Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Pengertian Isim Alat [اسم الالة] beserta Wazan-wazannya

Pengertian Isim Alat beserta Wazan-wazannya

Kali ini kita akan membahas tentang isim alat, iya seperti namanya isim alat adalah sebuah kata benda yang digunakan untuk menunjuk sebuah benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang mempunyai objek. Bagaimana sangat menakjubkan kan Bahasa Arab itu? sampai alat saja ada pembahasannya tersendiri dalam ilmu sharaf, dan temen-temen akan lebih takjub lagi bahwa ternyata isim alat adalah isim atau kata benda yang lahir dari fi'il, maksudnya bagaimana? mari kita belajar lebih rinci tentang isim alat.

Pegertian Isim Alat

Pengertian isim Alat adalah kata benda yang biasanya diambil atau terbentuk dari Fi'il Tsulatsi Mujarrad (kata kerja yang terdiri dari hanya 3 huruf saja) yang muta’adi (kata kerja yang membutuhkanobjek) untuk menunjukan suatu alat yang pasti perbuatan tersebut membutuhkan alat, contoh seperti
المِبْرَدُ 'pendingin'
المِنْشَارُ  'gergaji'
المِكْنَسَةُ  'sapu'

perhatikan contoh tiga kata di atas, ketiganya sama sama terbentuk dari perkerjaan yang juga membutuhkan alat, contoh:
  • Pendingin = tebentuk dari kata kerja 'mendinginkan', karena memang untuk mendinginkan pasti membutuhkan sebuah alat, dan alatnya sudah pasti adalah 'pendingin'.
  • Sapu = terbentuk dari kata kerja 'menyapu', dan sudah pasti bahwa jika kita menyapu maka kita butuh alat yang namanya juga 'sapu'.
  • Gergaji = terbentuk dari kata 'menggergaji', dan alat yang digunakan untuk menggergaji adalah gergaji.
jadi sudah jelas ya, isim alat itu terbentuk dari fi'il  atau kata kerja, dalam bahasa Arab isim Alat biasanya terbentuk dari fi'il tsulasy mujarrad muta'ady (kata kerja yang terbentuk dari tiga huruf saja dan kata kerja tersebut membutuhkan objek), mari kita lihat contoh lain dengan Bahasa Arab:

وقد يكون من غير الثلاثى المجرّد
Terkadang Isim Alat terbentuk dari selain Tsulatsi Al Mujarrad :

المِئْزَرُ  (kain penutup)
المِئْضَأة (tempat berwudhu)
المِحْراكُ (Alat pengupak api)
المعْلاق (penggantung)
المِمْلسة (kayu yang dibuat untuk meratakan tanah)

المِصْبَاحُ (lampu)
المِدْخَنَة (tempat bara api)
المزْرَبُ (saluran air)

Di Mesir Para ahli bahasa Arab membolehkan atas penggunaan wazan FA’A’LAH  'فَعَّالَةٌ'  untuk menunjukkan arti alat.
Contoh:
 ثَلَّاجَة  lemari es
غَسَّالَة  pencuci
شَوَّايَة   pemanggang daging
خَرَّامَة  alat mengebor

Wazan Isim Alat

Isim alat memiliki tiga wazan, yaitu:

1. مِفْعَلٌ
Contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِرْقَمٌ (Alat untuk memberi nomer 'pena,pensil,dsb')
مِبْضَعٌ  (alat untuk memotong 'pisau,silet,dsb')
مِقَصٌّ (Gunting)

2. مِفْعَلَةٌ
contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِكْنَشَةٌ  (Sapu)
مِنَشَّة (alat untuk mengusir lalat)
مِشْرَبَةٌ (alat untuk minum 'gelas')

3. مِفْعَالٌ
contoh kata yang mengikuti wazan di atas:
مِفْتَاحٌ (kunci)
مِجْذافٌ (dayung)
مِغْرَافٌ (gayung)

Namun adapula isim alat yang keluar dari perkataan orang Arab yang musytaq (terbentuk dari wazan) atau selain wazan-wazan di atas, yaitu:
مُنْخُلٌ  (layar)
مُسْعَطٌ (kotak tembakau)
مُكْحُلَةٌ (sebuah toples di mana kohl disediakan)
مِدَقٌّ (palu)

Terkadang juga isim alat terbentuk dari isim jamid (isim yang tidak bisa ditashrif ) atau isim yang tidak terbentuk dari kata kerja dan tidak diambil dari wazan-wazan sebelumnya, contoh:
سِكِّيْنٌ  pisau
شَوْكَةٌ  senjata
قَلَمٌ    pensil
فَأْسٌ  palu



_____________
Referensi;

  • Jamidud durus juz 1 hal. 204

Pengertian i"lal dan ibdal dalam Ilmu Sharaf

Pengertian ilal dan ibdal dalam Ilmu Sharaf


Terkadang sebagian huruf di dalam kata bahasa Arab ada yang dihapus atau juga sebagian huruf  menempati posisi huruf-huruf lainnya atau berpindah posisi ke huruf-huruf lain.

Jika hal di atas terjadi pada huruf illat (huruf penyakit, yaitu ي، و dan ا), maka penghapusan, pemindahan posisi huruf atau pergantian huruf tersebut dinamakan juga dengan i’lal, dan apabila terjadi pada selain huruf illat maka dinamakan juga ibdal. Contohnya lafadz اِيْــفَادٌ , huruf ya’ pada lafadz tersebut menempati posisi wawu (karena bentuk awalnya atau bentuk fi’ilnya yaitu أَوْفَدَ, kemudian berubah menjadi اِيْــفَادٌ ), maka contoh kata tersebut adalah termasuk dalam pembahasan i'lal karena yang berubah dan atau diganti hurufnya adalah huruf illat.

Pemahaman bab i’lal dan ibdal dapat membantu kita dalam menggunakan kamus (biasanya kamus al-Munawwir yang mengharuskan pembacanya agar bisa mencari asal kata yang dicari) dengan cara mengetahui pokok-pokok kata.

1. I’lal

I’lal ialah menghapus, mengganti, ataupun merubah posisi huruf illah  (huruf penyakit, yaitu ي، و dan ا) untuk menempati posisi huruf illat (yang diganti/dibuang/dirubah) atau huruf lain dalam satu kata.

Di bawah ini adalah sebagian kaidah yang terdapat pada bab i’lal:

  • Huruf Alif  (ا) Dirubah Menjadi huruf Wawu (و)
Huruf Alif harus dirubah menjadi huruf wawu apabila terletak setelah dhammah.

Contoh:

شَــاهَدَ > شُــوْهِدَ

حَــاكَمَ > حُــوْكِمَ


Alif dirubah menjadi huruf wawu karena huruf sebelumnya berharokat dhommah.


Wawu Diubah Menjadi Ya’


a. Jika huruf wawu  و  dan ya’ ي   berkumpul di dalam satu kata dan salah satunya di antaranya diawali dengan harokat sukun, maka wawu dirubah menjadi huruf ya`.

Misal :
 سَــيِّــدٌ

(Asal katanya adalah سَــيْــوِدٌ, karena terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi  سَــيِّــدٌ)

هَــيِّــنٌت

(Asal  katanya adalah  هَــيْــوِنٌ, terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi هَــيِّــنٌ)


شَــيًّــا

(Asal katanya adalah شَــوْيًـــا, terdapat huruf wawu dan ya yang bertemu atau berkumpul dalam satu kata, maka huruf wawu harus diganti menjadi huruf ya maka menjadi شَــيًّــا)


b. dalam contoh isim maf’ul yang mana terbentuk dari fi’il tsulatsy yang mu’tal akhirnya dengan ya’


Baca Juga:
Pengertian Wazan dan Mauzun Beserta Pembgiannya


Contoh:

مَقْضِــيٌّ

(Asal katanya adalah مَقْضُـــوْيٌ wawu dan ya bertemu dalam satu kata, salah satunya berharokat sukun maka huruf wawu harus diganti menjadi ya maka menjadi مَقْضِــيٌّ )


c. Penggantian wawu menjadi ya juga terjadi jika wawu terletak setelah huruf yang berharokat kasroh maka wawu harus diganti meenjadi wawu, bab ini terdapat pada mashdar fi’il yang berwazan أَفْعَلَ, fa’ fi'ilnya berupa wawu (seperti أَوْضَحَ, أَوْرَدَ dst) atau fi’il yang berwazan اِسْتَفْعَلَ, fa’ fi'ilnya berupa wawu (seperti اِسْتَوْضَحَ, اِسْتَوْرَدَ dst)

Contoh:

أَوْضَحَ :mashdarnya adalah > إِيْــضَاحًا 

Asal katanya adalah إِوْضَاحًا , wawu terletak setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya maka menjadi إِيْــضَاحًا 

أَوْرَدَ :mashdarnya adalah > إِيْــرَادًا

Asal katanya adalah إوْرَادًا , wawu terletak setelah kasroh maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi إِيْــرَادًا

اِسْتَوْضَحَ :mashdarnya adalah >  اِسْتِــيْــضَاحًا 

Asal katanya adalah اِسْتِـوْضَاحًا , wawu terletak setelah kasroh maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi اِسْتِــيْــضَاحًا 



d. Apabila wawu terletak di ujung setelah kasrah.

Contoh:

 السَّامِــي
Asal katanya adalah  السَّامِـو wawu terletak di akhir kata dan jatuh setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi   السَّامِــي

الْعَادِي
Asal katanya adalah  الْعَادِو wawu terletak di akhir kata dan jatuh setelah kasroh, maka harus diganti menjadi ya, maka menjadi   الْعَادِي



Huruf Wawu dan Ya’ yang Dirubah Menjadi Hamzah

Wawu dan ya harus dirubah menjadi hamzah jika keduanya jatuh setelah alif tambahan, syarat dari kaidah ini adalah jika hamzah dan ya terletak pada 'ain fi'il di isim fa'il dan terletak di akhir kata pada mashdar, berikut ini adalah penjelasannya:

a. Terdapat pada isim fa’il yang terbentuk dari fi’il tsulatsi yang a'in fi'ilnya berbentuk alif (asalnya adalah wawu atau ya’).

Contoh:

صَــامَ :isim fa'ilnya adalah >  صَائِــمٌ 

Asal katanya adalah صَاوِمٌ , wawu terletak setelah alif tambahan dan wawu menempati ain fi'ilnya isim fa'il, maka wawu harus diganti menjadi hamzah  صَائِــمٌ 


b. Apabila wawu atau ya’ berada di ujung pada mashdar dan terletak setelah alif tambahan.

Contoh:

ٌدُعَاء
Asal katanya adalah  ٌدُعَاو   wawu terletak setelah alif tambahan dan terletak di akhir kata pada mashdar, maka wawu harus diganti menjadi hamzah ٌدُعَاء



Menghilangkan Huruf Wawu Pada Bentuk Maf’ul

Jika isim maf’ul terbentuk dari fi’il tsulatsy yang mu’tal 'ain fi'ilnya (huruf tengahnya berupa huruf illah, seperti قَالَ, بَاعَ dan sebagainya), maka huruf wawu harus dihapus, berikut ini adalah penjelasannya:

Contoh:

 مَــقُــوْلٌ

(Asaln katanya adalah مَقْــوُوْلٌ dengan wazan مَفْعُولٌ, karena kata tersebut terbentuk dari fi'il tsulasy yang huruf tengahnya berupa huruf illah yaitu wawu, maka wawu tambahan yang berharakat sukun harus dihapus dan menjadi مَقْــوُلٌ  , lalu masih ada huruf wawu asli yang mempunyai harakat, maka harakatnya harus dipindah ke huruf sebelumnya untuk memudahkan dalam pengucapan maka menjadi مَــقُــوْلٌ )

 مَبِــيـْـعٌ

(Asalnya مَبْــيُـوْعٌ dengan wazan مَفْعُولٌ, harakat pada huruf ya harus dipindah ke huruf sebelumnya karena huruf sebelumnya adalah huruf shahih tapi malah berharakat sukun maka menjadi مَبُــيْـوْعٌ , bertemulah dua huruf illah yang berharakat sukun yaitu huruf ya 'ain fi'il dan huruf wawu maf'ul 'ـيْـوْ' maka huruf wawu maf'ul harus dibuang karena bertemunya dua huruf yang berharokat sukun maka menjadi  مَبُــيْـــعٌ  , kemudian harokat dhommah pada huruf ba' harus diganti menjadi kasrah karena setelahnya adalah huruf ya maka menjadi   مَبِــيـْـعٌ  )




2. Ibdal        
Adapun Ibdal yaitu menghapus atau membuang huruf dan meletakkan huruf lain pada huruf yang telah dibuang.

Sebenarnya ibdal dan i'lal sangatlah mirip pengertiannya yaitu sama sama melakukan perubahan, pembuangan, atau penggantian pada suatu huruf, hanya saja i’lal itu khusus terjadi hanya pada huruf illat, adapun ibdal bisa masuk pada huruf shahih (kata yang tidak mempunyai huruf illat) dan juga bisa masuk pada kata yang mempunyai huruf illat.

Huruf-Huruf Ibdal

Berikut ini adalah huruf-huruf ibdal, yaitu:
أَحْرُفُ الْإِبْدَالِ هَدَأْتُ مُوْطِيَا       
  • Ha’   (هــ)
  • Dal (د)
  • Hamzah  (أ)
  • Ta’ (ت)
  • Mim (م)
  • Wawu  (و)
  • Tha’ (ت)
  •  Ya’ (ي)
  • Alif  (ا)

Di bawah ini  adalah  beberapa keadaan yang terjadi pada bab ibdal.

Merubah Huruf pada Fa’ fi'il yang Barupa Wawu atau Ya Menjadi  Huruf Ta’ (ت)

Jika terdapat fi’il tsulatsy yang fa’ fi'ilnya berupa wawu (contoh وَصَفَ) atau huruf ya (contoh يَسَرَ), dan dirubah ke wazan (اِفْتَعَلَ), maka wawu atau ya nya harus dirubah menjadi huruf ta’(ت).

Misal:

وَصَفَ :mengikuti wazan (اِفْتَعَلَ)  maka menjadi > اِتَّــصَفَ

اِتَّــصَفَ
Asal katanya adalah إوْتَصَفَ , lalu huruf wawu diganti menjadi ta' (ت) maka menjadi إتْــتَـصَفَ , lalu ta' yang pertama dan kedua digabungkan atau diidghomkan dengan tasydid maka menjadi  اِتَّــصَفَ 

وَسَمَ :mengikuti wazan (اِفْتَعَلَ)  maka menjadi > اِتَّــسَمَ

Asal katanya adalah إوْتَسَمَ , lalu huruf wawu diganti menjadi ta' (ت) maka menjadi إتـْتَسَمَ , lalu ta' yang pertama dan kedua digabungkan atau diidghomkan dengan tasydid maka menjadi  اِتَّــسَمَ


Perkara di atas juga terjadi pada fi’il mudhore dan mashdar.

Contoh:

يَـتَّــصِفُ : اِتِّــصَافًا

يَــتَّــسِمُ : اِتِّــسَامًا



Merubah Huruf  Ta’ (ت) Menjadi Huruf Dal (د)

Jika terdapat fi’il tsulatsy yang fa’ fi'ilnya adalah huruf dal (contoh دَخَرَ) dan dijadikan wazan (اِفْتَعَلَ), maka huruf ta tambahan pada wazan اِفْتَعَلَ diubah menjadi dal, setelah itu dal huruf fa' fi'il asli dan dal yang kedua tadi diidghomkan.

Misal:

دَخَرَ : اِدَّخَرَ
Asal katanya adalah اِدْتَــخَرَ , lalu karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dal, maka ta pada kata tersebut harus diganti menjadi dal, maka menjadi اِدْدَخَرَ   , setelah itu kedua dal yang berkumpul tersebut diidghomkan atau digabungkan dengan tasydid maka menjadi اِدَّخَرَ

دَعَى : اِدَّعَى
Asal katanya adalah اِدْتَـــعَى , lalu karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dal, maka ta pada kata tersebut harus diganti menjadi dal, maka menjadi اِدْدَعَى   , setelah itu kedua dal yang berkumpul tersebut diidghomkan atau digabungkan dengan tasydid maka menjadi اِدَّعَى

Perkara di atas juga terjadi pada fi’il Mudhore’ dan mashdar.

Contoh:

يَــدَّخِرُ : اِدِّخَارًا

يَــدَّعِي : اِدِّعَاءً



Merubah Huruf Ta’ (ت) Menjadi Huruf Tho’ (ط)

Jika terdapat fi’il tsulatsi yang fa’ fi'ilnya adalah berupa huruf shod (ص) dhad  (ض) , tha’  (ط) atau zha’  (ظ) dan dijadikan wazan (اِفْتَعَلَ), maka fa’ fi'il tersebut harus diubah menjadi tha’ (ط).

Misal:

صَادَ : اِصْــطَــادَ
Asal katanya adalah اِصْــتَــادَ  , karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf shod  (ص), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِصْــطَــادَ

ضَرَبَ : اِضْــطَــرَبَ
Asal katanya adalah اِضْــتَــرَبَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf dhad  (ض), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِضْــطَــرَبَ


طَلَعَ : اِطَّــلَعَ
Asal katanya adalah اِطْــتَــلَعَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf tha’ (ط), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِطْطَـلَعَ setelah itu kedua tho' tersebut diidhgomkan atau digabungkan maka menjadi اِطَّــلَعَ

طَرَدَ : اِطَّــرَدَ
Asal katanya adalah اِطْــتَـرَدَ, karena fa' fi'ilnya adalah berupa huruf tha’ (ط), maka ta 'ـتَـ' pada kata tersebut harus diganti menjadi tho' (ط) , maka menjadi اِطْطَرَدَ setelah itu kedua tho' tersebut diidhgomkan atau digabungkan maka menjadi اِطَّــرَدَ


Hal ini juga terjadi pada fi’il mudhari’ dan mashdar.

Contoh:

يَصْــطَــادُ : اِصْــطِــيَادًا 
يَضْــطَــرِبُ : اِضْــطِــرَابًا 
يَــطَّــلِعُ : اِطِّــلَاعًا 
يَــطَّــرِدُ : اِطِّــرَادًا



Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dikitab berikut ini:



  • Syarah Alfiyah Ibnu Aqil

  •   DOWNLOAD



  • Qowaidul I'lal fis Sharf




  • _______________

    Referensi:
    • Syarah Alfiyah Ibnu Aqil    
    • Qowaidul I'lal fis Sharf

    Cara Membuka File (.jdvu) Kamus Al-Munawwir Menggunakan WinDjView.

    Postingan ini saya buat khusus untuk menjawab pertanyaan temen-temen cara membuka kamus munawwir yang sebagian temen-temen banyak yang bingung cara membukanya.

    Oke langsung saja, berikut ini adalah cara membuka file kamus Al-Munawwir menggunakan tool WinDjView:

    1. Download kamus Al-Munawwir terlebih dahulu di sini :

    DOWNLOAD

    2. Setelah didownload, extract file Zip yang sudah temen-temen download dengan cara klik kanan pada file tersebut lalu pilih 'Extract Here..'


















    3. Setelah di-extract maka akan muncul file berbentuk folder seperti gambar dibawah ini, lalu bukalah folder tersebut:



    4. Pada folder tersebut temen-temen pilih file 'WinDjVu_05' yang berbentuk WinRAR seperti gambar di bawah ini:



















    5. Setelah temen-temen buka file tersebut di atas, lalu pilih file yang bernama 'WinDjView-0.5.exe'





    6. Setelah temen-temen buka file di atas 'WinDjView-0.5.exe', maka akan tool 'WinDjView' akan muncul, setelah itu pilihlah 'Open' folder pada tool tersebut.
























    7. Cari file yang bernama 'munawir_arab_indo.djvu' yang berada pada folder yang sebelumnya sudah temen-temen extract.
























    8. Setelah langkah di atas, seharusnya kamus al-munawwir temen-temen sudah bisa dibuka seperti gambar di bawah ini























    Selamat mencoba temen-temen, dan semoga berhasil. temen-temen yang masih belum terbiasa dengan menggunakan kamus munawwir, saya sarankan untuk membuka kembali postingan saya tentang ini:
    Artikel di atas dapat membantu temen-temen dalam mencari kosakata yang ada pada kamus al-munawwir terutama kitab tashir shorof di atas ya, karena untuk menggunakan kamus al-munawwir temen-temen harus mencari terlebih dahulu bentuk fi'il madhi kata yang temen-temen cari terlebih dahulu, baru kemudian temen-temen akan menemukan kosa kata yang dicari.

    Semoga artikel tutorial ini membantu, selamat belajar. :D

    Pengertian Isim Jamid dan Isim Musytaq dalam Bahasa Arab

    Pengertian Isim Jamid dan Isim Musytaq dalam Bahasa Arab

    الاسم بالنظر الى تركيبه
    ( Pembagian Isim/kata benda dari segi bentuk  kalimatnya )


    A. Isim Jamid (اسم الجامد)

    1. Pengertian Isim Jamid

    الاسم الجامد هو مالم يؤخذ من غيره
    Isim Jamid yakni  Isim atau kata benda yang format  katanya tidak diambil  dari kata yang lain. Contoh :
    رجل (seorang laki-laki) kalimat itu  bentuknya tidak berasal  dari kata lain, maka ia tergolong  Isim Jamid.

    Berbeda dengan محمّد (orang yang terpuji) maka kalimat ini bukan Isim Jamid, karena format  katanya berasal  dari kata حمَّد )menurut  keterangan dari  ulama kufah) atau dari تحميد (menurut  keterangan dari  ulama basrah), pun  الغفار (yang maha pengampun) bukan tergolong  Isim Jamid sebab  kata ini ialah  bentuk mubalaghah yang berasal  dari غفر atau مغفرة\.غفران

    2. Pembagian Isim Jamid

    Isim Jamid terbagi menjadi  dua bagian : اسم الذات (isim zat) dan اسم المعنى (isim ma’na)

    a. (اسم الذات ) atau ( اسم الجنس )

    Isim Jamid Zat yakni  isim yang tidak berasal  dari format  lafaznya tersebut  akan kalimat fi’il (kata kerja) dengan ma’nanya. Contoh:

    رجل (seorang laki-laki), غصن (sebuah pohon),نهر (sungai), maka ketiga kalimat ini ialah  isim Jamid Zat sebab  tidak dapat  dijadikan kalimat fi’il (kata kerja).

    Berbeda dengan حَمْدًا (pujian) maka ia bukan Isim Jamid Zat karena dapat  dijadikan kata fi’il contohnya  : حَمِدْتُ (aku memuji) يَحْمَدُ (ia sedang memuji) إحْمَدْ (pujilah!).

    b. ( اسم المعنى ) atau ( المصدر )


    Isim Jamid Ma’na (Masdar) yakni  kalimat yang mengindikasikan  atas sebuah  ma’na yang tidak sehubungan  dengan waktu, dan dapat  dijadikan kalimat fi’il (kata kerja).
    Contoh:

    جلوس (duduk) ialah  Isim Jamid Ma’na karena dapat  dijadikan kalimat fi’il yakni  جلستُ (telah duduk aku), نجلس (sedang duduk aku), اجلس (duduklah!)

    اتحاد (persatuan) ialah  Isim Jamid Ma’na karena dapat  dijadikan kalimat fi’il yakni  اتحدنا (kami sudah  bersatu), نتحد (kami bakal  bersatu), اتحدوا (bersatulah kalian!)

    Isim Jamid Ma’na dipungut  dari format  masdar dari semua  wazan atau timbangan, baik tsulatsi (huruf   asalnya 3) atau ruba’i (huruf   asalnya 4), baik qiyasi (sesuai kaedah) atau sama’i (dari lisan orang arab), pun  dari seluruh  jenis masdar, laksana  : masdar mimi (diawali mim), masdar sina’i (diakhiri ya nisbah), masdar marroh (menunjukkan kuantitas perbuatan), dan lain-lainnya.



    B. Isim Musytaq ( اسم المشتق )

    1. Pengertian Isim Musytaq


    Isim Musytaq yakni  kalimat isim yang format  kalimatnya dipungut  dari kalimat lain, dan mengindikasikan  atas sesuatu yang disifati dengan sifat tertentu. Contoh:

    كاتب (yang menulis) maka kalimat ini ialah  isim musytaq sebab  ia dipungut  dari kalimat كتابة , dan disifati dengan “menulis”.

    الرحمن (yang maha pengasih) maka kalimat ini ialah  isim musytaq sebab  ia dipungut  dari kalimat رحمة , dan disifati dengan “pengasih”.

    مريض (yang sakit) maka kalimat ini ialah  isim musytaq sebab  ia dipungut  dari kalimat مرضا , dan disifati dengan sifat “sakit”.

    2. Pembagian Isim Musytaq

    Isim Musytaq tersebut  terbagi untuk  tujuh, yakni  : isim fa’il dan sighat mubalaghah ( اسم الفاعل والمبالغة ), isim maf’ul ( اسم المفعول ), sifat musyabbahah صفةالمشبهة ) ), isim tafdhil ( اسم التفضيل ), isim zaman ( اسم الزمان ), isim santap  ( اسم المكان ), dan isim perangkat  ( اسم الآلة ).

    a. ( اسم الفاعل والمبالغة )

    Isim fa’il yakni  isim musytaq untuk mengindikasikan  atas orang yang keluar  dari padanya sebuah  perbuatan. Contoh:

    1) نام الرجل ، فهو نائم (Telah istirahat  seorang laki-laki, maka ia ialah  orang yang tidur) kalimat نائم bentuknya ialah  isim fa’il.

    2) كتب محمد ، فهو كاتب (telah mencatat  Muhammad, maka ia ialah  orang yang menulis) kalimat كاتب bentuknya ialah  isim fa’il.

    Isim fa’il mempunyai format  dan timbangan tertentu, diantaranya:
    الأمثلة
    الأوزان
    الفعل
    كاتب-ضعيف-صعْب-فرِح-عطشان-أحمر
    فَاعِل-فَعِيْل-فَعْل-فَعِل-فعْلان-أَفْعَل-.......
    الثلاثي
    مُحسِن- مقاتل- مصدِّق- مُستغفِر- منكسِر
    مُفعِل- مُفاعِل- مُفعِّل- مستفعِل-منفعِل- مفتعِل- متفعِّل-........
    غير الثلاثي

    Shighat mubalaghah merupakan   isim yang bermakna isim fa’il namun  memiliki format  tertentu dengan maksud mubalaghah (bersangatan), dengan kata lain  ma’nanya lebih dari isim fa’il biasa. Seperti عالم (orang yang mengetahui) kalau diolah  bentuknya menjadi mubalaghah عليم (maha mengetahui).

    Bentuk timbangan sigat mubalaghah
    Contoh
    Isim fa’il
    Wazan
    صوَّام- منّاع- قوّام
    صائم- مانع- قائم
    فَعَّال
    مِطعان
    طاعن
    مِقْعَال
    غفور- شكور
    غافر-شاكر
    فَعُوْل
    عليم- قدير
    عالم- قادر
    فَعِيْل
    حذِر
    حاذر
    فَعِل

    b. Isim Maf’ul



    Isim maf’ul yakni  isim yang dipungut  dari fi’il majhul guna  menunjukkan untuk  sesuatu yang menimpa kepadanya perbuatan. Contoh:
    سُمع الأذان، فالأذان مسموع {{Azan terdengar
    Maka kalimat "مسموع" dipungut  dari kalimat fi’il madhi majhul"سمع".

    c. Sifat Musyabbahah Dengan Isim Fa’il


    Sifat musyabbahah dengan isim fa’il sebuah  isim musytak yanghanya terbentuk dari fi’il tsulasi lazim. Ia ialah  suatu sifat yag menunjukkan untuk  orang yang meresap kokoh di dirinya perbuatan. Contoh:
    هذا الصائم عطشان { {Ini orang yang berpuasa tidak jarang  kali  haus
    Maka kalimat "عطشان" mengindikasikan  sifat yang tetap pada"الصائم"

    Bentuk-bentuk sifat musyabbahah:
    الأمثلة
    وزن الصفة المشبهة
    وزن الفعل اللازم
    فرح- سلس- طرب
    فعِلٌ
    1. فعِلَ
    أحمر- أكحل- أعرج
    أفعَل
    غضبان- جوعان- عطشان
    فَعْلان
    كريم- نظيف- شريف
    فعيل
    2. فعُل
    سهل- عذب- ضخم
    فَعْل
    شجاع- فرات
    فُعال
    جبان- حصان
    فَعال

    حسن- بطل
    فَعَل

    حلو- صلب
    فُعْل

    طيب- شيق- أشيب

    فَعَل

    d. Isim Tafdhil


    Isim tafdhil beberapa  dari isim mustaq berwazan afala yang mengindikasikan  dua sesuatu yang berserikat pada sebuah  sifat, tetapi  salah satunya lebih berpengaruh  pada tersebut  sifat. Contoh:
    الشمس أكبر من الأرض

    e. Isim Zaman Dan Makan


    Isim zaman beberapa  dari isim mustaq yang bermanfaat  menunjukkan masa-masa  terjadinya perbuatan. Contoh:
    مَوعِد الامتحان أول يونيو .

    Isim tempat/makaan  termasuk dari isim mustaq yang bermanfaat  yang mengindikasikan  tempat kejadian perbuatan. Contoh:
    مَلعَب الكرة فسيح .
    Bentuk-bentuk isim zaman dan makan:
    الفعل
    الوزن
    ألامثلة
    1. الثلاثي
    1. مَفعَل
    2. مَفعِل
    مَلهَى- مَصنَع- مَدخَل
    مَنزِل- مَولِد
    2. غير الثلاثي
    وزن اسم المفعول
    مُجتمَع- مُستَودَع- مستشفى

    f. Isim Alat


    Isim alat tergolong  dari isim mustaq yang bermanfaat  untuk mengindikasikan  alat/perkakas yang dengannya terjadi perbuatan.
    Bentuk-bentuk isim alat:
    الوزن
    الامثلة
    مِفعَال
    مفتاح- منشار- مِرْآة- محراث- ميزان
    مِفعَل
    مبرد- مجهر- مغزل- مثقب
    مِفعَلَة
    مِكنَسَة- مطرقة- ملعقة- مِكْواة
    terkadang isim alat juga tidak menyerupai wazan-wazan di atas, contoh
    مثل : سكين- شوكة- قلم.


    Kesimpulan

    Isim dilihat dari sisi  bentuknya terbagi untuk  dua, yakni  isim jamid dan isim musytaq. Isim jamid merupakan   isim yang terbentuk bukan berasal dari kalimat lain. Sedangkan isim musytaq merupakan   isim yang terbentuk dan berasal dari kalimat lain, bahkan mengindikasikan  sesuatu yang disifatkan dengan sifat.
    Isim jamid terdapat  dua macam:

    1) Isim zat atau isim jenis
    2) Isim ma’na atau masdar

    Isim musytaq terdapat  tujuh macam:

    1) Isim fa’il dan sighat mubalaghah
    2) Isim maf’ul
    3) Sifat musybbahah dengan isim fa’il
    4) Isim tafdhil
    5) Isim zaman
    6) Isim makan
    7) Isim alat

    Pengertian Jamak Taksir dalam Bahasa Arab dan Ketentuan Perubahannya

    Pengertian Jamak Taksir dalam Bahasa Arab dan Ketentuan Perubahannya

    Setelah memahami  bagaimana pngertian isim mufrod dan bagimana penerapan cohtohnya dalam suatu  kalimat, laksana  yang telah  saya tulis pada artikel  sebelumnya, pada artikel  ini saya akan   menjelaskan bagaimana definisi  jamak taksir dan bagaimana penerapan misalnya  dalam suatu  kalimat bahasa arab sehingga gampang  untuk difahami.

    Baca Juga : Pengertian Isim Mufrod, tasniyah dan jamak

    Secara bahasa makna  kata “jamak” ialah  banyak atau lebih dari satu. sementara  kata “taksir” dengan kata lain  ialah pecah dari asal katanya, jadi definisi  jamak taksir secara bahasa ialah  kata yang dipecah  sehingga menjadi banyak, dengan kata lain  sebuah kata dalam bahasa arab dipecah format  katanya sampai-sampai  mempunyai  makna “banyak”.   ini sejalan dengan definisi  jamak taksir menurut  keterangan dari  istilah.



    Sedangkan definisi  jamak taksir menurut  keterangan dari  istilah ilmu nahwu ialah  :

    مَا تَغَيّرَ عَنْ بِنَاءِ مُفْرَدِهِ

    Lafadz yang berubah dari format  mufradnya.

    Isim jamak taksir tadinya  ialah format  mufrod lantas  lafadnya berubah sampai-sampai  ia dinamakan  dengan isim jamak taksir Contohnya kata كُتُبٌ yang dengan kata lain  “kitab-kitab” dan kata رُسُلٌ yang dengan kata lain  “para rasul” yang ada  dalam surat al-Baqarah ayat 285. Kata كُتُبٌ berasal dari kata كِتَابٌ dan kata رُسُلٌ bersal dari kata رَسُولٌ.

    Lalu bagaimana ketentuan  perubahan yang terjadi pada isim jamak taksir ini, . Ada enam ketentuan  perubahan yang terjadi pada isim jamak taksir, yakni  :


    1. Perubahan pada harakatnya (شَكَل) misalnya  : اَسَدٌ menjadi اُسُدٌ dengan kata lain  beberapa singa.
    2. Perubahan dengan ditambahi hurufnya (زِيَادَة) misalnya  : صِنْوٌ menjadi صِنْوَانٌ dengan kata lain  kembar.
    3. Perubahan dengan dikurangi (نقصان) misal  : نِعْمَةٌ menjadi نِعَمٌ dengan kata lain  nikmat.
    4. Perubahan pada harakat dan ditambahi (شكل + زيادة) misal  : رَجُلٌ menjadi رِجَالٌ dengan kata lain  beberapa anak laki-laki.
    5. Perubahan pada harakat dan dikurangi (شكل + نقصان) misal  : رَسُولٌ menjadi رُسُلٌ dengan kata lain  para rasul.
    6. Perubahan pada harakat, ditambahi dan dikurangi (شكل + زيادة + نقصان) misal  : غُلَامٌ menjadi غِلْمَانٌ dengan kata lain  beberapa pemuda.


    Disamping evolusi  di atas sebetulnya  ada ketentuan  perubahan lainnya pada isim jamak taksir ini, yaitu evolusi  pada format  wazannya, tetapi  untuk penjelasannya tidak bakal  ditulis disini, insyaallah bakal  ditulis pada artikel  selanjutnya.

    Demikian sekilas penjelasan tentang  pengertian jamak taksir beserta misalnya  dalam bahasa arab, semoga bermanfaat.

    Balaghah, Ilmu Bahasa Arab untuk Mengkaji Keindahan Kitab Allah (القرآن)

    Balaghah, Ilmu Bahasa Arab untuk Mengkaji Keindahan Kitab Allah (القرآن)

    Al-Qur’an mempunyai  susunan kalimat yang sangat indah, tertib, penuh makna dan rapih. Untuk mengetahui  keindahan bahasanya, diperlukan  penguasaan bahasa Arab yang sangat mendalam, di antara  cabang ilmu yang mempelajari hal demikian   yaitu ilmu balaghah

    Dalam sekian banyak   literatur   bahwa disiplin ilmu ini adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi alat guna  menguak kemukjizatan al-Qur`an. Posisinya dalam tatanan kumpulan  ilmu-ilmu Arab serupa   seperti posisi ruh dari jasad. Dengan kata lain, ilmu balaghoh adalah media yang bisa  menghantarkan seseorang mengetahui  ke-i’jaz-an dan keindahan al-Qur`an.

    Seseorang yang hendak  menjadi mufassir, mutlak menguasai ilmu ini supaya  bisa mengetahui  isi dan pesan-pesan yang tersirat maupun tersurat dalam al-Qur`an. Dalam urusan  ini al-Zamakhsyari menuliskan   bahwa ilmu yang sangat  sarat dengan rahasia yang rumit, sangat  padat isinya sehingga menciptakan  manusia kendala  memahaminya, tergolong  orang alim sekalipun, yakni  ilmu tafsir. Dan, tidak akan dapat  mendalami esensi  ilmu ini kecuali mempunyai  kompetensi dan kredibilitas dalam dua spesifik ilmu yakni  ilmu ma’ani dan bayan. Kedua ilmu ini dipelajari dalam ilmu balaghah.

    Secara ilmiah, ilmu balaghah adalah suatu disiplin ilmu yang menunjukkan  pembelajaran guna  dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan seseorang menurut  pada kejernihan dan kecermatan  dalam menciduk  keindahan bahasa. Juga dapat  menjelaskan perbedaan yang ada salah satu  macam-macam uslub (ungkapan). Dengan menguasai konsep-konsep balaghah akan memahami  rahasia-rahasia bahasa Arab dan seluk beluknya. Juga akan dapat  membuka rahasia-rahasia kemu’jizatan al-Qur`an dan al-Hadits.

    Al-Balaghah dipecah  menjadi sejumlah  kelompok. Pertama, ilmu ma’ani, yang mempelajari rangkaian  bahasa dari segi  penunjukkan artinya  dan mempelajari teknik  menyusun kalimat supaya  sesuai dengan muqtadhaa al-haal. Kedua, ilmu bayan, yang mempelajari cara-cara penggambaran imajinatif. Ketiga, ilmu badi’, yang mempelajari karakter lafazh dari segi  kesesuaian bunyi atau kecocokan  makna.

    Perkembangan Ilmu Balaghah

    Pada dasarnya ilmu yang berhubungan  ketepatan dan keindahan berbahasa ini sudah  menjadi pengetahuan yang menghiasi sekian banyak   perkataan orang Arab, baik dalam puisi maupun prosa, jauh sebelum al-Qur’an turun. Namun, kehadiran al-Qur’an sudah  menjadi salah satu hal  munculnya ilmu balagha. Keindahan bahasa al-Qur’an menciptakan  pakar bahasa waktu tersebut  kagum. Al-Qur’an dinyatakan  sebagai buku  yang mempunyai  ketepatan dan keindahan berbahasa Arab yang tak tertandingi.

    Pada pertumbuhan  selanjutnya, semakin luasnya difusi  orang Arab dengan non-Arab ternyata perlu  ilmu bahasa yang bermanfaat  mengukur ketepatan dan keindahan berbahasa Arab. Orang-orang non-Arab tidak dapat memahami  keindahan bahasa Arab tanpa mempelajari kaidah bahasa yang benar yang berlaku di bangsa Arab.

    Tema-tema ilmu balaghah sendiri hadir  setelah ilmu nahwu dan sharaf berkembang pesat di zaman Khalifah Umayyah. Ketika tersebut  para ulama pakar sastra mulai bicara mengenai  makna fashahah dan balaghah dan berjuang  menjelaskannya dengan misal  dan bukti-bukti yang diriwayatkan dari orang-orang sebelum mereka.

    Namun ilmu ini mulai dikenal luas ketika  dinasti Abbasiyah. Pada ketika  itu, terjadi polemik  yang sengit di kalangan semua  sastrawan dan para berpengalaman  bahasa dalam mengungkap mukjizat al-Qur`an. Ketegangan ini dimunculkan  oleh di antara  pendapat Ibrahim al-Nidzam yang menuliskan   bahwa al-Qur’an tidak mempunyai  kekuatan mukjizat berupa kefasihan dan kebalighannya. Bahkan, seluruh  orang Arab pasti dapat  membuat kalimat yang nilainya sama dengan bahasa yang dipakai  al-Qur`an. Pendapat ini mengundang reaksi keras semua  pakar sastra dan ulama masa-masa  itu. Mereka lantas  menulis suatu  risalah yang isinya menampik  semua argumen Ibrahim al-Nidzam, dan mengungkap kebobrokan aliran yang dianut olehnya.

    Kitab yang kesatu  kali dibentuk  dalam bidang balaghah yaitu buku  Majazul Qur’an karangan Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin Al-Mutsanna (wafat 208 H), siswa  Al-Khalili (wafat 170 H). Kitab ini mengandung  ilmu bayan. Sedangkan ilmu ma’ani, tidak diketahui tentu  orang yang kesatu  kali menyusunnya. Namun, ilmu ini paling  kental dalam pembicaraan semua  ulama, khususnya  al-Jahidz (wafat 225 H) dalam I’jazul Qur’an. Adapun penyusun buku  ilmu badi’ pada masa awal ialah  Abdullah Ibn al-Mu’taz (wafat 296 H) dan Qudamah bin Ja’far dengan Naqd asy-Syi’r dan Naqd an-Natsr (wafat 337 H).

    Baru pada abad kelima hijriyah hadir  seorang ulama yang menggabungkan ilmu-ilmu tersebut mempunyai  nama  Abu Bakar Abdul Qahir al-Jurjani (wafat 471 H). Al-Jurjani mengarang buku  tentang ilmu ma’ani dengan judul Dalailul I’jaz, dan mengenai  ilmu bayan dengan judul Asrorul Balaghah. Kemudian setelah tersebut  datanglah Abu Ya’qub Sirajuddin Yusuf as-Sakakiy al-Khawarizmi (wafat 626 H) dengan kitabnya yang membicarakan  tentang ilmu balaghah lebih menyeluruh  daripada lainnya, yaitu buku  dengan judul Miftah al-‘Ulum.

    Pada masa itu  ilmu balaghah berkembang pesat sebab  adanya persinggungan dengan ilmu kalam dan filsafat berhubungan  dengan i’jazul Qur’an. Persinggungan ini menimbulkan  istilah Madrasah Adabiyyah dan Madrasah Kalamiyyah berdasar kecenderungan yang dipilih dalam mengerjakan  pembahasan balaghah.


    Tiap-tiap madrasah ini memiliki karakteristik  tersendiri. Para pakar Madrasah Kalamiyyah memusatkan  pembahasan balaghahdengan menciptakan  batasan-batasan lafdzi dan spirit perdebatan. Kemudian konsentrasi  dengan membuat sekian banyak   macam definisi-definisi dan kaidah-kaidah tanpa tidak sedikit  menunjukkan contoh-contoh bukti sastrawi baik puisi maupun prosa. Bagi  menilai  tepat dan estetis  atau tidaknya bahasa, mereka tidak sedikit  berpegang pada analogi filsafat dan kaidah-kaidah logika.

    Sedangkan Madrasah Adabiyyah, paling  berlebihan dalam mengemukakan  bukti-bukti (contoh-contoh) sastrawi baik puisi maupun prosa, dan tidak banyak  sekali menyimak  tentang pengertian  dan lain-lainnya. Bagi  menilai  tepat dan estetis  atau tidaknya bahasa mereka lebih tidak sedikit  berpegang pada rasa seni, keindahan daripada untuk  filsafat ataupun logika.