Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
Showing posts with label Nahwu. Show all posts
Showing posts with label Nahwu. Show all posts

Pengertian dan Macam-macam Tanwin dalam Bahasa Arab

Pengertian Tanwin dan Pembagiannya dalam Bahasa Arab 

A. Pengertian Tanwin (التنوين)

Tanwin adalah nun mati (نون ساكنة) yang terucap di akhir kalimat isim tapi nun mati tersebut tidak tertulis, tanwin sendiri di bagi menjadi tiga bagian.

contoh:

زَيْــدٌ  "Zaidun "

 ini adalah bentuk tanwin, tertulis seperti ini   ٌ , dengan tanpa nun mati tapi dibaca nun mati.

Asalnya adalah زَيْدُنْ 


B. Macam-macam Tanwin

a. Tanwin Tamkin (تنوين التمكين)

Tanwin tamkin adalah tanwin yang bertemu dengan isim-isim yang mu'rob (berubah-ubah harakat akhir katanya) dan munsharif (kalimat isim yang dapat menerima tanwin), contoh:

رَجُـلٌ

ٍرَجُـل

كِتَابٌ

كِتَابٍ

oleh karena itu, tanwin tamkin juga disebut sebagai tanwin sharaf, karena tanwin ini selalu berada pada isim yang munsharif (isim yang dapat menerima tanwin) dan mu'robah (yang berubah harokat akhirnya).

Baca selengkapnya Pengertian isim mu'rob.


b. Tanwin Tankir (تنوين التنكير)

Tanwin tankir adalah tanwin yang berada pada beberapa isim mabni, contoh seperti isim fi'il dan isim alam (nama) yang diakhiri dengan kata 'وَيْه' yang berbeda antara ma'rifat dan nakiroh, jika kata 'وَيْه' dibaca tanwin maka termasuk nakiroh atau kata umum, contoh:

سِيْبَوَيْــهٍ  (sibawaihin) >>> berarti nakiroh atau umum, nama seseorang yang bernama sibawaih yang bukan imam sibawaih penemu ilmu Nahwu.

tapi jika dibaca dengan tanpa tanwin, maka yang dimaksud adalah isim ma'rifat atau kata khusus yang berarti imam sibawaih,

 سِيْبَوَيْــهْ  (sibawaih) >>> imam sibawaih penemu ilmu nahwu

  contoh dalam suatau kalimat:

مَرَرْتُ بِسِبَوَيْـــهِ وَسِبَوَيْــهٍ آخَرَ 

"Saya bertemu dengan Imam Sibawaih dan seseorang yang bernama sibawaih lainnya" 

Baca Juga: Pengertian Nakirah dan Marifah dalam Ilmu Nahwu

Adapun dalam isim fi'il,

 seperti halnya kata 'صَــهْ' tanpa tanwin, dan 'صَــهٍ' dengan tanwin, perbedaannya hanya pada tanwin dan tidak ditanwin, tapi secara makna maka mempunyai perbedaan yang cukup jauh berbeda.

kata 'صَــهْ' tanpa tanwin >>> berarti menyuruh kepada lawan bicara untuk diam dari perkataan yang ia ucapkan pada saat itu saja.

sedangkan,  'صَــهٍ' dengan tanwin >>> berarti menyuruh kepada lawan bicara untuk diam dari perkataan apapun.


c. Tanwin 'Iwadh (تنوين العوض)

Tanwin 'iwadh adalah tanwin yang menjadi pengganti, adakalanya menjadi pengganti dari kata tunggal (مُفْرَدٌ), pengganti kalimat (جُمْلَةٌ), ada pula menjadi pengganti huruf (حَرْفٌ).

> Adapun tanwin yang menjadi pengganti dari kata tunggal (مُفْرَدٌ), yaitu tanwin yang berada pada kata :

كُلٌ

بَعْضٌ

أَيٌّ

yaitu tanwin sebagai ganti dari kata yang diidhofahkan kepadanya. contoh:

كُـلٌ يَمُوْتُ  "Semua akan mati"

yang mana tanwin pada kata كُـلٌ itu diidhofahkan kepada kata yang disembunyikan yaitu اِنْسَانٍ 'manusia'.

maka sebenarnya kalimat di atas lengkapnya adalah :

كُلُ إِنْسَانٍ يَمُوْتُ "Setiap manusia akan mati"

> Adapun tanwin yang menjadi pengganti dari kalimat (جُمْلَةٌ), yaitu yang masuk pada kata إِذْ sebagai ganti dari kalimat yang jatuh sesudahnya. contoh:

فَلَوْلَا إذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمُ، وَأنْتُمْ حِيْنَــئِذٍ تَنْظُرُوْنَ   

"Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai di kerongkongan, dan kamu ketika itu melihat"

kata  حِيْنَــئِذٍ  asalnya adalah  حِيْنَ إِذْ بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمُ , kemudian kata بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمُ digantikan dengan tanwin pada kata حِيْنَــئِذٍ. 


> Adapun tanwin yang menjadi pengganti dari huruf (حَرْفٌ), yaitu tanwin tanwin yang berada pada isim manqush yang tidak dapat menerima tanwin, dalam kondisi rofa' dan jar sebagai ganti dari huruf akhir yang dibuang. Contoh;

جِوَارٍ 

غَوَاشٍ

عِوَادٍ

أعَيْـمٍ

رَاجٍ

kelima tanwin pada contoh di atas menjadi pengganti dari huruf ya ي yang dihilangkan, harusnya yaitu:


جِوَارِيْ 

غَوَاشِيْ

عِوَادِيْ

أعَيْـمِيْ

رَاجِيْ


Nah, adapun jika menjadi pengganti dari huruf, yang mana isim isim manqush di atas tersebut dalam keadaan nashab, maka huruf ya nya dikembalikan seperti sedia kala tanpa diberikan tanwin, contoh dalam keadan nashab:

> دَفَعْتُ عَنْكَ عوَادِيَ

> أكْرَمْتُ أعيمِـيَ فَقِيْرًا

> عَلَّمْتُ الفَتَاةَ رَاجِـيَ


Demikian kajian kita pada kesempatan kali ini, semoga dapat dipahami dengan baik dan semoga bermanfaat. Amin-amin ya Robbal 'Alamin.


