Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts

Singkatan Huruf Pegon untuk Memaknai Kitab Kuning Ala Pondok Pesantren.

Mengkaji kitab kuning di pondok pesantren adalah sebuah kewajiban bagi para santri bahkan termasuk kegiatan wajib mereka, dalam prakteknya, mengkaji kitab kuning hampir semua ponpes di Indonesia menggunakan bahasa jawa dan dengan istilah-istilah khusus yang sudah lahir sejak dulu.     Istilah-istilah tersebut juga jika kita pahami betul, ternyata adalah cara para kiai terdahulu untuk memudahkan santri dalam mempelajari ilmu tata bahasa Arab, yaitu nahwu. contoh saja dalam penulisan mubtada disebutkan dengan utawi, khobar disebut dengan iku, dan sebagainya, selain para kiai memberikan arti setiap kata juga menyebutkan kedudukan nahwu setiap kata.  Baiklah berikut ini adalah singkatan-singkatan huruf pegon yang dapat digunakan para santri dalam memaknai kitab kuning :  Huruf م : utawi / berawal  (kedudukannya mubtada’) Huruf خ : dibaca "iku" dalam bahasa indonesia 'Yaitu'  (dalam Nahwu berkedudukan sebagai khobar) Huruf ج : dibaca 'mongko' atau juga 'maka' (yaitu menjadi kalimat jawab) Huruf حا : dibaca khale atau 'dalam keadaan' (dalam nahwu dinamakan hal) Huruf ع : dibaca 'kerono' atau sebab  (dalam nahwu disebut lam ta’lil) Huruf غ : dibaca senajan atau walaupun (dalam nahwu disebut ghoyah) Huruf فا : dibaca sopo atau siapa 'menunjukan arti subjek, fail ataupun seseorang' (dalam nahwu disebut juga fail yang berakal) Huruf ف : dibaca 'opo' atau apa, berbeda dengan faa di atas, faa yang ini ditulis tanpa alif, huruf ini mengandung arti subjek yang tidak berakal yakni selain manusia, contoh benda, dan lain sebagainya.' Huruf مف : dibaca "ing" mempunyai arti objek atau maf'ul bih dalam ilmu nahwu Huruf نفا : dibaca 'sopo atau opo' dalam bahasa indonesia 'siapa atau apa' tergantung yang kata tersebut manusia atau selain manusia, mengandung arti subjek pengganti dalam kalimat pasif, dalam nahwu disebut juga naibul fail Huruf مع : dibaca 'Sertane' dalam bahasa indonesia  'beserta' (dalam ilmu nahwu biasanya disebut juga dengan Maf'ul Ma'ah) Huruf ن : dibaca 'kang' dalam bahasa indonesia 'yang' (huruf nun juga singkatan dari na'at) Huruf ص : sama dengan nun, dibacanya 'Kang' atau 'yang' hanya saja dalam nahwu disebut juga dengan Shilah, atau kalimat yang berbentuk sifat yang terletak setelah isim maushul Huruf مط : dibaca 'kelawan' atau dengan, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan maful mutlak Huruf تم : dibaca 'apane' atau 'apanya' dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  tamyiz Huruf ظم : dibaca 'ingdalem' atau pada, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  zhorof Huruf نفـ: dibaca 'ora' atau tidak, huruf tersebut singkatan dari nafiyah Huruf س : dibaca 'jalaran' atau sebab, dalam ilmu nahwu biasanya dinamakan sababiah Huruf با : dibaca 'bayane' atau bisa juga menunjukkan kondisi sesuatu dalam ilmu nahwu biasanya disebut bayan Huruf بد : dibaca 'Rupane' atau dalam bahasa indonesia 'ternyata adalah', dalam ilmu nahwu sebagai badal  Penempatan Setiap Singkatan Pegon: Huruf م : utawi / berawal  (kedudukannya mubtada’)  huruf mim berada di awal kata yang berkedudukan mubtada'.   Cara baca : al-hamdu utawi segalane puji, iku lillahi tetep kagungane Allah. Huruf خ : dibaca "iku" dalam bahasa indonesia 'Yaitu'  (dalam Nahwu berkedudukan sebagai khobar)          huruf kho berada pada kanan atas kata yang berkedudukan khobar. Cara baca : al-hamdu utawi segalane puji, iku lillahi tetep kagungane Allah.  Baca Juga : Pengertian tentang mubtada dan khobar.  Huruf ج : dibaca 'mongko' atau juga 'maka' (yaitu menjadi kalimat jawab)    huruf jim (ج) ditulis di samping kalimat jawab dari in (jika). Cara Baca : in jaa.a nalikane teko sopo umaru umar, jaa.a mongko teko sopo ahmadu ahmad.    Huruf حا : dibaca khale atau 'dalam keadaan' (dalam nahwu dinamakan hal)          huruf khaale (حا) ditulis di atas kanan kata yang berkedudukan sebagai haal,  Cara baca : jaa a teko sopo muhammadun muhammad rookiban khaale berkendara  Huruf ع : dibaca 'kerono' atau sebab  (dalam nahwu disebut lam ta’lil)          huruf ain ditulis disamping bawah huruf lam ta'lil.  Huruf غ : dibaca senajan atau walaupun (dalam nahwu disebut ghoyah)           huruf ghoin (غ) ditulis di atas kanan huruf yang menunjukkan arti ghoyah atau walaupun atau kata (لَوْ)  Huruf فا : dibaca sopo atau siapa 'menunjukan arti subjek, fail ataupun seseorang' (dalam nahwu disebut juga fail yang berakal)   huruf faa (فا) ditulis di atas kanan kata yang berkedudukan sebagai fa'il yang berakal (manusia)   Huruf ف : dibaca 'opo' atau apa, berbeda dengan faa di atas, faa yang ini ditulis tanpa alif, huruf ini mengandung arti subjek yang tidak berakal yakni selain manusia, contoh benda, dan lain sebagainya.'  huruf fa ditulis di atas kanan fail yang tidak berakal (seperti kata di atas thooiroh yang artinya adalah pesawat), dibaca opo.   Huruf مف : dibaca "ing" mempunyai arti objek atau maf'ul bih dalam ilmu nahwu    huruf (مف) ditulis di kanan atas kata yang berkedudukan sebagai maf'ul bih, atau objek.  Huruf نفا : dibaca 'sopo atau opo' dalam bahasa indonesia 'siapa atau apa' tergantung yang kata tersebut manusia atau selain manusia, mengandung arti subjek pengganti dalam kalimat pasif, dalam nahwu disebut juga naibul fail          Huruf مع : dibaca 'Sertane' dalam bahasa indonesia  'beserta' (dalam ilmu nahwu biasanya disebut juga dengan Maf'ul Ma'ah)          Huruf ن : dibaca 'kang' dalam bahasa indonesia 'yang' (huruf nun juga singkatan dari na'at)          Huruf ص : sama dengan nun, dibacanya 'Kang' atau 'yang' hanya saja dalam nahwu disebut juga dengan Shilah, atau kalimat yang berbentuk sifat yang terletak setelah isim maushul           Huruf مط : dibaca 'kelawan' atau dengan, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan maful mutlak          Huruf تم : dibaca 'apane' atau 'apanya' dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  tamyiz           Huruf ظم : dibaca 'ingdalem' atau pada, dalam ilmu nahwu disebut juga dengan  zhorof           Huruf نفـ: dibaca 'ora' atau tidak, huruf tersebut singkatan dari nafiyah             Semoga bisa bermanfaat dan bisa lebih mudah dalam memaknai kitab kuning khususnya bagi teman-teman yang sedang di pondok pesantren. :D


Mengkaji kitab kuning di pondok pesantren adalah sebuah kewajiban bagi para santri bahkan termasuk kegiatan wajib mereka, dalam prakteknya, mengkaji kitab kuning hampir semua ponpes di Indonesia menggunakan bahasa jawa dan dengan istilah-istilah khusus yang sudah lahir sejak dulu. 


Istilah-istilah tersebut juga jika kita pahami betul, ternyata adalah cara para kiai terdahulu untuk memudahkan santri dalam mempelajari ilmu tata bahasa Arab, yaitu nahwu. contoh saja dalam penulisan mubtada disebutkan dengan utawi, khobar disebut dengan iku, dan sebagainya, selain para kiai memberikan arti setiap kata juga menyebutkan kedudukan nahwu setiap kata.

Baiklah berikut ini adalah singkatan-singkatan huruf pegon yang dapat digunakan para santri dalam memaknai kitab kuning :

Pengetian Ilmu Nahwu, Sejarah Awal Mula Pembukuannya, dan Tujuan Mempelajarinya


Pengetian Ilmu Nahwu, Sejarah Awal Mula Pembukuannya, dan Tujuan Mempelajarinya


Ilmu nahwu bisa jadi belum begitu familier pada sebagian orang. Ilmu nahwu ini berkaitan dengan bahasa Arab. Apabila kalian mau menekuni serta menguasi bahasa Arab, hingga kalian butuh menguasai ilmu nahwu ini.

47 Kosa Kata Bahasa Arab untuk Sehari-hari Bagi Pemula

47 Kosa Kata Bahasa Arab untuk Sehari-hari Bagi Pemula


Jika teman-teman mempunyai waktu kosong, carilah metode lain yang menyenangkan. Salah satunya belajar bahasa Arab.


Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa yang sangat penting terutama bagi seorang muslim, Dengan belajar bahasa Arab, teman-teman bisa mendalami isi kandungan al-qur'an dan memudahkan kita ketika beribadah kepada Allah SWT. Tidak hanya itu, Bahasa Arab dipakai salah satunya oleh negeri Liga Arab.

Pengertian i"lal dan ibdal dalam Ilmu Sharaf

Pengertian ilal dan ibdal dalam Ilmu Sharaf


Terkadang sebagian huruf di dalam kata bahasa Arab ada yang dihapus atau juga sebagian huruf  menempati posisi huruf-huruf lainnya atau berpindah posisi ke huruf-huruf lain.

Jika hal di atas terjadi pada huruf illat (huruf penyakit, yaitu ي، و dan ا), maka penghapusan, pemindahan posisi huruf atau pergantian huruf tersebut dinamakan juga dengan i’lal, dan apabila terjadi pada selain huruf illat maka dinamakan juga ibdal. Contohnya lafadz اِيْــفَادٌ , huruf ya’ pada lafadz tersebut menempati posisi wawu (karena bentuk awalnya atau bentuk fi’ilnya yaitu أَوْفَدَ, kemudian berubah menjadi اِيْــفَادٌ ), maka contoh kata tersebut adalah termasuk dalam pembahasan i'lal karena yang berubah dan atau diganti hurufnya adalah huruf illat.

Pemahaman bab i’lal dan ibdal dapat membantu kita dalam menggunakan kamus (biasanya kamus al-Munawwir yang mengharuskan pembacanya agar bisa mencari asal kata yang dicari) dengan cara mengetahui pokok-pokok kata.

1. I’lal

I’lal ialah menghapus, mengganti, ataupun merubah posisi huruf illah  (huruf penyakit, yaitu ي، و dan ا) untuk menempati posisi huruf illat (yang diganti/dibuang/dirubah) atau huruf lain dalam satu kata.

Di bawah ini adalah sebagian kaidah yang terdapat pada bab i’lal:

  • Huruf Alif  (ا) Dirubah Menjadi huruf Wawu (و)
Huruf Alif harus dirubah menjadi huruf wawu apabila terletak setelah dhammah.

Contoh:

شَــاهَدَ > شُــوْهِدَ

حَــاكَمَ > حُــوْكِمَ


Alif dirubah menjadi huruf wawu karena huruf sebelumnya berharokat dhommah.


Wawu Diubah Menjadi Ya’


a. Jika huruf wawu  و  dan ya’ ي   berkumpul di dalam satu kata dan salah satunya di antaranya diawali dengan harokat sukun, maka wawu dirubah menjadi huruf ya`.

Misal :
 سَــيِّــدٌ

(Asal katanya adalah سَــيْــوِدٌ, karena terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi  سَــيِّــدٌ)

هَــيِّــنٌت

(Asal  katanya adalah  هَــيْــوِنٌ, terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi هَــيِّــنٌ)


شَــيًّــا

(Asal katanya adalah شَــوْيًـــا, terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi شَــيًّــا)


b. dalam contoh isim maf’ul yang mana terbentuk dari fi’il tsulatsy yang mu’tal akhirnya dengan ya’


Baca Juga:
Pengertian Wazan dan Mauzun Beserta Pembgiannya


Contoh:

مَقْضِــيٌّ

(Asal katanya adalah مَقْضُـــوْيٌ wawu dan ya bertemu dalam satu kata, salah satunya berharokat sukun maka huruf wawu harus diganti menjadi ya maka menjadi مَقْضِــيٌّ )


c. Penggantian wawu menjadi ya juga terjadi jika wawu terletak setelah huruf yang berharokat kasroh maka wawu harus diganti meenjadi wawu, bab ini terdapat pada mashdar fi’il yang berwazan أَفْعَلَ, fa’ fi'ilnya berupa wawu (seperti أَوْضَحَ, أَوْرَدَ dst) atau fi’il yang berwazan اِسْتَفْعَلَ, fa’ fi'ilnya berupa wawu (seperti اِسْتَوْضَحَ, اِسْتَوْرَدَ dst)

Contoh:

أَوْضَحَ :mashdarnya adalah > إِيْــضَاحًا 

Asal katanya adalah إِوْضَاحًا , wawu terletak setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya maka menjadi إِيْــضَاحًا 

أَوْرَدَ :mashdarnya adalah > إِيْــرَادًا

Asal katanya adalah إوْرَادًا , wawu terletak setelah kasroh maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi إِيْــرَادًا

اِسْتَوْضَحَ :mashdarnya adalah >  اِسْتِــيْــضَاحًا 

Asal katanya adalah اِسْتِـوْضَاحًا , wawu terletak setelah kasroh maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi اِسْتِــيْــضَاحًا 



d. Apabila wawu terletak di ujung setelah kasrah.

Contoh:

 السَّامِــي
Asal katanya adalah  السَّامِـو wawu terletak di akhir kata dan jatuh setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi   السَّامِــي

الْعَادِي
Asal katanya adalah  الْعَادِو wawu terletak di akhir kata dan jatuh setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi   الْعَادِي



Huruf Wawu dan Ya’ yang Dirubah Menjadi Hamzah

Wawu dan ya harus dirubah menjadi hamzah jika keduanya jatuh setelah alif tambahan, syarat dari kaidah ini adalah jika hamzah dan ya terletak pada 'ain fi'il di isim fa'il dan terletak di akhir kata pada mashdar, berikut ini adalah penjelasannya:

a. Terdapat pada isim fa’il yang terbentuk dari fi’il tsulatsi yang a'in fi'ilnya berbentuk alif (asalnya adalah wawu atau ya’).

Contoh:

صَــامَ :isim fa'ilnya adalah >  صَائِــمٌ 

Asal katanya adalah صَاوِمٌ , wawu terletak setelah alif tambahan dan wawu menempati ain fi'ilnya isim fa'il, maka wawu harus diganti menjadi hamzah  صَائِــمٌ 


b. Apabila wawu atau ya’ berada di ujung pada mashdar dan terletak setelah alif tambahan.

Contoh:

ٌدُعَاء
Asal katanya adalah  ٌدُعَاو   wawu terletak setelah alif tambahan dan terletak di akhir kata pada mashdar, maka wawu harus diganti menjadi hamzah ٌدُعَاء



Menghilangkan Huruf Wawu Pada Bentuk Maf’ul

Jika isim maf’ul terbentuk dari fi’il tsulatsy yang mu’tal 'ain fi'ilnya (huruf tengahnya berupa huruf illah, seperti قَالَ, بَاعَ dan sebagainya), maka huruf wawu harus dihapus, berikut ini adalah penjelasannya:

Contoh:

 مَــقُــوْلٌ

(Asaln katanya adalah مَقْــوُوْلٌ dengan wazan مَفْعُولٌ, karena kata tersebut terbentuk dari fi'il tsulasy yang huruf tengahnya berupa huruf illah yaitu wawu, maka wawu tambahan yang berharakat sukun harus dihapus dan menjadi مَقْــوُلٌ  , lalu masih ada huruf wawu asli yang mempunyai harakat, maka harakatnya harus dipindah ke huruf sebelumnya untuk memudahkan dalam pengucapan maka menjadi مَــقُــوْلٌ )

 مَبِــيـْـعٌ

(Asalnya مَبْــيُـوْعٌ dengan wazan مَفْعُولٌ, harakat pada huruf ya harus dipindah ke huruf sebelumnya karena huruf sebelumnya adalah huruf shahih tapi malah berharakat sukun maka menjadi مَبُــيْـوْعٌ , bertemulah dua huruf illah yang berharakat sukun yaitu huruf ya 'ain fi'il dan huruf wawu maf'ul 'ـيْـوْ' maka huruf wawu maf'ul harus dibuang karena bertemunya dua huruf yang berharokat sukun maka menjadi  مَبُــيْـــعٌ  , kemudian harokat dhommah pada huruf ba' harus diganti menjadi kasrah karena setelahnya adalah huruf ya maka menjadi   مَبِــيـْـعٌ  )




2. Ibdal        
Adapun Ibdal yaitu menghapus atau membuang huruf dan meletakkan huruf lain pada huruf yang telah dibuang.

Sebenarnya ibdal dan i'lal sangatlah mirip pengertiannya yaitu sama sama melakukan perubahan, pembuangan, atau penggantian pada suatu huruf, hanya saja i’lal itu khusus terjadi hanya pada huruf illat, adapun ibdal bisa masuk pada huruf shahih (kata yang tidak mempunyai huruf illat) dan juga bisa masuk pada kata yang mempunyai huruf illat.

Huruf-Huruf Ibdal

Berikut ini adalah huruf-huruf ibdal, yaitu:
أَحْرُفُ الْإِبْدَالِ هَدَأْتُ مُوْطِيَا       
  • Ha’   (هــ)
  • Dal (د)
  • Hamzah  (أ)
  • Ta’ (ت)
  • Mim (م)
  • Wawu  (و)
  • Tha’ (ت)
  •  Ya’ (ي)
  • Alif  (ا)

Di bawah ini  adalah  beberapa keadaan yang terjadi pada bab ibdal.

Merubah Huruf pada Fa’ fi'il yang Barupa Wawu atau Ya Menjadi  Huruf Ta’ (ت)

Jika terdapat fi’il tsulatsy yang fa’ fi'ilnya berupa wawu (contoh وَصَفَ) atau huruf ya (contoh يَسَرَ), dan dirubah ke wazan (اِفْتَعَلَ), maka wawu atau ya nya harus dirubah menjadi huruf ta’(ت).

Misal:

وَصَفَ :mengikuti wazan (اِفْتَعَلَ)  maka menjadi > اِتَّــصَفَ

اِتَّــصَفَ
Asal katanya adalah إوْتَصَفَ , lalu huruf wawu diganti menjadi ta' (ت) maka menjadi إتْــتَـصَفَ , lalu ta' yang pertama dan kedua digabungkan atau diidghomkan dengan tasydid maka menjadi  اِتَّــصَفَ 

وَسَمَ :mengikuti wazan (اِفْتَعَلَ)  maka menjadi > اِتَّــسَمَ

Asal katanya adalah إوْتَسَمَ , lalu huruf wawu diganti menjadi ta' (ت) maka menjadi إتـْتَسَمَ , lalu ta' yang pertama dan kedua digabungkan atau diidghomkan dengan tasydid maka menjadi  اِتَّــسَمَ


Perkara di atas juga terjadi pada fi’il mudhore dan mashdar.

Contoh:

يَـتَّــصِفُ : اِتِّــصَافًا

يَــتَّــسِمُ : اِتِّــسَامًا



Merubah Huruf  Ta’ (ت) Menjadi Huruf Dal (د)

Jika terdapat fi’il tsulatsy yang fa’ fi'ilnya adalah huruf dal (contoh دَخَرَ) dan dijadikan wazan (اِفْتَعَلَ), maka huruf ta tambahan pada wazan اِفْتَعَلَ diubah menjadi dal, setelah itu dal huruf fa' fi'il asli dan dal yang kedua tadi diidghomkan.

Misal:

دَخَرَ : اِدَّخَرَ
Asal katanya adalah اِدْتَــخَرَ , lalu karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dal, maka ta pada kata tersebut harus diganti menjadi dal, maka menjadi اِدْدَخَرَ   , setelah itu kedua dal yang berkumpul tersebut diidghomkan atau digabungkan dengan tasydid maka menjadi اِدَّخَرَ

دَعَى : اِدَّعَى
Asal katanya adalah اِدْتَـــعَى , lalu karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dal, maka ta pada kata tersebut harus diganti menjadi dal, maka menjadi اِدْدَعَى   , setelah itu kedua dal yang berkumpul tersebut diidghomkan atau digabungkan dengan tasydid maka menjadi اِدَّعَى

Perkara di atas juga terjadi pada fi’il Mudhore’ dan mashdar.

Contoh:

يَــدَّخِرُ : اِدِّخَارًا

يَــدَّعِي : اِدِّعَاءً



Merubah Huruf Ta’ (ت) Menjadi Huruf Tho’ (ط)

Jika terdapat fi’il tsulatsi yang fa’ fi'ilnya adalah berupa huruf shod (ص) dhad  (ض) , tha’  (ط) atau zha’  (ظ) dan dijadikan wazan (اِفْتَعَلَ), maka fa’ fi'il tersebut harus diubah menjadi tha’ (ط).

Misal:

صَادَ : اِصْــطَــادَ
Asal katanya adalah اِصْــتَــادَ  , karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf shod  (ص), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِصْــطَــادَ

ضَرَبَ : اِضْــطَــرَبَ
Asal katanya adalah اِضْــتَــرَبَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dhad  (ض), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِضْــطَــرَبَ


طَلَعَ : اِطَّــلَعَ
Asal katanya adalah اِطْــتَــلَعَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf tha’ (ط), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِطْطَـلَعَ setelah itu kedua tho' tersebut diidhgomkan atau digabungkan maka menjadi اِطَّــلَعَ

طَرَدَ : اِطَّــرَدَ
Asal katanya adalah اِطْــتَـرَدَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf tha’ (ط), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِطْطَرَدَ setelah itu kedua tho' tersebut diidhgomkan atau digabungkan maka menjadi اِطَّــرَدَ


Hal ini juga terjadi pada fi’il mudhari’ dan mashdar.

Contoh:

يَصْــطَــادُ : اِصْــطِــيَادًا 
يَضْــطَــرِبُ : اِضْــطِــرَابًا 
يَــطَّــلِعُ : اِطِّــلَاعًا 
يَــطَّــرِدُ : اِطِّــرَادًا



Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dikitab berikut ini:



  • Syarah Alfiyah Ibnu Aqil

  •   DOWNLOAD



  • Qowaidul I'lal fis Sharf




  • _______________

    Referensi:
    • Syarah Alfiyah Ibnu Aqil    
    • Qowaidul I'lal fis Sharf

    Cara Membuka File (.jdvu) Kamus Al-Munawwir Menggunakan WinDjView.

    Postingan ini saya buat khusus untuk menjawab pertanyaan temen-temen cara membuka kamus munawwir yang sebagian temen-temen banyak yang bingung cara membukanya.

    Oke langsung saja, berikut ini adalah cara membuka file kamus Al-Munawwir menggunakan tool WinDjView:

    1. Download kamus Al-Munawwir terlebih dahulu di sini :

    DOWNLOAD

    2. Setelah didownload, extract file Zip yang sudah temen-temen download dengan cara klik kanan pada file tersebut lalu pilih 'Extract Here..'


















    3. Setelah di-extract maka akan muncul file berbentuk folder seperti gambar dibawah ini, lalu bukalah folder tersebut:



    4. Pada folder tersebut temen-temen pilih file 'WinDjVu_05' yang berbentuk WinRAR seperti gambar di bawah ini:



















    5. Setelah temen-temen buka file tersebut di atas, lalu pilih file yang bernama 'WinDjView-0.5.exe'





    6. Setelah temen-temen buka file di atas 'WinDjView-0.5.exe', maka akan tool 'WinDjView' akan muncul, setelah itu pilihlah 'Open' folder pada tool tersebut.
























    7. Cari file yang bernama 'munawir_arab_indo.djvu' yang berada pada folder yang sebelumnya sudah temen-temen extract.
























    8. Setelah langkah di atas, seharusnya kamus al-munawwir temen-temen sudah bisa dibuka seperti gambar di bawah ini























    Selamat mencoba temen-temen, dan semoga berhasil. temen-temen yang masih belum terbiasa dengan menggunakan kamus munawwir, saya sarankan untuk membuka kembali postingan saya tentang ini:
    Artikel di atas dapat membantu temen-temen dalam mencari kosakata yang ada pada kamus al-munawwir terutama kitab tashir shorof di atas ya, karena untuk menggunakan kamus al-munawwir temen-temen harus mencari terlebih dahulu bentuk fi'il madhi kata yang temen-temen cari terlebih dahulu, baru kemudian temen-temen akan menemukan kosa kata yang dicari.

    Semoga artikel tutorial ini membantu, selamat belajar. :D

    Kaidah Penulisan Hamzah yang Benar Dalam Bahasa Arab


    Sebelum kita memahami kaidah penulisan hamzah ada baiknya kita awali dengan pembahasan harokat terlebih dahulu, bahwasanya dalam Bahasa Arab terdapat 4 harakat yang digunakan (Kasrah, Dhammah, Fathah, dan Sukun) keempat harakat tersebut mempunyai tingkat kekuatan yang berbeda, dan tiap-tiap harakat memiliki pasangan huruf yang berbeda, berikut ini tabelnya:

    Pengertian Al-khath [الخط] dalam Bahasa Arab


    Pengertian Al-khath [الخط] dalam Bahasa Arab



    Al-khath
    Pengertian khath : membentuk lafal dengan huruf hijaiyah yang diucapkan,agar apa yang ditulis sesuai dengan huruf yang diucapkan.
    Pada dasarnya setiap kata hendaknya ditulis dengan bentuk lafadznya, kira-kira dari permulaan dan berhentinya. Dan inilah hakikat dari kitabah. Oleh karena itu:
    Mereka menulis hamzah washal di tengah kalimat walaupun hamzah tersebut tidak dibaca. Karena apabila lafal yang ada hamzah washalnya itu dibuat permulaan kalimat,maka hamzah washal tadi harus dibaca. Contoh :
    Hamzah washal
    Arti
    Tidak dibaca
    Dibaca
    جاء الحق
    الحق جاء
    Kebenaran telah datang
    سافر ابنك
    ابنك سافر
    Anak (lk) mu sudah datang


    Kecuali apabila alif lam itu didahului oleh lam jar atau lam ibtida, maka hamzahnya harus dibuang. Misal: للرجل , للمرأة
    Contoh :
    Lafadz
    Arti
    للرجل أقوى من المرأة
    Bagi seorang laki-laki lebih kuat dari pada wanita
    و للمرأة عاطفة منه
    Bagi seorang wanita lebih halus kasih sayangnya dibanding laki-laki


    Mereka menulis ha’ mati seperti contoh berikut ره زيدا و قه نفسك karena ketika diwaqafkan anda akan mengucapkannya و قه ره dalam firman Allah juga “ "لكنا هو الله ربيkarena asal katanya yaitu لكن و أنا
    Mereka menulis dengan ha’ terhadap ta’ta’nits yang diwakafkan dengan ha. Seperti فاطمة و رحمة
    Mereka menulis dengan (bentuk) ta’ terhadap ta’ ta’nits yang apabila wakaf dibunyikan dengan ta’
    Misalkan : أخت , بنت, فاطمات, رحمات
    Ada yang mengikuti pendapat pertama, yaitu dengan ta’ mabshutoh (ta’ yang tidak dibaca ha ketika wakaf), maka ia menulisnya dengan ta’ seperti : فاطمت, رحمت , ada juga yang mengikuti pendapat lain yang dengan ha’ ,maka menulisnya dengan ha’. Seperti : فاطماه, رحماه
    mereka menulis isim berharakat yang dibaca nashab dengan ditambah alif di akhir kata. Karena lafadz tersebut ketika waqaf di waqafkan dengan alif, seperti : رأيت خالدا
    mereka menulis lafadz إذا dan nun taukid dengan alif, contohnya lafadz اكتبا karena ia ketika waqaf diwaqafkan dengan alif. Dan ada yang mewaqafkannya dengan nun, maka menulisnya dengan nun pula seperti أكتبن , إذن
    Mereka menulis isim manqus yang ya’ nya dibuang karena tanwin dengan tanpa memasang ya’ , karena ia diwaqafkan dengan ya’. Misalnya : قاض

    Pengertian Kalam [الكلام] dan Pembagiannya dalam Ilmu Nahwu


    Pengertian Kalam [الكلام]  dan Pembagiannya dalam Ilmu Nahwu


    Pengertian

    Sesuai arti bahasa kalam adalah isim yang diucapkan oleh manusia baik itu berfaedah atau tidak, sedangkan sesuai arti istilah kalam adalah :

    الكَلَامُ هُوَ اللَّفْظُ المُرَكَّبُ المُفِيْدُ بِالوَضْعِ

    Kalam adalah lafadz (اللَّفْظُ) yang tersusun (المُرَكَّبُ), berfaedah (المُفِيْدُ), dan diucapkan dengan sadar (بالوضع).

    Maksud dari arti di atas menurut para ahli nahwu yaitu kalam itu harus memenuhi empat syarat, yaitu:

    اللَّفْظُ  /  lafadz yang dimaksud lafadz adalah suara yang mengandung beberapa huruf hijaiyah, contoh jika kamu katakan 'زَيْدٌ' , maka itu suara yang tersusun dari huruf hijaiyah berupa ز ي د, jika tidak tersusun dari huruf hijaiyah seperti suara benda yang jatuh maka tidak termasuk lafadz.

    المُرَكَّبُ  / yang tersusun : maksudnya ialah yang tersusun dari dua kata atau lebih, contoh:
     قَامَ زَيْدٌ
    زَيْدٌ قَائِمٌ
    pada contoh pertama tersusun dari fi'il dan fa'il, setiap fa'il itu dibaca rofa', maka kata زَيْدٌ dibaca rofa' dengan tanda rofa'nya yaitu dhommah, dan pada contoh kedua di atas tersusun dari mubtada' dan khobar, setiap mubtada' dibaca rofa' karena berada di awal kalimat, dan khobar juga dibaca rofa' karena mubdata'.
    Maka yang dimaksud dengan murokkab itu tersusun dari dua atau lebih kata, dan jika hanya terdapat satu kata saja 'زَيْدٌ' maka bukan termasuk kalam menurut ahli nahwu.

    المُفِيْدُ   /  berfaedah: maksudnya adalah kalimat yang diucapkan itu harus memiliki faedah yang membuat pembicara dan lawan bicaranya itu diam karena sudah paham dengan yang dikatakan, contoh seperti kalimat:
     قَامَ زَيْدٌ  Zaid berdiri
    زَيْدٌ قَائِمٌ  Zaid orang yang berdiri
    maka kedua kalimat di atas itu memberikan faedah atau informasi lengkap dan utuh kepada pembicara dan lawan bicaranya bahwa zaid berdiri, maka sesungguhnya pendengar/lawan bicara jika mendengarkan kedua kalimat di atas tidak menunggu apapun, itu yang menunjukkan bahwa ia paham karena kalimatnya sudah sempurna, dan membuat pembicara diam karena tidak perlu menjelaskan apapun lagi.

    Adapun kata yang murokkab tapi tidak mufid, contoh:
     غُلَامُ زَيْدٍ Anak Zaid
    إنْ قَامَ زَيْدٌ  Jika zaid berdiri
    pada contoh pertama, itu hanya susunan yang mudhof - mudhof ilaih yang kedudukannya hanyalah kata tanpa penjelas dan tanpa fi'il.
    dan contoh kedua, itu adalah kalimat syarat yang diawali dengan 'jika' dan tidak mengandung kalimat jawab, maka contoh kedua juga menjadi tidak lengkap dan membuat orang yang mendengar akan bertanya lagi. 
    maka kedua contoh di atas walaupun murokkab atau tersusun tapi karena tidak berfaedah maka ia tidak termasuk kalam.

    بالوضع  /  diucapkan secara sadar Sebagian ulama nahwu menafsirkan kata ini dengan kata 'sadar', maka semua kata atau yang diucapkan oleh "orang tidur/ngelindur" "orang gila" maka tidak termasuk kalam menurut ahli nahwu, sebagian dari ahli nahwu juga menafsirkan kata بالوضع dengan perkataan orang Arab, maka perkataan orang selain Arab itu juga tidak termasuk kalam menurut ahli nahwu.



    Pembagian kalam

    Kalam itu ada tiga, yaitu:

    Isim

    Selengkapnya di sini

    Fi'il 

    Selengkapnya di sini

    Huruf

    Selengkapnya di sini


    Demikianlah penjelasan tentang kalam dan pembagiannnya, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :)

    Pengertian Jumlah Mufidah (الجملة المفيدة) dalam Ilmu Nahwu [Kutipan Kitab Nahwu Wadhih]

    Pengertian Jumlah Mufidah (الجملة المفيدة)  dalam Ilmu Nahwu [Kutipan Kitab Nahwu Wadhih]


    Contoh:

    البَيْتُ جَمِيْلٌ                      Rumah itu bagus

    الشَّمْسُ غَارِبَةٌ                  Matahari terbenam

    ذَهَبَ عَلِيٌّ إِلَى المَدْرَسَةِ        Ali pergi ke sekolah

    السَّيَّارَةُ كَبِيْرَةٌ                   Mobil itu besar

    قَطَفَ زَيْدٌ وَرْدَةً                Zaid memetik bunga mawar


    Pembahasan:

    Jika kita lihat contoh-contoh di atas, maka semuanya tersusun dari dua kata, bahkan lebih. Salah satunya pada contoh pertama, kata pertama  'البَيْتُ' dan kedua 'جَمِيْلٌ'. Jika kita hanya menggunakan satu kata saja misal 'البَيْتُ/Rumah' maka itu tidak memahamkan dan hanya mempunyai arti tunggal yaitu rumah, satu kata ini tidak cukup untuk memahamkan lawan bicara kita, begitu juga jika kita hanya menggunakan kata keduanya saja yaitu 'جَمِيْلٌ/bagus', pasti memunculkan pertanyaan, apa yang bagus? siapa yang bagus? apanya yang bagus?. Maka dari itu kita gabungkan kedua kata tersebut sesuai tata Bahasa Arab yang benar maka menjadi 'البَيْتُ جَمِيْلٌ' 'Rumah itu bagus', dengan begitu kita sudah paham secara sempurna dan kalimat tersebut menambah informasi berfaidah yang sempurna bahwa 'Rumah itu lah yang bagus'. Begitu juga dengan contoh-contoh kalimat selanjutnya.

    Sampai sini kita paham bahwa hanya satu kata saja itu tidak cukup untuk berkomunikasi, tapi butuh susunan dua kata atau lebih sampai membuat orang yang mendengarkan itu mendapatkan informasi penting yang lengkap dan utuh.

    Adapun contoh kata:
    قُمْ        'Berdirilah!'
    إجْلِسْ   'Duduklah!'
    تَكَلَّمْ      'Bicaralah!'
    yang secara dhohir kata-kata di atas hanyalah sendirian atau tunggal, tapi sebenarnya kata di atas sudah cukup memahamkan kepada lawan bicara, karena sebenarnya kata-kata di atas tidaklah hanya tersusun dari satu kata saja, melainkan sebenernya kata-kata di atas adalah kalimat yang tersusun dari dua kata, salah satu di antaranya terucap, contoh pada kata di atas 'قُمْ', kata tersebut terucap tapi yang tidak terucap adalah kata 'انْتَ/kamu' yang dipahami oleh pendengar dari percakapan tersirat walaupun tidak diucapkan.



    Kaidahnya:


    1. Susunan yang memberikan pemahaman secara sempurna atau informasi berfaidah yang utuh adalah jumlah [kalimat] mufidah [bermanfaat], dan disebut juga dengan kalam.
    2. kalimat yang mufidah terkadang tersusun dari dua kata, bahkan terkadang juga tersususun lebih dari dua kata, dan setiap kata yang ada pada kalimat tersebut adalah bagian dari kalimat itu sendiri.


    Demikianlah penjelasan singkat tentang jumlah mufidah dalam Ilmu Nahwu, penejalasan di atas saya ambil dari kitab Nahwu Wadhih juz 1, temen-temen bisa download kitabnya dengan klik link di bawah ini:





    Referensi:
    • Kitab Nahwu Wadhih






    Pengertian Nama, Kunyah, dan Laqob [الاسم والكنية واللقب] dalam Bahasa Arab


    Pengertian Nama, Kunyah, dan Laqob [الاسم والكنية واللقب] dalam Bahasa Arab

    Pengertian Nama [الاسم]

    Nama adalah sesuatu yang digunakan untuk menentukan benda/objek yang dinamai, baik itu menunjukkan arti pujian ataupun menunjukkan ejekan, seperti:
    menunjukkan pujian: سَعِيْدٌ  [Kebahagiaan]
    menunjukkan celaan: حنْظَلَةٌ  [Labu pahit]
    Atau nama itu tidak menunjukkan keduanya [tidak menunjukkan pujian & celaan] seperti:
    زَيْدٌ     [Zaid]
    عَمْرٌو  ['Amr]
    Baik itu bersumber dari nama Ibu atau Ayah, atau bahkan tidak bersumber dari keduanya. Yang jelas yang dimaksud dengan nama di sini adalah penamaan awal [nama lahir, bukan nama julukan, laqob, atau lainnya].

    Pengertian Nama Kunyah [العَلَم الكُنْيَة]

    Berbeda dengan pengertian nama di atas, nama kunyah adalah  nama kedua [nama setelah nama asli], dan bersumber dari Bapak atau Ibu, Contoh:
    أَبِي الفَضْلِ    [Bapaknya keutamaan]

    أُمُّ كٌلْثُوْم   [Ibu  Kalthum] 

    ***
    Note: Kata كٌلْثُوْم adalah istilah orang Arab, yang arti aslinya adalah Banyaknya daging pada kedua bagian pipi [Gembil]


    Pengertian Laqob [العلم اللقب]

    Sedangkan laqob adalah nama ketiga [atau setelah nama kunyah], baik itu bernada pujian seperti:
    رَشِيْدٌ                    [Pembimbing]
    زَيْنَ العَابِدِيْنَ         [Menghiasi para hamba]

    ataupun laqob tersebut bernada ejekan/celaan, contoh':
    الأعْشَى   [julukan/ejekan yang ditunjukan orang Arab pada orang yang lemah penglihatannya atau juga orang yang tidak melihat di malam hari.

    الشّنْفرِي [julukan/ejekan yang ditunjukkan orang Arab pada orang yang besar mulutnya atau banyak ngomong]

    Dari pengertian di atas, maka jika ada orang yang mempunyai nama yang diawali dengan kata 'اب' atau 'أم' dan nama tersebut tidak menjuru pada pujian atau celaan, maka nama tersebut masuk pada kategori nama asli dan juga nama kunyah.

    Adapun barangsiapa yang mempunyai nama yang menunjukkan pujian atau celaan, dan tidak diawali dengan kata 'اب' atau 'أم', dan tidak ada embel-embel apapun di belakangnya, berarti nama tersebut bisa saja nama aslinya atau juga nama laqobnya [julukannya].

    Tapi bila nama tersebut menunjukkan pujian atau celaan, dan di awali kata 'اب' atau 'أم', maka itu termasuk nama aslinya, kunyah, dan juga julukanya. Adapun nama yang menunjukkan pada nama asli, kunyah dan julukan sangatlah jarang, bila pun ada pasti itu adalah nama aslinya dari lahir bukan julukan atau lainnya.


    Hukum Nama, Kunyah, dan Laqob.

    * Jika nama asli dan laqob bergabung jadi satu, maka harus diawali dengan nama asli baru kemudian diakhiri dengan nama laqob, seperti:
    هَارُون الرشِيد  [Harun seorang pembimbing]
    أُوَيْس القَرني  [Uwais sang petinggi]
    Adapun nama kunyah, jika digabungkan dengan nama asli atau nama laqob maka susunannya tidak perlu disusun rapi, seperti:
    أبو حفص عُمر
    عُمر أبو حفص

    * Jika ada dua nama yang menunjuk pada satu orang, jika kedua nama tersebut mufrod [tunggal], maka kamu sandarkan nama pertama pada nama yang kedua, contoh:
    هذا خَالدٌ تَميمٌ   [Ini adalah kholid yaitu tamim]
    maka hukum i'robnya adalah nama kedua 'tamim' harus mengikut pada nama pertama 'kholid' karena sebenarnya nama 'tamim' adalah badal dari nama pertama 'kholid'.

    * Apabila kedua nama itu berupa murokkab [susunan], atau salah satu nama berupa mufrod dan nama yang lain adalah murokkab, maka nama kedua harus mengikuti nama pertama dalam hal i'rob.

    Contoh nama pertama diawali dengan kunyah dan susunan mudhof-mudhof ilaih:
    هذا أبو عبد الله مُحمدٌ   [ini adalah Abu Abdillah yaitu Muhammad]
    رَأيْتَ أبا عَبد اللهِ مُحمدًا  [Kamu melihat Abu Abdillah yaitu Muhammad]
    مَرَرْتُ بِأبِي عبد الله محمدٍ   [Saya berpapasan dengan Abu Abdillah yaitu Muhammad]

    Perhatikan tiga kalimat di atas, beda kalimat dan konteks maka beda pula cara membacanya,
    Kalimat pertama:
    - nama pertama adalah susunan kunyah dan diikuti susunan mudhof-mudhof ilaih أبو عبد الله , nama pertama ini kedudukannya sebagai khobar dari هذا , maka dibaca rofa' dengan tanyanya huruf wawu 'أبــو'
    - nama kedua adalah nama asli 'مُحمدٌ', maka sesuai aturannya, nama kedua ini harus dibaca rofa' juga mengikuti nama pertama.

     Kalimat kedua:
    - nama pertama juga sama kunyah dan diikuti susunan mudhof-mudhof ilaih أبا عَبد اللهِ, berkedudukan maf'ul bih atau objek maka dibaca nashob, tanda nashobnya alif pada kata أبا.
    - nama kedua adalah asli مُحمدًا, dibaca nashob karena mengikuti nama pertama, tanda nashobnya fathah.

    Kalimat ketiga:
    - nama pertama : أبِي عبد الله berdudukan sebagai majruur, atau dibaca jar tanda jarnya adalah huruf yaa pada kata أبِي
    - nama kedua: محمدٍ dibaca jar juga karena mengikuti nama pertama. 

    Contoh nama pertama diawali dengan nama asli dan nama kedua dengan kunyah dan tarkib idhofah:
    هذا عليٌّ زَيْنُ العابدين [ini adalah Ali penghias para hamba]
    رأيتُ عَليًّا زَينَ العابدين [Saya melihat Ali penghias para hamba]
    مررتُ بعليٍّ زَينِ العابدين [Saya berpapasan dengan Ali penghias para hamba]


     Demikianlah penjelasan tentang Nama, Kunyah, dan Laqob dalam Bahasa Arab, semoga bermanfaat ya teman-teman.
    Penjelasan di atas bisa dibaca secara lengkap di kitab Jamiud Durus Juz 1 hal. 110-111. Temen-temen bisa download langsung kitabnya di bawah ini:



    DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF




    Referensi:
    • Kitab Jami'ud Durus Juz 1 hal. 110-111






    Isim Aswat/Isim Suara [أسماء الأصوات] dalam ilmu Nahwu

    Isim Aswat/Isim Suara [أسماء الأصوات] dalam ilmu Nahwu

    Dalam bahasa Arab isim biasa diartikan sebagai kata yang menunjukkan suatu arti dan tidak berhubungan dengan waktu, atau biasa kita sebut dengan kata benda. Asmaul Aswat juga salah satu bagian dari isim.

    Pengertian Isim Aswat

    Isim aswat sesuai namanya adalah isim yang terbentuk dari suara, baik itu suara hewan yang tidak berakal ataupun yang masih belum bisa berbicara seperti anak kecil/bayi, atau juga suara benda mati yang terkena gesekan atau benda jatuh, atau juga suara pukulan, dan lain sebagainya.

    Semua Isim suara atau isim aswat hukumnya disamakan dengan Isim Fi’il, nah dengan kata lain isim aswat tetap memakai  satu format  lafal dalam penunjukkan sebuah  makna, isim aswat bisa beramal tapi tidak bisa diamali, baik tunggal, dual, jamak, male dan female.

    Pembagian Isim Aswat

    Isim Aswat terdapat  dua kategori:

    1. Lafazh-lafazh yg ditujukan untuk  Hewan yg tidak berakal atau tidak dapat berkata  (seperti anak kecil). contoh:

    هَيْدٌ “Haid!” atau هَاد “Haad!” digunakan  untuk membentak Unta yang lambat jalannya supaya  kencang.

    هُسْ “Hus” digunakan  untuk menghalau Kambing.

    كَِخْ كَِخْ “kakh-kakh” digunakan  untuk menangkal  anak kecil. Dll

    2. Untuk mengisahkan  Bunyi/suara dari fauna  atau benda mati dll. contoh:

    غاق “Ghaaq” suara burung gagak.

    طق “Thaq” suara batu jatuh.

    قب “Qabb” suara pukulan pedang. dll

    semua Isim Aswat ialah  Sima’iy bawaan dari orang Arab.

    Demikianlah penjelasan singkat tentang isim aswat, penjelasan yang lebih rinci dan detail bisa diliat pada kitab jami'ud durus Juz 1 hal. 159-160. Selamat belajar. :)


    Temen-temen bisa men-DOWNLOAD kitab Jami'ud Durus secara gratis di sini:

    DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF

    Referensi:


    • Kitab Jami'ud Durus Juz 1 hal. 159-160.