyah (kalimat yang tersusun dari mubtada’ dan khabar) didahului oleh Inna atau saudara-saudaranya, maka akan mengakibatkan mubtada’ menjadi manshub dan dinamakan isim Inna, dan khabar tetap marfu dan dinamakan khabar Inna. Seperti:
Kalimat pertama
§ ٌاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيْم
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهُ menjadi Mubtada' [dibaca rofa'], sedangkan lafad سَمِيعٌ menjadi khobarnya [dibaca rofa']
Kalimat kedua kemasukan إِنَّ
§ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
bahwasannya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah, sedangkan Kata سَمِيعٌ tetap dibaca rofa' dengan tanda dhommah karena sebagai khabar Inna.
Nah, dalam pembahasan manshubatul asma ini, yang dibaca nashob pada poin 10 adalah isim inna, sama seperti contoh di atas § إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah
Baca Selengkapnya di
sini.
11. Munada (المنادى)
Definisi Munada merupakan klimat isim yang dinamakan sesudah atau jatuh setalah huruf nida. Penggunaan Munada dengan mempergunakan huruf-huruf panggilan huruf nida supaya yang dipanggil mengunjungi atau menoleh untuk yang memanggil. Dalam bahasa arab, nida' artinya ialah seruan.
Contoh Munada: ياَ عَبْدَ اللهِ
Atau laksana وَلَقَدْ اَتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلاً ط يَا جِبَالُ اَوِّبِى مَعَهُ وَااطَّيْرَ.
Huruf nida’ berjumlah tujuh macam, yaitu
يا=َ أ= أَيْ= آ= هَياَ=أَياَ=وَا
Keterangan :
Huruf Nida (أَيْ) dan (أَ) dipakai untuk menyeru sesuatu yang dekat. (أَياَ), (هَياَ) dan (آ) guna menyeru sesuatu yang jauh. (ياَ) untuk seluruh munada, baik dekat, jauh atau sedang. (وَا) guna ratapan, yaitu dipakai untuk meratapi sesuatu yang dirasakan sakit, Contoh: (وَا كَبِدِي!)
Sedangkan andai (ياَ) ditentukan dalam menyeru nama Allah ta’ala, sampai-sampai nama Allah jangan diseru dengan yang lainnya, dan dalam istighatsah (permintaan tolong), sampai-sampai tidak diizinkan meminta bantu dengan di samping (ياَ)
Huruf . (ياَ) dan (وَا) ditentukan guna nudbah, sampai-sampai selain dua-duanya tidak dapat digunakan guna nudbah, tetapi (وَا) dalam nudbah lebih tidak sedikit digunakan.
Baca Selengkapnya di
sini.
12. TAWABI' LIL MANSHUB
Tabi’ ialah kata yang mengekor hukum kata sebelumnya ditinjau dari segi i’rab.
Istilahnya:
اَلْمَتْبُوْعُ = Kata yang diikuti
اَلتَّابِعُ = Kata yang mengikuti
ada 4 macam tabi' (tawabi') :
a. اَلنَّعْتُ — نَعْتٌ / مَنْعُوْتٌ (NA'AT)
Na’at ialah tabi’ yang menyifati isim sebelumnya. Na’at dapat disebut sifat.
Contoh:
رأيت الأمِيْرَ العادلَ 'saya melihat seorang pemimpin yang adil itu'
Antara Na'at dan Man'ut sama-sama manshub (dibaca nashob dengan tanda nashob fathah).
العادلَ --> NA'AT
الأمِيْرَ --> MAN'UT
Antara Na'at dan Man'ut di atas keduanya mempunyai kedudukan yang sama yaitu Nashob karena Man'ut nya sedang menempati kedudukan Maf'ul, maka Na'at juga harus dibaca Nashob.
Baca Selengkapnya tentang NA'AT di sini:
Na'at (Sifat)
b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)
‘Athaf ialah tabi’ yang terletak sesudah huruf-huruf athaf (huruf-huruf penghubung / penyambung)
Contoh:
اِشْتَرَيْتُ المَنْزِلَ وَ السَّيَّارَةَ >
Saya telah membeli rumah dan mobil
Dari misal diatas dapat anda ketahui bahwa (المَنْزِلَ) sebagai Ma’thuf alaih sebab yang disambungi, sementara (السَّيَّارَةَ) sebagai Ma’thuf sebab yang menyambungkan.
السَّيَّارَةَ --> MA'TUF
وَ --> HURUF 'ATHAF
المَنْزِلَ --> MA'THUF 'ALAIH
Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.
Baca selengkapnya di sini:
Athaf (Penyambung)
c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)
Taukid ialah tabi’ yang dilafalkan di dalam kalimat guna menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:
رَأيْتُ الأُسْتَاذَ نَفْسَهُ (Saya benar-benar melihat ustadz tersebut)
نَفْسُهُ --> TAUKID guna memperkuat bahwa yang dilihat adalah الأُسْتَاذَ
Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini:
Taukid (Penguat)
d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)
Badal ialah tabi’ yang dilafalkan di dalam sebuah kalimat guna mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan ataupun sebagiannya saja.
Contoh:
اَكَلْتُ الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ = Aku sudah memakan roti tersebut sepertiganya (bukan semuanya)
Jadi, yang dimakan itu ialah roti melulu saja tidak semuanya tapi melulu sepertiganya. Yang menjadi misal badalnya ialah kata sepertiganya (ثُلُثَهُ) sementara mubdal minhunya adlah kata roti (الرَّغِيْفَ ).
Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini:
Badal (Pengganti)
Demikianlah penjelasan tentang Isim-isim yang harus dibaca Nashob, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :)