Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About

Pengertian Isim-isim Kinayah [أسماء الكناية] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim-isim Kinayah [أسماء الكناية] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim Kinayah

Menurut Syaikh Mustofa Gholaayiiny dalam kitabnya "Jaamiud durus" isim kinayah adalah lafadz-lafadz yang menunjukan arti mubham [umum] yang mengibaratkan seseuatu yang masih belum jelas seperti: jumlah, keadaan/kejadian, atau kegiatan.

Artikel Terkait: DOWNLOAD FULL KITAB JAMI'UD DURUS AL-ARABIYYAH (Juz 1, 2, dan 3 'Lengkap') file PDF

Maksudnya yaitu isim kinayah adalah isim yang menunjukan arti umum yang dimaksudkan untuk menunjuk arti jumlah, keadaan, atau kegiatan seseorang.

Contoh dalam bahasa Indonesia:

"Berapa banyak orang yang ikut ke pengajian?"
"Saya mengatakan demikian-demikian.."
"Saya punya buku kaya gini.."

Contoh dalam bahasa Arab:

كَمْ عِلْمًا تَعْرِفُ؟
"Berapa pengetahuan yang kamu ketahui?"

جِئْتُ يَوْمَ كَذَا
"Saya datang pada hari anu"

و كَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَمَوَاتِ وَ الأرْضِ
"Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi 


bisa dimengerti kan ya maksud dari isim kinayah? kata-kata di atas adalah kata yang masih belum jelas tapi mengisyaratkan suatu jumlah, keadaan, ataupun kegiatan.


Isim-isim Kinayah 

Adapun isim kinayah yang dimaksud adalah sebagai berikut:


  • كَمْ [Berapa]

Adapaun kata 'كَمْ' mempunyai dua arti atau maksud, yaitu:
Pertama, Istifhamiyah, yaitu menunjukkan pertanyaan yang mengisyaratkan suatu jumlah yang masih belum jelas yang dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pastinya berapa. Contoh:

كَمْ يَوْمًا تَسْكُنُ فِى المَدِيْنَةِ؟
"Berapa hari kamu tinggal di kota?"

Kedua, Khobariyah, yaitu mengisyaratkan sebuah bilangan jumlah yang banyak dengan cara kabar [berita], Contoh:

كَمْ كِتَابٍ عِنْدِي
"Betapa banyaknya buku yang saya punya"

atau sama saja dengan:

عِنْدِ كُتُبٌ كَثِيْرَةٌ
"Saya mempunyai banyak buku"

Note:
- Pada contoh kedua di atas [كم] yang khobariyah, kata 'كِتَابٍ' dibaca jar karena menjadi Mudhof ilaih, dan kata 'كَمْ' selain ia adalah kam khobariyah, ia juga menjadi mudhof.


  • كَذَا [Demikian-demikian]

Adapun kata 'كَذَا' yaitu menunjukkan jumlah yang juga belum pasti berapanya. Contoh:

Menunjukkan jumlah yang tidak pasti berapanya:

قُلْتُ كَذَا
"Saya mengatakan demikian-demikian"

فَعَلْتُ كَذَا
"Saya melakukan demikian-demikian"

Menunjukkan jumlah tunggal:

جِئْتُ يَوْمَ كَذَا
"Saya datang pada hari anu"

Namun biasanya, kata 'كَذَا' ini sering sekali digunakan dengan cara mengulangnya dua kali sembari ditambahkan huruf 'athof yaitu 'كَذَا وَ كَذَا', contoh:

 قُلْتُ كَذَا وَ كَذَا
"Saya mengatakan demikian dan demikian"

Adapaun penggunakan kata 'كَذَا' satu kali atau tanpa huruf 'athof, sangatlah jarang.


  • كَأيِّنْ  [Betapa Banyak]

Adapun kata 'كَأيِّنْ' yaitu maknanya sama seperti 'كَمْ الخَبَرِِيَّةُ' [kam khobariyah]. Yaitu mengisyaratkan sebuah bilangan jumlah yang banyak dengan cara kabar [berita], Contoh:

و كَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَمَوَاتِ وَ الأرْضِ
"Dan betapa banyak tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi 

وَ كَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ
"Dan betapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa."

Asal kata 'كَأيِّنْ' adalah terbentuk dari kata kaf at-tasybih [huruf ك yang artinya adalah 'menyerupai/seperti'] dan kata 'أيٍّ', dan karena tanwin sudah menjadi bagian dari kedua susunan tersebut maka ditulis dengan huruf nuun 'ن', maka jadilah kata baru 'كَأيِّنْ'.

Boleh juga menuliskannya sesuai asal katanya yaitu 'كَأَيٍّ'. Ada juga yang menulisnya dengan 'كَائِن', seperti contoh syair di bawah ini:

و كَائِن تَرَى من صَامتٍ لَك مُعجِبٍ             زِيَادَتُهُ أوْ نَقْصُهُ في التكلّم



  • كَيْتَ dan ذَيْتَ [Begini dan begini]

Adapun kata 'كَيْتَ dan ذَيْتَ ' keduanya mempunyai arti yang mengisyaratkan tentang suatu kalimat/ungkapan, baik itu berupa perkataan [terungkap], maupun berupa perilaku [yang dilakukan]. Seperti halnya penggunaan kata 'فُلَان'  [menyebut seorang lelaki yang belum diketahui/sengaja dirahasiakan identitasnya] dan 'فُلَانَة [menyebut seorang lelaki yang belum diketahui/sengaja dirahasiakan identitasnya] dalam menyebut seseorang yang belum jelas.

Untuk penggunakan kata 'كَيْتَ' biasanya khusus dalam perkataan, dan penggunaan kata 'ذَيْتَ' biasanya khusus dalam perbuatan/melakukan sesuatu. Keduanya juga harus diulang dua kali, contoh:

قُلْتُ كَيْتَ وَ كَيْتَ
"Saya katakan begini dan begini"

فَعَلْتُ ذَيْتَ وَ ذَيْتَ
"Saya melakukan begini dan begini"


Demikianlah penjelasan tentang isim-isim kinayah dalam ilmu nahwu, semoga dapat menambah pengetahuan kita tentang ilmu nahwu. Selamat belajar dan terimakasih sudah berkunjung. :)



Referensi:


  • Kitab Jami'ud Durus Al-Arobiyyah


Pengertian Idhofah [الإضافة] dalam Ilmu Nahwu Beserta Contoh-contohnya

Pengertian Idhofah [الإضافة] dalam Ilmu Nahwu Beserta Contoh-contohnya

Pada peluang kali ini penulis bakal menjelaskan mengenai Pengertian Idhafah dalam ilmu nahwu. Agar lebih jelas tentang ilmu tersebut ayo kita pelajari di bawah ini.

Pengertian Idhafah

Idhofah ialah salah satu dari tiga isim [kata benda] yang di jer_kan. Sebagaimana di dalam buku Matan al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy yang diterjemahkan oleh K.H. Moch. Anwar, diterangkan sebagai berikut:

المخفوضات ثلاثة: مخفوضة بالحرف ومخفوض بالاضافة وتابع للمخفوض

Lafadz-lafadz yang di-jer-kan terdapat tiga macam, yaitu:
    Lafadz yang di-jer-kan oleh huruf jar, contoh: فِي الفَصْلِ
    Lafadz yang di-jer-kan dengan idhofah, contoh:  كِتَابُ زَيْدٍ
    Lafadz yang ngikut lafadz yang di-jer-kan (karena menjadi na’at, athaf, taukid, badal),
contoh:
  na'at: بسمِ اللهِ الرّحمنِ الرّحيمِ
  athaf:  نَظَرْتُ إلَى الجَبَلِ وَ البَحْرِ
  taukid: جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ
  Badal: مررتُ بالمُسْلِمِيْنَ أجمعيْن

Kata Nazhim:


            “yang mengejerkan isim tersebut ada tiga macam, yaitu: huruf, mudhaf, dan lafadz yang mengikuti.”


Al-Ustadz Aunur Rofiq Ibn Ghufran menjelaskan dalam bukunya “Ringkasan Kaidah-kaidah Bahasa Arab”, bahwa idhofah ialah susunan dua atau lebih isim yang menyebabkan isim kedua harus dibaca jar sebab disambung dengan isim sebelumnya. Isim yang terletak di awal kata dinamakan “المضاف“, di-i’rabi sesuai dengan letaknya dalam jumlah (kalimat), dapat rafa’, nashab, dan jer. di samping itu, sedangkan kata kedua dinamakan "مُضاف إليه" yang harus dibaca jar.

Adapun Akhmad Munawari dalam bukunya “Belajar Cepat Tata Bahasa Arab” pun menjelaskan, Idhofah ialah penyandaran sebuah kata kepada kata lainnya sehingga memunculkan pengertian yang lebih spesifik.

Dari definisi-definisi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa idhofah ialah suatu susunan dua atau lebih isim yang kata keduanya (المضاف اليه) harus dibaca jar sebab disambung atau disandarkan dengan kalimat isim sebelumnya (المضاف) , sehingga memunculkan pengertian yang lebih spesifik. Jadi di dalam idhofah tersebut terdapat sebuah susunan yaitu rangkaian mudhaf (kalimat yang di sambung) dan mudhaf ‘ilaih (kalimat yang menyambung).
Contoh:

   Jalan yang lurus صِرَاطُ المُسْتَقِيْمِ


صِرَاطُ menjadi Mudhof [مُضَافٌ], dan المُسْتَقِيْمِ menjadi Mudhof Ilaih [مُضَافٌ إلَيْهِ]


Perhatikan mudhof di atas [صِرَاطُ], ia berharokat dhommah tanpa tanwin dan alif lam, karena ketika suatu isim [kata benda] menjadi mudhof maka tanwinnya harus dibuang dan tidak boleh menggunakan alif lam. Sedangkan mudhof ilaih nya adalah [المُسْتَقِيْمِ], kata tersebut berharokat kasroh, karena sudah menjadi aturan ilmu Nahwu dalam bab i'rob bahwa semua isim yang menjadi Mudhof ilaih maka ia harus dibaca jar [dan pada contoh di atas tanda jarnya adalah harokat kasroh].

Baca Juga: 
Pengertian I'rob (الإِعْرَابُ) dan pembagiannya
Tanda-tanda i'rob jar (عَلَامَاتُ الجَرِ) dalam Ilmu Nahwu


Syarat-syarat Mudhaf dan Mudhaf ‘ilaih

di dalam buku Matan al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy yang diterjemahkan oleh K.H. Moch. Anwar, diterangkan sebagai berikut:

“Syaratnya mudhaf merupakan hendaknya terbebas dari al ta’rif dan tanwin, dan kriterianya mudhaf ‘ilaih merupakan hendaknya memilih antara al ta’rif dan tanwin.”

Contoh:




قرأتُ كِتَابَ اللَّهِ

"Saya membaca Kitab Allah [Qur'an]"



كتابُ عَلِيٍّ فِي المَكْتَبَةِ

"Kitab (milik) Ali di perpustakaan"


Keterangan:
    Lafadz yang berwarna biru ialah مضاف
    Lafadz yang berwarna hijau ialah مضاف اليه

Perhatikan kedua contoh di atas, Mudhof yang berwarna biru, ia tidak memiliki alif lam dan tanpa tanwin, sedangkan untuk cara membacanya [kedudukan i'robnya] adalah tergantung kata sebelumnya atau tergantung kedudukan mudhof tersebut dalam kalimat. contoh pada kalimat pertama, kata كِتَابَ  , mudhof tersebut dibaca nashob dengan tandanya yaitu fathah, karena ia menjadi maf'ul bih, sedangkan pada contoh kedua kata كتابُ   , mudhof tersebut dibaca rofa' dengan tandanya dhommah ia dibaca rofa' karena ia menjadi mubtada'.

Adapun Mudhof ilaih yang berwarna hijau, ia harus dibaca jar [tanda jar nya bisa dengan harokat kasroh, huruf yaa, atau harokat fathah, baca selengkapnya di sini].


Macam-macam Mudhof ‘ilaih

Syaikh Syaraffuddin Yahya al-Imrithiy menyatakan dalam kitabnya “al-Imrithiy” yang diterjemahkan oleh ahmad sunarto, sebagai berikut:

Mudhaf ‘ilaih itu dipecah menjadi tiga, yaitu:

    Ada yang menakdirkan ma’nanya fii.
    Ada yang menakdirkan ma’nanya laam.
    Ada yang menakdirkan ma’nanya min.



Maksudnya yaitu, Makna dari Mudhof ilaih itu bisa ditakdirkan menjadi tiga bagian, yaitu:
  •   Mudhof ilaih tersebut bermakna fii/فِي [di/keterangan tempat atau waktu], contoh:

    مكرُ اللّيلِ (tipudaya malam)

    atau jika diartikan secara gamblang menjadi:

    مكرٌ في اللّيلِ (tipudaya di malam hari).

  • Mudhof ilaih tersebut bermakna laam [لِ/ kepunyaan/milik], contoh:

    عبدُ عَلِيٍّ  (hambanya Ali)

    atau jika diartikan secara gamblang menjadi:

    عبدٌ لِعَلِيٍّ (hamba kepunyaan [milik] Ali).

  • Mudhof ilaih tersebut bermakna min/مِنْ [dari], contoh:

    ثوبُ خزٍّ (baju sutra)

    atau jika diartikan secara gamblang menjadi:

     ثوبٌ من خزٍّ (baju dari sutra)

Demikianlah penjelasan singkat tentang Idhofah, semoga dapat menambah pengetahuan kita dalam memahami ilmu nahwu. Selamat belajar. :)

Pengertian Shigat Mubalaghah (الصيغة المبالغة) beserta Wazan-wazannya.


Pengertian Shigat Mubalaghah (الصيغة المبالغة) beserta Wazan-wazannya.


Pengertian Shigat Mubalaghah

صيغة المبالغة هي صيغة بمعنى اسم الفاعل ، تدل على زيادة الوصف في الموصوف

Shighah mubalaghah ialah  sebuah format  yang bermakna isim fa’il , yang menunjukkan tambahan/bertambah [kuatnya]  sifat pada maushuf (yang disifati). Contoh:
الله رزّاقٌ
Kata “ رزّاقٌ “ ialah  satu format  mubalaghah. Ia semakna dengan isim fa’il, yakni  “ رازِقٌ “ yang berarti “ dzat pemberi rejeki”. Hanya saja pada sighat mubalaghah “ رزّاقٌ “ sifat pemberi rejeki tersebut meningkat  kuat. Maka kata “ رزّاقٌ “ ditafsirkan  dengan “ sangat/maha pemberi rejeki.

Wazan Sighat Mubalaghah

Sighat mubalaghoh sifatnya sima’iy, dan ia seringkali  terbentuk dari fi’il tsulasy, dan jarang sekali terbentuk dari selain tsulasi. Bentuk sighat mubalghah yang biasa  digunakan yaitu yang berasal dari tsualasi, berikut ini adalah wazan-wazannya:
o مِفْعال , laksana  kata “ مِطعان ــ مِهذار ــ مِفراج ــ مِعَدام “.
o فـَعَّالـَة , laksana  kata “ علامة ، فهامة “.
o فَعِيل , laksana  kata “ عَلِيم ــ قَدِير ــ سَمِيع ــ خَبِير “.
o فَعُول , laksana  kata “ غَفُور ــ شَكُور ــ حَقُود ــ صَبُور “.
o فـِعـِّيْل , laksana  kata “ صديق ، “ .
o فعِل , laksana  kata “حذِر ــ قلِق ــ يقِظ ــ فهِمَ “.
o مـِفـْعـِيْلٌ , laksana  kata “ مسكين ، معطير “.
o فعَّال , laksana  kata “ منّاع ــ قوَّام ــ صوَّام ــ توَّاق . “
o فـُعُلـَة , laksana  kata “ ضُحَكـَة “.

Di antara contoh-contoh sighat mubalaghah dari selain tsulasy seperti;
o “ زهوق “ berasal dari fi’il “ أزهق “ ,
o “ دراك “ berasal dari fi’il “ أدرك “ ,
o “ سميع “ berasal dari fi’il “ أسمع “.
o “ معطاء “ berasal dari fi’il “ أعطى “ ,

itulah beberapa penjelasan tentang shigot mubalaghoh, semoga dapat bermanfaat bagi kita dan dapat menjadi tambahan ilmu tentunya. Selamat belajar. :)

Pengertian Afalut Tafdhil (أفعال التفضيل) Besarta Contohnya

Pengertian Afalut Tafdhil (أفعال التفضيل) Besarta Contohnya

صُغْ مِنْ مَصُوغ مِنْهُ للتَّعَجُّبِ ¤ أَفْعَلَ للتَّفْضِيلِ وَأْبَ اللَّذْ أبِي
Bentuklah lafazh yang boleh dibentuk Fi’il Ta’ajjub kepada format Isim Tafdhil “AF’ALA”. dan tinggalkan lafadz yang tidak diperbolehkan


1. PENGERTIAN AF’AL TAFDHIL
Ø كل ما دل على زيادة تفضيلا كان او نقيصا
“Setiap fi’il yang menunjukan untuk menambahnya sesuatu atau menguranginya”
Contoh : العَسَلُ أَحْلَى مِنَ الخَل (Madu tersebut lebih manis dari pada cuka)


2. SYARAT AF'ALUT TAFDHIL
Syarat menciptakan fi'il tafdhil tersebut sama dengan kriteria menciptakan shighot ta’adjjub yaitu:
Ø Fi’ilnya tsulasi mujarod
Ø Mutashorif
Ø Bisa menunjukkan makna lebih
Ø Fi’ilnya tam
Ø Isim sifatnya tidak berwazan افعل
Ø Tidak dinafikan
Ø Tidak mabni majhul
Sedangkan fi’il yang tidak dapat dijadikan af’alul tafdhil sebab kurang kriteria maka mesti menyebabkan lafad الشر، اشدdan sepertinya, contoh: انشم اكشر استغفار لربكم (Kalian lebih tidak sedikit baca istighfar untuk tuhan kalian)



3. PEMBAGIAN AF’AAL TAFDHIL
Ø Dari segi lafadz
1. ( في بابه ) Apabila afal tafdhil di ikuti dengan huruf “min” ( من) setelahnya misal : زيد احسن من عمرو

2. ( في غير بابه ) Apabila afal tafdhil tidak di ikuti dengan huruf “min” ( من) setelahnya misal : والله اعلم
Ø Dari segi ma’na
1. ( في بابه ) yaitu saat isim tafdhil memiliki man’na unggul/mengunggulkan

2. ( في غير بابه ) yaitu saat isim tafdhil memiliki ma’na yang sama dengan isim fa’il


4. KEADAAN AF’AL TAFDHIL
1. ان يكون مجردا من "ال" والاضافة ( Harus tanpa memakai alif lam dan idhofat)
Contoh : زيد افضل من عمرو
2. ان يكون محلا بال ( Harus disertai alif lam)
Contoh : زيد الافضل القوم
3. ان يكون مضافا الى النكرة ( Harus di idhopatkan untuk isim nakiroh )
Contoh : زيد افضل رجلٍ
4. ان يكون مضافا الى المعرفة ( Harus di idhopatkan untuk isim ma’rifat )
Contoh : زيد افضل القوم

5. HUKUM AF’AL TAFDHIL
Ø (قياسى) Ketika isim tafdhil merujuk pada wazan افعل
Ø شد دائما Yaitu lafadz خيرٌ dan lafadz شرٌ

قليلا Yaitu lafadz حبَّ asalnya lafadzd احبّ

6. PEKERJAAN AFAL TAFDHIL
Ø (نزراً ) Langka
Yaitu saat Af’al tafdhil merofa’kan isim dzohir,tapi tidak merubah failnya
Contoh : زيد افضل ابوه
Ø (كثيراً ) Banyak
Yaitu saat af’al tafdhil meropa’kan isim dzomir
Contoh : زيد افضل من بكرٍ
Ø (محلاً ) Mahal/ tempat
Yaitu saat Af’al tafdhil menashabkan tapi status jar-nya, memakai huruf jar. Contoh : هو اقرب للتقوى



KESIMPULAN
Isim tafdhil ialah isim yang diciptakan untik menunjukkan makna lebih diantara dua hal, isim tafdhil melulu dapat merofa’kkan isim dhohir. Wazannya itu melulu ada satu yakni افعل, sementara syarat pembuatannya ialah sama dengan kriteria penciptaan sighot ta’jub.
Isim tafdhil tersebut identitasnya dengan al dan idhofah, andai sunyi dari tersebut maka mesti diperbanyak من مفاضلةdan andai sunyi dari al idhofah maka isim tafdhil tersebut harus menetapi mufrod mudzakar dan andai yang dimufrodi tersebut isim nasyiroh maka boleh wajah dua yakni menetapi mufrod mudzakar dan mencocoki dengan lafadz sebelumnya.

MANSHUBATUL ASMA - منصوبات الأسماء (Isim-isim yang Dibaca Nashob) dalam Ilmu Nahwu

MANSHUBATUL ASMA  'منصوبات الأسماء' (Isim-isim yang Dibaca Nashob) dalam Ilmu Nahwu

Nashob ialah  keadaan dimana sebuah  kata dibaca dengan harokat Fathah [hukum asli], Kasroh ataupun di akhir kata ada  huruf Alif, Yaa, atau dibuangnya Nun (Khadzfu Nuun), yang adalah tanda-tanda nashob itu  sendiri. (baca lebih mendetail  tentang Nashob dan tanda-tandanya di sini: Tanda-tanda I'rob Nashob (عَلَامَاتُ النَّصْبِ) dalam Ilmu Nahwu

Adapun isim-isim yang dibaca Nashob terdapat 12 posisi:
1. Maf'ul Bih (مفعول به)
2. Maf'ul Fiih (مفعول فيه)
3. Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'
4. Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)
5. Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)
6. Haal (حال)
7. Tamyiiz (التمييز)
8. Mustatsna (مستثنى)
9. Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)
10. Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)
11. Munada (المنادى)
12. Tawaabi' lil Manshub/pengikut dari yang di-Nashob-kan, yakni  ada empat :


1. Maf'ul Bih (مفعول به)

isim manshub (yang dibaca nashob) yang menjadi sasaran tindakan  (objek).

Maka, jelas sekali, yang dimaksud maf’ul bih menurut arti istilah ialah  isim manshub dimana posisinya menjadi sasaran tindakan  si pelaku.

Contoh :

قَرَأْتُ كِتَابًا = Aku sudah  membaca Buku

Dalam misal  di atas, yang menjadi sasarn perbuatannya (memukul) ialah  kata “kitaaban”, maka kata tersebut  menjadi maf’ul bih.


Baca Selengkapnya tentang Maf'ul Bih di sini.

2. Maf'ul Fiih (مفعول فيه)

Maf’ul Fiih/ Zharaf ialah  isim Manshub yang menyatakan  tempat atau masa-masa  terjadinya sebuah  perbuatan/pekerjaan.

Maf’ul Fiih ialah  isim Manshub yang menyatakan  tempat atau masa-masa  terjadinya sebuah  perbuatan/pekerjaan. Atau sebagai jawaban dari pertanyaan “kapan” atau “dimana”. Disebut Zhorof Zaman bilamana  berkaitan dengan masa-masa  terjadinya perbuatan, dan dinamakan  Zhorof Makan bilamana  berkaitan dengan lokasi  terjadinya perbuatan.

Contoh :
يَلْعَبُ زَيْدٌ كُرَّةَ القَدَمِ أَمَامَ الْمَدْرَسَةِ.(ظَرْفُ الْمَكَانِ)
( Zaid bermain sepak bola di depan sekolah) “keterangan tempat”.

Baca selengkapnya tentang Maf'ul Fiih di sini.


3. Maf'ul Ma'ah (مفعول معه)'

Maf’ul Ma’ah مَفْعُوْلُ مَعَهُ merupakan   isim manshub yang terletak sesudah  huruf   Wau (و). Akan tetapi, wau itu  tidak bermakna DAN (kata sambung). Melainkan mempunayi makna  bersama atau kebersamaan. Maka dari itulah Maf'ul Ma'ah pun  disebut Wau Ma'iyyah, sampai-sampai  wawu maiyah pengertiannya sama saja dengan Maf'ul Ma'ah.

Contoh: سِرْتُ وَالْجَبَلَ (Aku berjalan bareng  gunung). Kata الْجَبَلَ dibaca manshub dengan berharokat fathah sebab  sebagai maf'ul ma'ah dalam format  isim mufrod. Contoh lain:
جَاءَ الأمُّ وَوَلَدُهَا وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ  > "Seorang Ibu dan Anaknya datang bersamaan dengan terbenamnya matahari"
إسْتَيْقَظَ زَيْدٌ وَتَغْرِيْدَ الطُّيُوْرِ > "Zaid bangun bersamaan dengan burung berkicau"
رَجَعَ زَيْدٌ وَطُلُوْعَ الْفَجْرِ > "Zaid pulang bersamaan dengan terbitnya fajar"

Baca Selengkapnya tentang Maf'ul Ma'ah di sini.

4. Maf'ul Muthlaq (مفعول المطلق)

Maf’ul Muthlaq ialah  isim atau kata benda yang dibaca nashob yang berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il, maf'ul muthlaq juga isim yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan penjelasan jenis serta jumlah perbuatannya.
Contoh :
ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا, أكْرَمَ يُكْرِمُ إكْرَامًا,
Dari pengertian  maf’ul muthlaq itu  member kepahaman bahwa :
1. Maf’ul muthlaq berupa kalimat isim
2. Maf'ul muthlaq bertujuan untuk penegasan, penjelas dari fi'il (baik jenis maupun jumlah pekerjaannya)
3. Dibaca nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan maf’ul muthlaq yaitu :
  • Fi’il taam yang mutashorrif: kata kerja sempurna yang dapat ditashrif (maksudnya bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid )
    ضَرَبْتُ كَلْبًا ضَرْبَتَيْنِ
    Aku memukul Anjing dengan dua kali pukulan
  • Mashdar
    عَحِبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ ضَرْبًا شَدِيْدًا
    Aku terkejut atas pukulanmu dengan pukulan yang keras
  • Isim sifat
    أنَا ضَارِبُ زَيْدٍ ضرْبَ أبِيْهِ
    Aku memukul Zaid seperti pukulan ayahnya
4. Maf’ul muthlaq tercipta  dari mashdar yang adalah urutan ketiga dari tashrifnya fi’il.

Maf'ul Mutlaq ialah  isim manshub yang dilafalkan  untuk 3 keadaan:
  • Untuk menegaskan sebuah  perbuatan
  • Untuk menyatakan  bilangan perbuatan
  • Untuk menyatakan  jenis/sifat perbuatan

Baca selengkapnya di sini.

5. Maf'ul Liajlih (مفعول لأجله)

Maf’ul liajlih ialah  Isim yang dibaca nashob yang bermanfaat  untuk menyatakan  sebab atau motif terjadinya perbuatan.
Contoh:

جَلَسْتُ عَلَى الكُرْسِيِّ تَعْبًا
(Aku duduk di atas kursi karena lelah)

رَجَعْتُ إِلَى البَيْتِ شَوْقًا لِلْأسْرَةِ
(Aku pulang ke rumah karena kangen dengan keluarga)

أكَلْتُ الطَعَامَ جَوْعًا
(Aku memakan makanan karena lapar)

أذهَبُ إِلَى الْمَدْرَسَةِ رَغْبَةً فِيْ الْعِلْمِ
( Aku berangkat ke sekolah sebab  mencintai Ilmu)

ضَرَبْتُ الْوَلَدَ تَأْدِيْبًا لَهُ
( Aku memukul anak tersebut  karena bermaksud guna  mendidiknya)

Penjelasan :

kata 'mendidik', 'cinta', 'lelah', 'lapar', dan 'rindu' adalah menjadi Maf’ul Li Ajlih,  hukumnya Nashob dan tanda Nashob nya adalah Fathah.

Baca Selengkapnya di sini.

6. Haal (حال)

Haal ialah  isim Manshub yang menyatakan  keterangan suasana  yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana  fa’il. Seperti dalam misal  :

جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah  datang sambil  berkendara

Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada  di dalam firman Allah Swt, inilah  :

فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut  ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).

Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana  Musa masa-masa  keluarnya.       

Atau menjelaskan suasana  maf’ul, laksana  dalam misal  :

رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah  menunggang kuda sambil  berpelana.

Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana  kuda waktu dipakai  angkutan di atasnya.

Baca Selengkapnya di sini.

7. Tamyiiz (التمييز)

Tamyiiz adalah sebuah kata atau lafadz yang dibaca mansub yang bermanfaat  menjelaskan isim yang samar pada suatu  kalimat. Berikut definisi  dalam buku  jurumiyah;
الاِسْمُ المَنْصُوْبُ المُفَسِّرُ لِمَا انْبَهَمَ مِنَ الذَّوَاتِ
Artinya: Tamyiz adalah isim yang dibaca nashob yang bermanfaat  menjelaskan hal-hal yang samar pada suatu  kalimat.
Sedangkan definisi  lain dari tamyiiz dalam buku  nahwu wadih merupakan
إِسْمٌ يُذْكَرُ لِبَيَانِ المُرَادِ مِنْ اسْمٍ سَابِقٍ يَصْلَحُ لِأَنْ تُرَادَ بِهِ أَشْيَاءٌ كَثِيْرَةٌ
Artinya : kata (isim) yang kegunaannya  menjelaskan maksud dari kata (isim) sebelumnya.
Contoh
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ
Artinya : Saya menyaksikan  empat belas
- رَأَيْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ غَنَمًا
Artinya : Saya menyaksikan  empat belas kambing

Kalimat kesatu  pada misal  di atas masih belum jelas karena cuma  menuliskan  kata أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain  empat belas dan tidak melafalkan  benda/barang yang dihitung (tamyiznya). Sehingga kalimat itu  belum terbilang kalimat yang menyeluruh  dan masih rancu. Kemudian pada misal  kedua hitungan angka أرْبَعَةَ عَشَرَ ditambahkan dengan kata غَنَمًا yang dengan kata lain  kambing,maka kalimatnya pun menjadi sempurna dan dapat dipahami  menjadi “saya menyaksikan  empat belas kambing”. Kata kambing/ghonaman  adalah tamyiz yang menyatakan  angka أرْبَعَةَ عَشَرَ yang dengan kata lain  empat belas adalah berupa kambing, kemudian  kalimat itu  menjadi menyeluruh  dan dapat  dipahami.

Baca Selengkapnya di sini.

8. Mustatsna (مستثنى)

Mustatsna’ (مستثنى ) yakni  isim manshub (yang dibaca nashob) yang terletak setelah  huruf istitsna’ untuk menyatakan  hukum yang bertolak belakang  dengan sebelumnya, bahasa gampangnya, mustatsna' ialah bab yang menerangkan kata yang yang 'dikecualikan' yang jatuh setelah huruf istitsna'. Adapun Isim yang terletak sebelum huruf   istisna’ dinamakan  mustatsna’ minhu (مستثنى منه ).
Contoh:
جاءَ الطُّلَّابُ إلاّ زَيْدًا
[ الطُّلَّابُ : مستثنى منه ،  زَيْدًا : مستثنى ].
Kata “ إلاّ “ ialah  salah satu huruf   istitsna’. Kata sebelumnya yakni  “الطُّلَّابُ “ dinamakan  mustatsna’ minhu (مستثنى منه), dan kata setelahnya “ زَيْدًا “ dinamakan  dengan mustatsna’ (مستثنى).

Baca Selengkapnya di sini.


9. Khobar Kaana wa Akhwatuha (خبر كان و أخواتها)

Kaana wa akhwatuha adalah salah satu kumpulan fi'il yang termasuk amil nawasikh, atau amil yang merusak tatanan hukum mubtada dan khobar. Berikut ini adalah Kaana dan saudara-saudaranya:
  • كَانَ 
  • بَاتَ
  • ظَلَّ
  • أَضْحَى
  • أَصْبَحَ
  • أَمْسَى
  • صَارَ
  • لَيْسَ
  • ما زَالَ
  • مَا بَرِحَ
  • ما فًتِئَ
  • مَا انْفَكَ
  • مَا دَامَ
Fungsi kaana wa akhwatuha (كان و أخواتها)

Fungsi kaana adalah تَرْفَعُ الاِسْمَ وَتَنْصِبُ الْــخَبَر "merofa'kan isim (kaana) dan menasabkan khobar (kaana)". Perhatikan contoh berikut:

Sebelum kemasukan كَانَ
مُحَمَّدٌ كَرِيْمٌ
contoh di atas adalah susunan mubtada dan khobar, mubtada: مُحَمَّدٌ, khobar: كَرِيْمٌ

Setelah kemasukan كَانَ
كَانَ مُحَمَّدٌ كَرِيْمًا
Setelah kemasukan كَانَ, maka ada perubahan istilah. Mubtada "مُحَمَّدٌ" berubah menjadi isim kaana, dan khobar menjadi khobar kaana. kita kembali pada tugas kaana wa akhwatuha bahwa kaana dan saudaranya bertugas untuk merofa'kan isim (kaana) yaitu "مُحَمَّدٌ" tanda rofa'nya adalah dhommah, dan menashobkan khobar kaana yaitu "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.

Nah, pada pembahasan manshubatul asma, yang dibaca nashob adalah khobarnya kaana sama seperti contoh di atas, khobar kaana adalah "كَرِيْمًا" tanda nashobnya adalah fathah.

Baca Selengkapnya di sini.


10. Isim Inna wa Akhwatuha (اسم إنّ وأخواتها)

Inna wa akhwatuha (Inna dan saudara-saudaranya) ialah  sekelompok huruf (kata depan) yang biasanya berada sebelum  isim. Jika sebuah  jumlah ismiyah (kalimat yang tersusun dari mubtada’ dan khabar) didahului oleh Inna atau saudara-saudaranya, maka akan mengakibatkan  mubtada’ menjadi manshub dan dinamakan  isim Inna, dan khabar tetap marfu dan dinamakan  khabar Inna. Seperti:
Kalimat pertama
§  ٌاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيْم
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهُ menjadi Mubtada' [dibaca rofa'], sedangkan lafad سَمِيعٌ menjadi khobarnya [dibaca rofa']

Kalimat kedua kemasukan إِنَّ
§ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
bahwasannya  Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah, sedangkan Kata سَمِيعٌ tetap dibaca rofa' dengan tanda dhommah karena sebagai khabar Inna.

Nah, dalam pembahasan manshubatul asma ini, yang dibaca nashob pada poin 10 adalah isim inna, sama seperti contoh di atas § إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْم
Lafad اللَّهَ berubah menjadi isim إِنَّ dan dibaca Nashob dengan fathah

Baca Selengkapnya di sini.


11. Munada (المنادى) 

Definisi Munada merupakan   klimat isim yang dinamakan  sesudah atau jatuh setalah huruf   nida. Penggunaan Munada dengan mempergunakan huruf-huruf   panggilan huruf   nida supaya  yang dipanggil mengunjungi  atau menoleh untuk  yang memanggil. Dalam bahasa arab, nida' artinya ialah  seruan.
Contoh Munada: ياَ عَبْدَ اللهِ
Atau laksana  وَلَقَدْ اَتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلاً ط يَا جِبَالُ اَوِّبِى مَعَهُ وَااطَّيْرَ.

Huruf nida’ berjumlah tujuh macam, yaitu
يا=َ أ= أَيْ= آ= هَياَ=أَياَ=وَا

Keterangan :

Huruf Nida (أَيْ) dan (أَ) dipakai  untuk menyeru sesuatu yang dekat. (أَياَ), (هَياَ) dan (آ) guna  menyeru sesuatu yang jauh. (ياَ) untuk seluruh  munada, baik dekat, jauh atau sedang. (وَا) guna  ratapan, yaitu dipakai  untuk meratapi sesuatu yang dirasakan  sakit, Contoh: (وَا كَبِدِي!)

Sedangkan andai  (ياَ) ditentukan dalam menyeru nama Allah ta’ala, sampai-sampai  nama Allah jangan  diseru dengan yang lainnya, dan dalam istighatsah (permintaan tolong), sampai-sampai  tidak diizinkan  meminta bantu  dengan di samping  (ياَ)

Huruf . (ياَ) dan (وَا) ditentukan guna  nudbah, sampai-sampai  selain dua-duanya  tidak dapat  digunakan guna  nudbah, tetapi  (وَا) dalam nudbah lebih tidak sedikit  digunakan.

Baca Selengkapnya di sini.


12. TAWABI' LIL MANSHUB

Tabi’ ialah  kata yang mengekor  hukum kata sebelumnya ditinjau dari segi  i’rab.

Istilahnya:

اَلْمَتْبُوْعُ = Kata yang diikuti

اَلتَّابِعُ = Kata yang mengikuti

ada 4 macam tabi' (tawabi') :

a. اَلنَّعْتُ — نَعْتٌ / مَنْعُوْتٌ (NA'AT)

Na’at ialah  tabi’ yang menyifati isim sebelumnya. Na’at dapat  disebut sifat.

Contoh:

 رأيت الأمِيْرَ العادلَ  'saya melihat seorang pemimpin yang adil itu'
Antara Na'at dan Man'ut sama-sama manshub (dibaca nashob dengan tanda nashob fathah).
العادلَ --> NA'AT

الأمِيْرَ --> MAN'UT

Antara Na'at dan Man'ut di atas keduanya mempunyai kedudukan yang sama yaitu Nashob karena Man'ut nya sedang menempati kedudukan Maf'ul, maka Na'at juga harus dibaca Nashob.

Baca Selengkapnya tentang NA'AT di sini: Na'at (Sifat)


b. اَلْعَطْفُ — عَطْفٌ / مَعْطُوْفٌ ('ATHAF)

‘Athaf ialah  tabi’ yang terletak sesudah  huruf-huruf   athaf (huruf-huruf   penghubung / penyambung)
Contoh:

اِشْتَرَيْتُ المَنْزِلَ وَ السَّيَّارَةَ  > Saya telah membeli rumah dan mobil

Dari misal  diatas dapat anda  ketahui bahwa (المَنْزِلَ) sebagai Ma’thuf alaih sebab  yang disambungi, sementara  (السَّيَّارَةَ) sebagai Ma’thuf sebab  yang menyambungkan.

السَّيَّارَةَ --> MA'TUF

وَ --> HURUF 'ATHAF

المَنْزِلَ --> MA'THUF 'ALAIH

Antara Ma'tuf dan Ma'tuf 'Alaih harus dibaca sama dalam i'robnya.

Baca selengkapnya di sini: Athaf (Penyambung)



c. اَلتَّوْكِيْدُ — تَوْكِيْدٌ / مُؤَكَّدٌ (TAUKID)

Taukid ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam kalimat guna  menguatkan atau menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh:

رَأيْتُ الأُسْتَاذَ نَفْسَهُ (Saya benar-benar melihat ustadz tersebut)

نَفْسُهُ --> TAUKID guna  memperkuat bahwa yang dilihat adalah الأُسْتَاذَ

Baca Selengkapnya tentang TAUKID sini: Taukid (Penguat)


d. اَلْبَدَلُ — بَدَلٌ / مُبْدَلٌ مِنْهُ (BADAL)

Badal ialah  tabi’ yang dilafalkan  di dalam sebuah  kalimat guna  mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara borongan  ataupun sebagiannya saja.
Contoh:

اَكَلْتُ الرَّغِيْفَ ثُلُثَهُ = Aku sudah  memakan roti tersebut  sepertiganya (bukan semuanya)

Jadi, yang dimakan itu ialah  roti melulu  saja tidak semuanya tapi melulu  sepertiganya. Yang menjadi misal  badalnya ialah  kata sepertiganya (ثُلُثَهُ) sementara  mubdal minhunya adlah kata roti (الرَّغِيْفَ ).

Baca Selengkapnya tentang BADAL di sini: Badal (Pengganti)


Demikianlah penjelasan tentang Isim-isim yang harus dibaca Nashob, semoga bermanfaat dan selamat belajar. :)

Perngertian Tashghir (التصغير) dalam Ilmu Sharaf

Perngertian Tashghir (التصغير) dalam Ilmu Sharaf

Pembahasan pada postingan kali ini adalah mengenai BAB tasghir (التصغير) yang bermanfaat untuk menunjukkan suasana kecilnya sesuatu / mengecilkan. Dalam makalah akan membicarakan tentang tasghir yang mencakup : definisi tasghir, macam-macam tasghir, faedah dan kriteria tasghir.

A. Pengertian Tashghir
Tasghir secara bahasa ialah menjadikan kecil atau mengecilkan. Sedangkan secara istilah ialah mensifati sebuah perkara sebab keadaannya kecil dengan teknik yang singkat, atau format kalimat yang bermanfaat untuk menunjukkan makna kecil atau Sedikit.
Ada 3 wazan tasghir ialah sebagai inilah :

  1. Wazan فعيل, wazan tasghir ini dipakai untuk isim tsulasi.
    Contohnya : رجل - رجيل (laki-laki kecil)
  • Adapun guna tsulasi yang sesudah huruf ketiga berupa ta’nits
    Contohnya : شجرة - شجيرة (pohon kecil)
  • Jika di antara huruf dari isim tsulasi itu ada yang dibuang, maka, andai akan mentashgirkan huruf yang dilemparkan tidak mesti dibalikkan pada yang asli. Contoh :
    وعيدة menjadi عدة اصله وعداة
    يدية  menjadi يد اصله يدي
  • Jika terdapat kalimah yang hurufnya terdapat yang dibuang bilamana huruf yang ketiga bukan ta’rits maka mentasghirnya mirip dengan lafadz yang ada.
    Contoh : فاض – فاضي – فويض
  • Jika ada di antara huruf dari lima tsulasi itu ada yang diganti dengan ta’ atau hamzah, maka andai di tasghir huruf dengan kata lain kembali.
    Contoh : اخيّة menjadi اخت اصله اخو
    2. Wazan فعيعل, wazan tasghir ini guna isim ruba’i

    • Sighat tasghir ini guna kalimah isim yang terdiri dari 4 huruf lebih yang dibuntuti wazan فعيعل
      Contohnya : درهم – درهيم
      (dirhamnya sedikit/sedikit dirham) / (satu dirham)
      مسجد - مسجيد
      (masjid kecil/masjid mini)
    • Jika terdapat huruf yang sebelum akhir berupa huruf ilat itu diganti dengan ya’ yang bertardid.
      Contoh : رغيف - رغيّف (sedikit roti)
    • Apabila terdapat isim ruba’i yang mendapat huruf zaidah baik mufrad, tasniyah, jama’.
      Contoh : (gelang) اسورة - اسيورة
    • Jika terdapat huruf yang dilemparkan dalam jama’ taksir tersebut boleh ganti dengan huruf ya’ yang ditaruh sebelum akhir, misal :
      Contoh : (sekolah kecil)
      اصله : مدرسة – مدارسى - مديرس
    • Jika terdapat huruf yang dilemparkan pada jama’ taksir yang mengekor wazan , dalam sighat tasghir juga dibuang, misal :
      Contoh : (jambu)
      اصله – فعالل – فعيعل
      سفرجل – سفارج - سفريج
       3. Wazan فعيعيل, wazan tasghir ini guna isim khumasi yang huruf sebelum akhir berupa huruf ilat dan huruf ilat itu harus diganti dengan ya’
    Contoh : سلطان - سليطين (raja kecil)
    • Apabila terdapat 5 huruf atau lebih namun yang satu huruf mad, maka mengekor wazan فعيعيل, misalnya : عصفور - عصيفير
    • فعيعيل Wazan ini guna isim khumasi yang huruf sebelum akhir berupa huruf ilat dan huruf ilat itu harus diganti dengan ya’
    •  فعيعيل ialah mentasghir isim yang bentuk dengan kata lain empat huruf.
      Contoh : قرطاس-قريطس


    B. Macam-macam Tasghir
    Ada dua macam tasghir :
    1. Tasghir asli yakni mentasghir isim yang berasal dari isim yang tidak terdapat huruf tambahnya.
    Contoh :
    نهر – نهير
    هل – هليل
    يد - يديه

    2. Tasghir tarkhim ialah mentasghirkan isim setelah terlebih dahulu dilepaskan dari seluruh huruf zaidah yang terdapat padanya, dalam urusan ini terdapat 2 wazan, yakni :
    - فعيل yaitu andai isim yang bersangkitan format aslinya tiga huruf, tetapi bila yang diberi nama dengan menggunakan isim tersebut ialah mudzakar, maka dilepaskan dari تاء تأنيث . bila muanas maka menggunakan تاء تأنيث
    contoh : (mantel kecil) معطف - عطيف
    (nama orang perempuan) حبلى - حبيلة
    - فعيعيل ialah mentasghir isim yang bentuk dengan kata lain empat huruf.
    Contoh : قرطاس-قريطس
    عصفور-عصيفر

    Namun bilamana hurufnya melulu 2 asli maka format tasghirnya ialah :
    a. Jika huruf yang kedua tersebut shahih, maka dia diputuskan sebagaimana aslinya setelah diciptakan nama, dan bila disusun ditasghirkan, maka huruf yang kedua di ta’dhifkan (dobel).
    Contoh : هل – هليل
    ان - انيئ

    b. Apabila huruf yang kedua tersebut huruf ‘ilat, maka ketika disusun nama (‘alam) ia mesti didobelkan. Contohnya : ما،كي, maka diciptakan nama (alam) menjadi
    ماء tasghirnya موي
    كي tarsghirnya كييّ
    Beberapa format tasghir yang syadz, ulama berpengalaman nahwu sudah menyepakati bentuk-bentuk syadz merupakan:
    Contoh, (waktu isya’) عشاء - عشيان
    (lawan) عشة – عشيشية
    (beberapa a kecil) صبية - اصيبية
    مغرب menjadi مغيربان akan namun yang sangat tepat ialah menjadi format مغربان tapi artinya tetap sama.
    Seperti : لقيت مغرب الشمش ومغربانهما
    Artinya : aku menemuimu menjelang terbenamnya matahari.


    C. Syarat-syarat Tasghir
    Ada 4 tasghir yakni :
    1. Dia mesti isim, sebab tasghir adalahsifat dalam satu arti fi’il dan huruf dan tidaklah adalahdua sifat.

    2. Harus mu’rab, guna dhomir, istifham, dan kriteria dan kam hobariah dan semacamnya tidak dapat di tasghir sebab merupakan, jadi tidak dapat diubah-ubah.
    Misal : مهيمن - مسيطر sebab bentuknya sama dengan tasghir

    3. Tidak dapat berubah lafadz

    4. Maknanya mesti dapat menerima tasghir, maka guna isim-isim taqdim tidak dapat untuk ditasghir.
    Contoh : الله، ملائكة، النبي

    Fungsi sebuah isim disusun tasghir :
    1. Bagi penghinaan atau merendahkan sesuatu
    Misal : جبل – جبيل
    عالم – عويم
    شاعر - شويعر

    2. Untuk memandang kecilnya sebuah dzat
    Misal : ولد - وليد

    3. Menunjukkan sedikitnya kadar suatu bilangan
    Contoh : (beberapa daun) وريقات – يقم وريقات نافعة
    اشتريت كتايابدرحيهمات

    4. Menunjukkan dekat sebuah zaman / waktu
    Contoh : ويتام بعيد العشاء

    5. Untuk mengindikasikan kasih sayang
    Contoh : ياصديقى - يابنيتى

    6. Menunjukkan dekat sebuah tempat
    Contoh : فويق - تحيت

    7. Menunjukkan sebuah penghormatan
    Contoh : البائس مسكين

    8. Menunjukkan suatu memuliakan / memuja
     Contoh : عزيزة