Referensi:

  • Kitab Jami'ud Durus Juz 1 hal. 10-11

Fiil Mudhori yang Dibaca Rofa dalam Ilmu Nahwu

Fiil Mudhori yang Dibaca Rofa dalam Ilmu Nahwu




Contoh:

(1) تَطِيْرُ الحَمَامَةُ 

Burung merpati itu sedang terbang

(2) يَعُوْدُ المُسَافِرُ

Seorang musafir [orang yang melakukan perjalanan] itu kembali
 
(3) يَنْزِلُ المَطَرُ

Hujan turun

(4) يَحْكُمُ القَاضِي

Hakim itu memberikan hukum 


****

Pembahasan:

Pada kalimat-kalimat di atas terdapat fi'il mudhore yang berwarna hijau, jika temen-temen perhatikan maka temen-temen bisa lihat bahwa kesemua fi'il mudhore di atas dibaca rofa' dengan huruf dhommah. 

yang menjadi pertanyaan kenapa bisa dibaca dhommah atau rofa'? jawabannya cukup simpel, yaitu karena fi'il mudhore di atas tidak didahului oleh huruf-huruf yang mengharuskannya dibaca nashob, atau juga tidak didahului oleh huruf-huruf yang mengharuskannya dibaca jazm. Maka dari itu fi'il mudhore di atas harus dibaca rofa' karena sepi dari amil atau huruf-huruf yang menashobkan dan huruf-huruf yang menjazmkan.

Baca juga:




****

Kaidah:

  • Fi'il mudhore dibaca rofa' dengan dhommah jika tidak didahului oleh huruf yang menashobkan dan huruf yang menjazmkan.




Referensi

Kitab Nahwu Wadhih Juz 1, hal. 58


Fi"il Mudhori yang Dibaca Jazm dalam Ilmu Nahwu

Fi"il Mudhori yang Dibaca Jazm dalam Ilmu Nahwu



Contoh:

(1) لَمْ يَحْفَظْ زَيْدٌ دَرْسَهُ

Zaid belum menghafal pelajarannya

(2) لَمْ يَنْقَطِعْ نُزُوْلُ المَطَرِ

Hujan belum berhenti
  
(3) لَمْ يَذْهَبْ زَيْدٌ إِلَى المَدْرَسَةِ

Zaid belum berangkat ke sekolah 


- - - - - - - - - - - -


(4) لَا تَأْكُلْ وَأنْتَ شَبْعَان

Jangan makan saat kamu sedang kenyang

(5) لَا تُكْثِرْ مِنَ الضَحِكِ

Jangan banyak bercanda

(6) لَا تُسْرِعْ فِي السَيْرِ

Jangan cepat-cepat dalam berjalan [perjalanan]


- - - - - - - - - - - - 


(7) إنْ تَفْتَحْ نَوَافِذَ الحُجْرَةِ يَتَجَدَّدْ هَوَاءُهَا

Jika kamu membuka jendela-jendela kamar, maka udaranya akan baru

(8) إنْ تَجْلِسْ فِي مَجْرَى الهَوَاءِ تَمْرَضْ

Jika kamu duduk [saat angin kencang], maka kamu akan sakit
 
(9) إنْ يُسَافِرْ أخُوْكَ تُسَافِرْ مَعَهُ

Jika saudaramu bepergian, maka kamu akan bepergian bersamanya


 
******

Pembahasan:

Contoh-contoh di atas dari nomer (1) sampai nomer (6) terdapat fi'il mudhore yang didahului oleh huruf yang menjazmkan yaitu huruf 'لَمْ dan لَا', pada contoh-contoh tersebut fi'il mudhore bermakna kalimat negatif karena didahului oleh huruf nafi (negatif), selain itu fi'il mudhore yang didahului oleh 'لَمْ dan لَا' juga harus dibaca jazm, karena kedua huruf tersebut adalah huruf yang menjazmkan. 
Adapun amal huruf 'لَمْ' yaitu untuk menunjukkan arti kata negatif atau nafi pada waktu lampau, contoh pada kalimat pertama :
لَمْ يَحْفَظْ زَيْدٌ دَرْسَهُ
Zaid belum menghafal pelajarannya
maksud dari huruf لَمْ pada kalimat di atas adalah untuk menunjukkan bahwa Zaid pada waktu lampau [entah kemarin, tadi malam, ataupun waktu yang sudah lalu] belum bisa menghafal pelajarannya.
Sedangkan amal huruf لَا yaitu untuk menunjukkan kata larangan [nahyi] yang ditujukkan untuk lawan bicara agar tidak melakukan sesuatu.

Jika temen-temen perhatikan semua contoh fi'il-fi'il di atas yang didahului oleh huruf  'لَمْ dan لَا', maka temen-temen temukan bahwa semua fi'ilnya dibaca jazm dengan dibaca sukun di akhir katanya, tetapi jika temen-temen buang atau hilangkan saja huruf  'لَمْ dan لَا', maka fi'il mudhorenya akan dibaca rofa' dengan dhomah di akhir kata, dari sini kita paham bahwa setiap fi'il mudhore yang kemasukan huruf  'لَمْ dan لَا' maka harus dibaca jazm. 

Jika temen-temen perhatikan contoh kalimat yang ke (7) sampai ke (9), temen-temen akan menemukan bahwa setiap kalimat didahului dengan huruf 'إنْ', dan perlu diketahui bahwa huruf 'إنْ' tersebut hanya masuk pada fi'il mudhore dan membuat fi'il tersebut dibaca jazm.

perhatikan kalimat di bawah ini 

(7) إنْ تَفْتَحْ نَوَافِذَ الحُجْرَةِ يَتَجَدَّدْ هَوَاءُهَا

Jika kamu membuka jendela-jendela kamar, maka udaranya akan baru

jika diperhatikan kalimat di atas tersusun dari dua kalimat, kalimat pertama yaitu إنْ تَفْتَحْ نَوَافِذَ الحُجْرَةِ , ia menjadi kalimat syarat [sebab], kedua kalimat kedua yaitu يَتَجَدَّدْ هَوَاءُهَا , ia menjadi kalimat jawabnya [atau akibatnya]. maka maksudnya adalah membuka jendela kamar menjadi syarat, dan menyebabkan akibat berupa perubahan atau pembaruan udara kamar. 
jika temen-temen perhatikan kata تَفْتَحْ   dan  يَتَجَدَّدْ  kedua dibaca jazm dengan tanda jazmnya yaitu sukun di akhir kata. 

Adapun yang menjazmkan kedua fi'il mudhore pada kalimat di atas yaitu huruf إنْ , maka dari itu, huruf إنْ disebut juga dengan huruf syarat dan jazm. 



*********    

Kaidah:

  • Fi'il mudhore dibaca jazm jika didahului oleh huruf yang menjazmkan yaitu: لَمْ ,لَا  dan huruf إنْ  syarat.
  • Huruf لَمْ dan huruf لَا  nahyi/larangan, keduanya hanya dapat menjazamkan satu fi'il mudhore saja. huruf لَمْ menafikan fi'il pada waktu lampau, sedangkan huruf لَا menunjukkan larangan untuk melakukan sesuatu.
  • Huruf إنْ menjazmkan dua fi'il mudhore sekaligus, fi'il pertama menjadi fi'il syarat [sebab], sedangkan fi'il kedua menjadi jawab [akibat].






Referensi:
  • Kitab Nahwu Wadhih juz 1, hal. 52 - 53.    

Fi"il Mudhori yang Dibaca Nashob dalam Ilmu Nahwu

Fi"il Mudhori yang Dibaca Nashob dalam Ilmu Nahwu



Contoh:

(1) أُرِيْدُ أنْ أَكُوْنَ طَبِيْبًا

Saya ingin menjadi seorang dokter

(2) يَسُرُّنِي أَنْ تَزُوْرَنِي

Saya akan senang bila kau mengunjungiku

(3) أَرْجُو أنْ يَعْتَدِلَ الجَوُّ

Saya harap cuacanya stabil 

- - - - - - - - - - - - - -


(4) لَنْ يَكْذِبَ

Dia tidak akan berbohong

(5) لَنْ يَفُوْزَ الكَسْلَانُ

Orang yang malas tidak akan berhasil

(6) لَنْ أَضْرِبَ القِطَّ

Saya tidak akan memukul kucing

- - - - - - - - - - - - - -

(7) (إِذَنْ تَرْبَحَ تِجَارَتُكَ (تجِيْبُ بِذَلكَ مَنْ قَالَ سَأكُوْنُ أمِيْنًا 

Kalau begitu, daganganmu akan untung (kamu harus mengucapkan itu jika seseorang mengatakan 'Saya akan menjadi orang yang amanah')

(8) (إِذَنْ يَفْسُدَ الهَوَاءُ (تجيب بِذَلِكَ مَنْ قَالَ سَأغْلِقُ النَوَافِذَ

Kalau begitu, itu akan merusak udara (kamu harus mengucapkan itu jika ada seseorang mengatakan 'Saya akan menutup semua jendela')


- - - - - - - - - - - - - - -

(9) جِئْتُ كَيْ أتَعَلَّمَ

Saya datang agar saya belajar

     أكَلْتُ الخُبْزَ كَيْ لَا أَجِيْعَ   (10)

Saya makan roti agar saya tidak lapar

(11)  أَتَعَلَّمُ كَيْ أَخْدُمَ الوَطَنَ

Saya belajar agar saya dapat berhidmat kepada tanah air



*******

Pembahasan:

pada semua contoh di atas dari poin nomer 1-11 yang berwarna hijau adalah fi'il mudhori yang dibaca nashob karena terdapat huruf yang menashobkan yaitu huruf-huruf yang berwarna merah di atas 'أنْ - لَنْ - إِذَنْ - كَيْ'
karena fi'il mudhori tersebut sudah didahului oleh huruf nawashib tersebut di atas maka fi'il-fi'il tersebut harus dibaca nashob, bisa dilihat di akhir kata setiap fi'il mudhore yang berwarna hijau di atas berharokat fathah yang menandakan ia dibaca nashob. 

Adapun jika temen-temen menghilangkan huruf nawashib 'أنْ - لَنْ - إِذَنْ - كَيْ' di atas, maka semua fi'il-fi'il mudhore di atas akan dibaca rofa' dengan dhommah.

Dari penjelasan di atas, maka kesemua huruf nawasib 'أنْ - لَنْ - إِذَنْ - كَيْ' ini beramal menashobkan fi'il mudhore yang jatuh setelahnya.


******

Kaidah:

Fi'il mudhori harus dibaca nashab jika didahului salah satu dari empat huruf yang menashobkan [nawaasib], keempat huruf tersebut adalah 'أنْ - لَنْ - إِذَنْ - كَيْ'






Referensi:
  • Kitab Nahwu wadhih juz 1 hal. 47- 48.










Pengertian AF"ALUL MADKHI WA DZAMMI [أفعال المدح و الذم] dalam Bahasa Arab

Pengertian AF"ALUL MADKHI WA DZAMMI [أفعال المدح  و الذم] dalam Bahasa Arab

Al-asalib an-nahwiyah (الاساليب النحوية) adalah sebuah istilah yang dalam ilmu nahwu biasa disebut asaalib atau gaya bahasa, al-asaalib [الأساليب] sendiri sebenarnya adalah kata jamak yang berasal dari kata uslub [اسلوب] yang artinya adalah gaya bahasa, ada banyak sekali uslub dalam bahasa Arab, diantaranya adalah:
اسلوب الاستفهام [uslub kata tanya]
اسلوب الشرط   [uslub kata syarat 'jika ....., maka...]
اسلوب التحذير  [uslub kata peringatan]
اسلوب الاغراء  [uslub kata sanjungan]
اسلوب التنجو    [uslub kata harapan]
اسلوب المدح والذم [uslub kata pujian dan celaan]

Para ahli nahwu sepakat bahwa uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dibagi menjadi tiga, yakni:
  •  Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata نِعْمَ sebagai kata pujian dan memakai kata  بِئْسَ  sebagai kata celaan.
  • Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata حَبَّذَا  sebagai kata pujian dan memakai kata لَا حَبَّذَا  sebagai kata celaan.
  • Uslub al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai wazan fi'il tsulasi.

A. Uslub 
al-madh wadz-dzam (اسلوب المدح والذم) dengan memakai kata نِعْمَ  dan  بِئْسَ

1. 
نِعْمَ  dan بِئْسَ
Terdapat ikhtilaf atau perbedaan pendapat di kalangan ahli nahwu mengenai 
نِعْمَ  dan بِئْسَ , apakah kedua kata tersebut masuk dalam kategori fi'il ataukah isim, menurut ulama Bashrah kedua kata tersebut merupakan fi'il atau kata kerja alasannya adalah karena kedua kata tersebut dapat kemasukan ta ta’nis di akhir kata dan merofa'kan fa'ilnya, contoh:
 نعمت المرأة فاطمة 
Adapun menurut ulama kuffah kedua kata tersebut merupakan isim alasanya karena keduanya dapat kemasukan alif lam seperti dalam contoh النعم و البئس , 

Sedangkan sebagian besar ulama nahwu banyak yang sependapat dengan penjelasan ulama Bashrah karena alasan mereka lebih kuat dan dapat dijadikan rujukan oleh sebagian besar ulama lainnya.

2. kata pujian dan kata celaan menggunakan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ

a. Pengetahuan Dasar نِعْمَ  dan بِئْسَ
Ada baiknya Sebelum temen-temen tahu lebih banyak tentang uslub ini, mari kita sama sama membaca pengetahuan dasar tentang uslub yang berisikan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ . Berikut ini adalah penjelasan singkatnya:
  • نِعْمَ  dan بِئْسَ adalah fi'il jaamid [fi'il yang tidak ditashrif] yang bermakna pujian dan celaan.
  • Isim yang jatuh setelah نِعْمَ  dan بِئْسَ adalah fa'il [Subjek] dari kedua fi'il [kata kerja] tersebut.
  • Isim yang jatuh setelah fa'ilnya [subjeknya] نِعْمَ  dan بِئْسَ disebut juga dengan mahsus yang mana adalah objek dari pujian maupun celaan.
  • Kalimat yang terdiri dari نِعْمَ  dan بِئْسَ dan fa'ilnya [subjeknya] adalah khobar yang didahulukan, keduanya ber'irab rofa' secara mahal (kedudukannya)
  • yang dimaksud Mahsus adalah mubtada yang diakhirkan.

Adapun bila kita membuat skema uslub pujian dan celaan memakai kata 
نِعْمَ  dan بِئْسَ maka berikut ini adalah gambarannya:
نِعْمَ الرَجُلُ مُحَمَّدٌ

بِئْسَتِ المَرْأةُ هِنْد

berikut adalah tabelnya:

Mahsus
Fail
نِعْمَ  dan بِئْسَ
محمد
الرجل
نعم
هند
المراة
بئست
Mubtada yang diakhirkan
Jumlah khabar yang didahulukan

b. Fa'il [subjek] نِعْمَ  dan بِئْسَ
untuk membuat fa'il [subjek] 
نِعْمَ  dan بِئْسَ bisa menggunakan 4 (empat) metode, yakni:
  • Fa'il dibuat dari isim yang tambahkan ال ma'rifah, seperti pada contoh di atas نعم الرجل محمد
  • Fa'il dibuat dari isim nakiroh yang diidhofahkan kepada isim yang dima’rifahkan menggunakan ال seperti contoh berikut : نعم مكان الجزاء الجنة
  • Fa'il dibuat dari dhomir mustatir yang dijelaskan oleh tamyiz seperti pada contoh berikut نعم خلقا الصدق
  • Fa'il dibuat dari isim maushul al-musytarok (من dan ما) seperti pada contoh
     نعم ما يقول العالم,بئس من يقول الكاذب

c. Mahsus [Objek] kata 
نِعْمَ  dan بِئْسَ
Seperti yang telah dijelaskan mahsus adalah Isim yang menjadi objek pujian atau juga celaan. Mahsus memiliki beberapa kondisi pada kalimat, rinciannya adalah sebagai berikut:
  • Mahsus [Objek] dapat atau boleh terletak sebelum fi'il نِعْمَ  dan بِئْسَ, contoh : الصادق نعم الرجل ,  kata الصادق  adalah mahsus atau isim yang menjadi objek pujian, pada kalimat tersebut mahsus menempati kedudukan sebagai mubtada'. Jumhurul 'Ulama nahwu menyebut mahsus semacam ini dengan musy’ir (مشعر) seperti halnya penjelasan ibnu malik dalam karangannya kitab alfiyah ibnu malik,

    وان يقدم مشعر به كفى # كالعلم نعم المقتنى والمكتفى

  • Mahsus [objek] dapat atau boleh didahuli oleh amil nawasikh, baik amil tersebut jatuh persis setelah fi'il  نِعْمَ  dan بِئْسَ seperti dalam contoh
     نعم الرجل كان محمد, maka pada keadaan ini mahsus memiliki kedudukan sebagai isimnya كان , adapun fi'il  نِعْمَ  dan بِئْسَ beserta fa'ilnya memiliki kedudukan sebagai khobarnya كان yang didahulukan
  • Mahsus Boleh dihilangkan bila terdapat qarinah [hubungan] yang jika mahsus dibuang kalimat dapat dipahami dengan baik, contoh seperti percakapan dua orang sahabat yang menceritakan kecerdasan sahabatnya Ahmad نعم الرجل, انه عالم bila kita perjelas percakapan mereka maka menjadi
     نعم الرجل احمد, انه عالم . kata Ahmad [mahsus] dalam percakapan tersebut dihilangkan karena keduanya sudah paham dengan Ahmad yang dimaksud.



B. Uslub madh wa dzam dengan menggunakan kata حَبَّذَا dan لَا 
حَبَّذَا 

1. 
حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا 
حَبَّذَا  sebenarnya adalah rangakaian yang terdari dua kata, yaitu fi'il َّحَب yang artinya adalah suka atau cinta dan kata ذَا isim isyarah berupa mufrad mudzakar, adapun kata لَا حَبَّذَا  dengan ditambah kata لا nafyi adalah kebalikan dari kata حَبَّذَا  karena terdapat kata lam nafyi yang artinya adalah negatif maka menjadi 'tidak suka'.


2. Pengetahuan dasar tentang حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا 
Seperti pada pembahasan uslub madh wa dzam dengan 
نِعْمَ  dan بِئْسَ, pada  حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا  juga mempunyai pengetahuan dasar yang perlu kita ketahui, yakni:
  • حَب adalah fi'il madhi jamid [kata kerja lampau yang tidak di derivasi].
  • ذَا  adalah merupakan fa'il dari حَب .
  • Isim nakiroh yang terletak setelah ذَا  maka ia berkedudukan sebagai tamyiz yang menjelaskan kata ذَا  .
  • Adapun Isim marifah yang jatuh setelah tamyiz berkedudukan sebagai mubtada yang diakhirkan.
  • Khabar dalam uslub ini yaitu susunan kalimat yang terdiri dari fi'il حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا , fa'il, beserta tamyiznya.
bila kita membuat sebuah skema untuk uslub pujian dan celaan yang memakai kata حَبَّذَا dan لَا حَبَّذَا  maka berikut ini adalah gambarannya:
حبّذا المنوى الجنة

لا حبّذا المنوى النار

berikut ini adalah tabelnya:

Mahsus
Tamyiz
Fail
Fiil
الجنة
المئوى
ذا
حب
النار
المئوى
ذا
لاحب
Mubtada yang di akhirkan
Jumlah khobar yang didahulukan

3. Mahsus [Objek] 
Para ulama nahwu berbeda pendapat tentang penempatan mahsus untuk حبذا dan لا حبذا, Imam Abdul Rahman Al-makudi dalam syarahnya terhadap kitab alfiyah ibnu malik mengatakan bahwa mahsus pada حبذا dan لا حبذاharus berada setelah fiil dan fail, sedangkan A. Sohib Khairani seorang ahli nahwu asal Indonesia dalam bukunya Audlohul manaahij berpendapat bahwa mahsus pada حبذا dan لا حبذا boleh didahulukan seperti dalam contoh الصالح حبذا عبدا, bahkan beliau menambahkan bahwa tamyiz boleh didahulukan dari mumayaznya seperti alam contoh رجلا حبذا الصالح .


C. Uslub madh wa dzammi dengan memakai wazan fi'il tsulasi

Jumhurul 'ulama sepakat untuk membolehkan menyusun uslub madh wa dzam dengan memakai fi'il, tapi harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Fi'il atau kata kerja harus terbuat dari fi'il tsulasi [fi'il yang terbentuk dari tiga huruf asli tanpa tambahan)
2. Berwazan فعُل (yang 'ain fi'ilnya berharakat dhomah)
3. Fi'il berupa jamid
4. amalnya harus mengikuti amal 
نِعْمَ  dan بِئْسَ 

Catatan :
bila fa'il [subjek] dari fi'il tersebut berupa mustatir yang kembali kepada tamyiz setelahnnya, maka ada 2 alternatif dalam penulisan fi'ilnya, sebagai berikut:
1. Fiil berbentuk mufrad secara mutlak baik failnya berbentuk tasniah, muanast, atau jamak
2. Fiil menyesuaikan dengan failnya.


Pengertian dan Kumpulan Isim fiil [اسم الفعل] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian dan Kumpulan Isim fiil [اسم الفعل] dalam Ilmu Nahwu


Pengertian Isim Fi'il

Isim fi'il ialah kata yang juga menunjukkan arti fi'il (perbuatan) tapi tidak menerima atau tidak mempunyai tanda fi'il.

1. Isim fi'il bisa mempunyai makna fi'il madhi, contoh:

'هَيْهَاتَ' yang berarti 'بَعُدَ' (Telah jauh)

'شَتَانَ' yang berarti 'افْتَرَقَ' (berpisah)

2. bisa juga mempunyai makna fi'il mudhori, contoh:

'أُفٍّ' yang berarti أَتَضَجَّرُ (Aku mengeluuh)

'آهْ' yang berarti 'أتَوَجَّعُ' (aku mengaduuh)

'قَطْ' yang berarti 'يَكْفِي' (cukup)

'وَيْ' yang berarti 'أتَعَجَّبُ' (aku kagum)

3. isim fi'il juga bisa mempunyai arti fi'il 'amr, contoh:

'آمِيْنُ' yang berarti 'اسْتَجِبْ' (kabulkanlah!)

'صَهْ' yang berarti 'اسْكُتْ' (diam!)

'مَهْ' yang berarti 'انْكَفِفْ' (kecilkan!)

'بَلْهَ' yang berarti 'اتْرُكْ' (tinggalkan!)

'عَلَيْكَ' yang berarti 'الْزَمْ' (berpeganglah!)

'إلَيْكَ عَنِّي' yang berarti 'تَنَحَّ عَنِّي' (menyingkirlah dariku!)

'إلَيْكَ الكِتَابَ' yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)

'هَا' atau 'هَاكَ',atau juga 'هَاءَ القَلَمَ' yang berarti 'خُذْهُ' / 'خُذِ القَلَمَ' ('Ambilkan!' atau 'ambilkan pena itu!')

'إيْه' yang berarti 'زِدْ' (tambahkan!)

'هَيَّا' yang brarti 'أسْرِعْ' (ayo/cepatlah!)

'حَيَّ' yang berarti 'أقْبِلْ' (mari/kemari!)

'دُوْنَكَ' yang berarti 'خُذْ' (ambillah!)


Isim fi'il itu hanya mempunyai satu bentuk tapi bisa mencangkup semuanya (mudzakkar, muannats, mufrad, mustasna, dan jamak), contoh: kata 'صَهْ' ini bisa digunakan untuk mufrad, mustasna, jamak, mudzakkar, atau juga muannats, kecuali jika terjadi pada isim fi'il yang bertemu dengan kaf mukhotob 'ك' (kaf yang menunjukkan arti orang yang diajak bicara, contoh kamu, kalian berdua, kalian) maka harus diikuti juga dengan kata ganti mukhotob, contoh:

إلَيْكَ عَنِي  ---> menyingkirlan kamu (laki-laki) dariku

إلَيْكِ عَنِّي ---> menyingkirlan kamu (perempuan) dariku

إلَيْكُمَا عَنِّي ---> menyingkirlan kamu berdua (laki-laki/perempuan) dariku

إلَيْكُمْ عَنِّي ---> menyingkirlan kalian (laki-laki) dariku

إلَيْكُنَّ عَنِّي ---> menyingkirlan kalian (perempuan) dariku

هَاكَ الكِتَابَ --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki satu orang)

هَاكِ الكِتَابَ  ---> Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada perempuan satu orang)

هَاكُمَا الكِتَابَ --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki/perempuan dua orang)

هَاكُمُ الكِتَابَ  --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada laki-laki orang banyak)

هَاكُنَّ الكِتَابَ  --->  Ambillkan buku itu! (jika bicara kepada perempuan orang banyak)


Pembagian Isim Fi'il

Isim fi'il terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Isim Fi'il Murtajal [اسم الفعل المرتجل] 
yaitu sebuah kata yang memang dari awal pembentukannya itu sudah menjadi isim fi'il (bentuk asli isim fi'il). Contoh:
'هَيْهَاتَ' yang berarti 'بَعُدَ' (Telah jauh)

'أُفٍّ' yang berarti أَتَضَجَّرُ (Aku mengeluuh)

'آمِيْنُ' yang berarti 'اسْتَجِبْ' (kabulkanlah!)


2. Isim Fi'il Manqulah [اسم الفعل المنقولة]
yaitu sebuah kata yang digunakan untuk selain isim fi'il, tapi kemudian diganti penggunaannya menjadi isim fi'il, adapun penggantian menjadi isim fi'il ini baik itu:
  • berupa jar & majrur, contoh:
    'إلَيْكَ عَنِّي' yang berarti 'تَنَحَّ عَنِّي' (menyingkirlah dariku!)
  • atau juga berupa dharaf, contoh:
    'دُوْنَكَ الكِتَابَ' yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)
    'مَكَانَكَ' yang berarti 'اثْبُتْ' (tetaplah 'pada tempatmu')
  • atau juga berupa mashdar, contoh:
    'بَلهَ الشَرَّ' yang berarti 'اتْرُكْهُ' (tinggalkanlah keburukan!)
    'رُوَيْدَ أَخَاكَ' yang berarti 'أمْهِلْهُ' (berilah saudaramu kesempatan [beberapa waktu])
     kata رُوَيْدَ  aslinya adalah mashdar, terbentuk dari 
  • atau juga berupa tanbiiih/تَنْبِيْهٌ [peringatan], contoh:
    هَاكَ الكِتَابَ yang berarti 'خُذْهُ' (Ambillkan buku itu!)
3. Isim Fi'il Ma'dul [اسم الفعل المعدول] (perubahan kata), contoh;
حَذَارٌ ---perubahan kata dari--> 'احْذَرْ' (hati-hati!)
نَزَالٌ ---perubahan kata dari--> 'أنْزِلْ' (turunkanlah!)

Demikianlah pembahasan tentang isim fi'il, semoga bermanfaat dan mudah dipahami. :)

___________
Referensi:
  • Jamidud Durus, juz 1, hal. 155-157 

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok [اسم الموصول المشترك] dalam Ilmu Nahwu

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok [اسم الموصول المشترك] dalam Ilmu Nahwu

Seperti yang telah kita tahu, isim maushul adalah Isim yang digunakan untuk menyambungkan kalimat agar menjadi satu kalimat lain yang lebih sempurna. Maksudnya, bahwa masing-masing  isim ma’rifat tersebut  akan menjadi jelas bila estafet  dengan kalimat sesudahnya, yang disebut  Shilah. Shilah(anak kalimat) tersebut  harus mempunyai  dhamir yang berpulang kepada  isim maushul, yang disebut  a’id. Dalam bahasa Kita, biasanya Kata Sambung 'isim Mausul' ini diterjemah menjadi kata: "yang". Bentuk asal atau dasar dari Isim Maushũl merupakan : الَّذِيْ (yang).

Nah pada pembahasan postingan sebelumnya (di sini) hanya menjelaskan secara global tentang apa itu isim maushul, dan juga terdapat klasifikasi yang rinci penggunaan isim maushul dilihat dari mufrod (isim yang berarti satu), mustanna (yang berarti dua), dan jamak (berarti banyak), maupun dilihat dari mudzakkar (isim yang menunjukan arti laki-laki) dan mustasna (isim yang menunjukkan arti perempuan) isim maushul tersebut disebut juga dengan isim maushul al-khoos yaitu dengan :
الذي: untuk mufrod mudzakkar
الَلذِّانِ  : untuk mustasna mudzakkar
الذِيْنَ : untuk jamak mudzakkar
التِي : untuk mufrod muannats
اللتان : untuk mustasna muannats
اللاتي : untuk jamak muannats

pembagian di atas tentu dimaksudkan untuk klasifikasi jumlah dan jenis kelamin yang disifati dengan isim maushul, tapi dalam pembahasan kita kali ini, kita akan belajar tentang isim maushul yang dapat mencangkup semua klasifikasi di atas, baik itu mudzakkar dan muannats, atau mufrod, mustasna, dan jamak, ataupun juga bisa digunakan untuk manusia maupun benda, berikut ini adalah penjelasannya;

Pengertian Isim Maushul Al-Musytarok

Isim maushul musytarok adalah isim maushul yang hanya dengan satu lafadz namun dapat mencangkup semuanya (jumlah dan jenis kelamin), maka di dalamnya sudah termasuk untuk mufrod, mustasna, jamak, mudzakkar dan muannast.

isim maushul musytarok yaitu sebagai berikut:
مَنْ : siapa / barangsiapa (yang)
مَا : sesuatu/Apa-apa (yang)
ذَا : (yang) , digunakan ketika dalam keadaan nashob
أَيُّ : apakah (yang)
ذُو: (yang) , digunakan ketika dalam keadaan rofa'


Penggunaan masing-masing kata di atas

a. Penggunaan 'مَنْ' dan 'مَا' yaitu:

> 'مَنْ' digunakan untuk yang berakal (orang), contohnya yaitu:
مَنْ قَالَ لَا الَهَ إلَّا اللَّه دخَلَ الجَنَّةَ
'Barangsiapa yang mengucapkan 'لَا الَهَ إلَّا اللَّه' maka ia akan masuk surga'

>  sedangkan 'مَا' digunakan untuk selain orang, contohnya:
وَيُسَبِحُ الله مَا فِي السّمواتِ ومَا فِي الأرضِ
'Apa-apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah'

b. ِAdapun penggunaan 'ذَا' 'أيُّ', dan 'ذُوْ' digunakan baik untuk yang berakal (orang) maupun selain yang berakal (selain orang, bisa benda, hewan, atau lainnya). Jadi penggunaan ketiga kata ini bisa mencangkup segalanya tanpa mengenal batas jumlah, jenis kelamin atau berakal / tidak berakal. Berikut ini adalah rinciannya:

> Penggunaan  'ذَا'
 'ذَا' dapat diartikan menjadi isim maushul al-musytarok jika ia memiliki beberapa syarat di bawah ini:
  •  'ذَا' harus terletak setelah 'مَنْ' atau 'مَا' istifhamiyyah (kata tanya):
    مَنْ ذَا أَكْرَمْتَ؟ أَزَيْدًا أمْ أَخَاهُ؟  ---> Siapa yang kau muliakan? Zaid atau saudaranya?
    مَا ذَا أَنْفَقْتَ؟ أَ دِرْهَمًا أَمْ دِيْنَارًا؟ ---> Apa yang kau infaqkan? Dirham atau dinar?
  • 'ذَا' tidak boleh bermakna isim isyaroh dan tidak boleh digabung dengan 'مَنْ' atau 'مَا' dalam satu kalimat yang dimaksudkan untuk kalimat tanya, jika kedua hal itu terjadi maka 'ذَا' bermakna isyaroh bukan maushul.
    مَنْ ذَا القَائِم؟ --atau juga-- مَنْ هَذَا القَائِم؟
    Siapakah orang yang berdiri ini
  • 'ذَا' tidak boleh digabungkan dengan 'مَنْ' atau 'مَا' dalam satu kalimat yang dimaksudkan untuk kalimat tanya, maka 'ذَا' ikut bermakna istifham (kata tanya)
    لِمَـاذَا أتَيْتَ؟ ---atau juga-- لِمَ أتَيْتَ؟
    Kenapa kamu datang?
> Penggunaan 'أيُّ'
'أيُّ' merupakan isim maushul musytarak yang dapat digunakan untuk mudzakkar, muannats, mufrad, mustastna, dan jamak, dan digunakan juga untuk yang berakal dan juga lainnya.
Semua isim maushul termasuk mabni (harakat akhirnya tidak berubah-ubah atau tetap), kecuali kata 'أيُّ' ini, ia dibaca mu'rob dengan tiga harakat, contoh:
  • dibaca rofa' (dhommah):
    يُفْلِحُ اَيٌّ مُجْتَهِدٌ   --- > Siapapun yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil
  • dibaca nashob (fathah):
    اَكْرَمْتُ اَياًّ هِيَ مُجْتَهِدَةٌ ---> Saya memuliakan wanita manapun yang bersungguh-sungguh
  • dibaca jar (kasroh):
    أحْسَنْتُ اِلَى اَيٍّ هُمْ مُجْتَهِدُونَ ---> Saya berbuat baik kepada mereka yang bersungguh-sungguh
> Penggunaan  'ذُوْ' 
 'ذُوْ'  menjadi isim maushul musytarak yang dapat digunakan untuk mufrad, mustasna, jamak, mudzakkar, dan muannats. Dan demikian itu dalam bahasa thayyi pada orang Arab, contoh:
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَ 
Telah datang seorang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَتْ
Telah datang seorang (perempuan) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَا
Telah datang dua orang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدَتاَ
Telah datang dua orang (perempuan) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُا اجْتَهَدُوا
Telah datang orang-orang (laki-laki) yang bersungguh-sungguh
جَاءَ ذُو اجْتَهَدْنَ
Telah datang orang-orang (perempuan) yang bersungguh-sungguh


_____________
:Referensi


  • Kitab 'Jami'ud Durus' Juz 1 hal. 131-136

Pengertian Jamak Taksir dalam Bahasa Arab dan Ketentuan Perubahannya

Pengertian Jamak Taksir dalam Bahasa Arab dan Ketentuan Perubahannya

Setelah memahami  bagaimana pngertian isim mufrod dan bagimana penerapan cohtohnya dalam suatu  kalimat, laksana  yang telah  saya tulis pada artikel  sebelumnya, pada artikel  ini saya akan   menjelaskan bagaimana definisi  jamak taksir dan bagaimana penerapan misalnya  dalam suatu  kalimat bahasa arab sehingga gampang  untuk difahami.

Baca Juga : Pengertian Isim Mufrod, tasniyah dan jamak

Secara bahasa makna  kata “jamak” ialah  banyak atau lebih dari satu. sementara  kata “taksir” dengan kata lain  ialah pecah dari asal katanya, jadi definisi  jamak taksir secara bahasa ialah  kata yang dipecah  sehingga menjadi banyak, dengan kata lain  sebuah kata dalam bahasa arab dipecah format  katanya sampai-sampai  mempunyai  makna “banyak”.   ini sejalan dengan definisi  jamak taksir menurut  keterangan dari  istilah.



Sedangkan definisi  jamak taksir menurut  keterangan dari  istilah ilmu nahwu ialah  :

مَا تَغَيّرَ عَنْ بِنَاءِ مُفْرَدِهِ

Lafadz yang berubah dari format  mufradnya.

Isim jamak taksir tadinya  ialah format  mufrod lantas  lafadnya berubah sampai-sampai  ia dinamakan  dengan isim jamak taksir Contohnya kata كُتُبٌ yang dengan kata lain  “kitab-kitab” dan kata رُسُلٌ yang dengan kata lain  “para rasul” yang ada  dalam surat al-Baqarah ayat 285. Kata كُتُبٌ berasal dari kata كِتَابٌ dan kata رُسُلٌ bersal dari kata رَسُولٌ.

Lalu bagaimana ketentuan  perubahan yang terjadi pada isim jamak taksir ini, . Ada enam ketentuan  perubahan yang terjadi pada isim jamak taksir, yakni  :


  1. Perubahan pada harakatnya (شَكَل) misalnya  : اَسَدٌ menjadi اُسُدٌ dengan kata lain  beberapa singa.
  2. Perubahan dengan ditambahi hurufnya (زِيَادَة) misalnya  : صِنْوٌ menjadi صِنْوَانٌ dengan kata lain  kembar.
  3. Perubahan dengan dikurangi (نقصان) misal  : نِعْمَةٌ menjadi نِعَمٌ dengan kata lain  nikmat.
  4. Perubahan pada harakat dan ditambahi (شكل + زيادة) misal  : رَجُلٌ menjadi رِجَالٌ dengan kata lain  beberapa anak laki-laki.
  5. Perubahan pada harakat dan dikurangi (شكل + نقصان) misal  : رَسُولٌ menjadi رُسُلٌ dengan kata lain  para rasul.
  6. Perubahan pada harakat, ditambahi dan dikurangi (شكل + زيادة + نقصان) misal  : غُلَامٌ menjadi غِلْمَانٌ dengan kata lain  beberapa pemuda.


Disamping evolusi  di atas sebetulnya  ada ketentuan  perubahan lainnya pada isim jamak taksir ini, yaitu evolusi  pada format  wazannya, tetapi  untuk penjelasannya tidak bakal  ditulis disini, insyaallah bakal  ditulis pada artikel  selanjutnya.

Demikian sekilas penjelasan tentang  pengertian jamak taksir beserta misalnya  dalam bahasa arab, semoga bermanfaat.

Kata Perintah (فعل الأمر) dan Kata Larangan (فعل النهي) dalam Bahasa Arab

Kata Perintah (فعل الأمر) dan Kata Larangan (فعل النهي) dalam Bahasa Arab

Pelajaran ini membicarakan  tentang positive command (fi'il amr/فعل الأمر) dan negative command (fi'il nahyi/فعل النهي)

Penjelasan fi'il amr telah  saya jelaskan secara rinci pada postingan saya sebelumnya, silakan baca di sini:

Pengertian Fi'il 'amr dalam Bahasa Arab

Keterangan:

- Positive command = kata perintah = الأَمْرُ

- Negative command = kata larangan = النَّهْيُ


Contoh kata perintah (Fi'il 'Amr):

- Bacalah!

- Tulislah!

Contoh kata larangan (Fi'il Nahyi):

- Jangan pergi!

- Jangan takut!


Langkah mengolah  fi'il mudhari (kata kerja yang sedang/akan dilakukan) menjadi fi'il 'amr (kata perintah)

Biasanya kata perintah ialah  kata yang kita sampaikan  untuk memerintah/menyuruh orang kedua (lawan bicara kita). maka dari itu  patokannya ialah  orang kedua (kamu atau أَنْتَ)

Inilah tahapan  mengganti  fi'il mudhori menjadi fi'il amr
Contoh kata: 

تَكْتُبُ  'kamu sedang menulis'

1. Ubah format  fi'il mudhari di atas menjadi majzum (berharakat sukun di akhir katanya).

---->  تَكْتُــبْ 

2. Hapus huruf   mudhaari' (dalam bentuk ini huruf mudhorinya ialah  huruf   ت yang menunjukan arti 'kamu')

تَــكْتُبْ ----> كْتُبْ    

3. Tambah هَمْزَةُ الوَصْلِ (hamzah washal) di depan kata, beri harakat sesuai 'ain fi'ilnya (atau huruf tengahnya, pada kata di atas huruf tengahnya adalah تُ berharokat dhommah).

----> اُكْتُبْ

Harakat dhommah ialah  bentuk default, nanti anda  akan pelajari format  lainnya (lihat daftar  tambahan di bawah)


Fi'il amr dan fi'il nahyi 1


Fi'il amr dan fi'il nahyi 3


Fi'il amr dan fi'il nahyi 2


Untuk melihat contoh fi'il 'amr dan fi'il nahyi lebih lengkap, sobat bisa langsung download saja kitab 'amtsilah at-tashrifiyah' di bawah ini:

Download Kitab Tashrif Shorof Kitab Al-Amtsilah At-Tasrifiyah


Contoh lain penerapan mengolah  fi'il mudhori ke dalam format  fi'il amr 

Kata yang dipakai  sebagai contoh ialah  "Kamu sedang membaca" yang bahasa arabnya ialah  تَقْرَأُ (taqra'u).

Untuk mengolah  menjadi fi'il amr => kerjakanlah! yakni  dengan melakukan tahapan  yang telah diterangkan  di atas, yaitu:

1. Jazm kan fi'il tersebut menjadi taqro => تَقْرَأْ

2. Hapus huruf   mudhari, yaitu huruf ta,menjadi => قْرَأْ

3. Tambah hamzah washl di depan kata dan beri harakat default yakni  kasrah, menjadi 

=> اِقْرَأْ 


Setelah melihat daftar  tambahan, saya harap sobat memahami  untuk mengolah  untuk bentuk lain, laksana  تَفْعَلاَنِ , تَفْعَلُوْنَ , dan seterusnya.


Tashrif fi'il amr

أنتَ اِفْعَلْ

أنتما اِفْعَلَا

أنتم اِفْعَلُوْا

أنتِ اِفْعَلِيْ

أنتما اِفْعَلَا

أنتن اِفْعَلْنَ



Langkah mengolah  fi'il mudhari menjadi fi'il nahyi (نهي)

Langkahnya nyaris  sama dengan fi'il amr, yaitu:

1. Jazm kan fi'il mudhaari' yang berdhomir انْتَ, contoh:

تَكْتُبُ --->  تَكْتُبْ

2. Tambahkan kata larangan (لا) atau laa an-nahiyah di mula  kata.

لاَ تَكْتُبْ     'Jangan menulis'


Contoh penerapan mengolah  fi'il ke kata larangan

Kata yang dipakai ialah  sama dengan misal  di atas yakni  تَفْعَلُ yang dengan kata lain  kamu mengerjakan.

Kata di atas akan diolah  menjadi kata larangan, yaitu 'jangan  lakukan!' , tahapannya  adalah:

1. taf'alu (fi'il mudhori) di jazm, menjadi => تَفْعَلْ

2. Tambah di mula  kata dengan kata laa an-nahiyah, menjadi 
=> لاَ تَفْعَلْ = laa taf'al



Tashrif fi'il an-nahyi

أنتَ لاَ تَفْعَلْ

أنتما لاَ تَفْعَلاَ

أنتم لاَ تَفْعَلُوْا

أنتِ لاَ تَفْعَلِيْ

أنتما لاَ تَفْعَلاَ

أنتن لاَ تَفْعَلْنَ


Catatan ekstra  untuk harakat fi'il amr

Telah disebutkan  di atas bahwa defaultnya hamzah washl berharakat kasrah, sebab  kebanyakan misal  fi'il mudhari di atas "ع" berharakat fat-hah.

Contohnya= سَمِعَ - يَسْمَعُ

Oleh sebab  م berharakat fat-hah, maka hamzah washl berharakat kasrah, sampai-sampai  menjadi اِسْمَعْ = isma'

Sekarang, ada ekstra  informasi bahwa harakat hamzah washl tersebut  tergantung harakat "ع".


- Jika harakat "ع" pada fi'il mudharinya dhammah, maka harakat hamzah washl tersebut  dhammah.

Contoh = نَصَرَ - يَنْصُرُ = nashara - yanshuru.

Di sini "ع" pada fi'il mudharinya berharakat dhammah (صً), sampai-sampai  amr nya menjadi => اُنْصُرْ = unshur


- Jika harakat "ع" pada fi'il mudharinya kasrah, maka harakat hamzah washl nya ialah  kasrah.

Contoh = ضَرَبَ - يَضْرِبُ = dharaba - yadhribu

Di sini "ع" nya berharakat kasrah, maka hamzah washl nya berharakat kasrah pula, sampai-sampai  fi'il amr nya menjadi => اِضْرِبْ = idhrib


Demikian penjelasan tentang fi'il amr dan fi'il nahyi, semoga semakin memahamkan sobat dalam belajar bahasa Arab yaa. Selamat belajar. :)