Contact Us - Privacy Policy - Disclaimer - Terms of Service - About
loading...

Hukum-hukum Tamyiz (أحكام التمييز) dalam Ilmu Nahwu

Hukum-hukum Tamyiz (أحكام التمييز) dalam Ilmu Nahwu


Setelah kita tahu pengertian tamyiz yaitu isim manshub yang bertugas menjelaskan hal-hal yang masih samar. 


Baca lebih lengkap : Pengertian Tamyiz (التمييز) dalam Ilmu Nahwu.


Pada postingan kali ini kita akan belajar tentang hukum-hukum apa saja yang melekat pada isim tamyiz, maka berikut ini adalah rinciannya:

(1) Isim tamyiz harus berada di akhir kalimat, maka tidak boleh isim tamyiz berada di awal kalimat, karena lazimnya isim tamyiz adalah sebagai penjelas kepada perkara yang masih samar, contoh:

قَرَأْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ كُتُبًا

Saya membaca 14 buku

isim tamyiz berada di akhir kalimat, karena sebagai penjelas, jika kalimat berhenti pada قَرَأْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ   maka artinya hanya "Saya membaca 14", kalimat tersebut sangatlah samar dan tidak jelas, maka hadirlah isim tamyiz di akhir kalimat sebagai penjelas قَرَأْتُ أرْبَعَةَ عَشَرَ كُتُبًا "Saya membaca 14 buku."  


(2) Isim tamyiz harus sesuai dengan yang dijelaskan, baik ketika mufrod, tasniyah, jamak, mudzakkar, ataupun, muannats, contoh:

اشْتَرَى زَيْدٌ رِطْلًا عَسَلًا      Zaid membeli satu liter madu

kata رِطْلًا   berbentuk mufrod atau tunggal, maka isim tamyiznya juga berupa tunggal عَسَلًا      


اشْتَرَى زَيْدٌ رِطْلَيْنِ عَسَلَيْنِ   Zaid membeli dua liter madu

pada contoh kedua ini, kata رِطْلَيْنِ  berbentuk isim tasniyah atau menunjukkan arti dua, maka isim tamyiznya juga harus berupa tasniyah  عَسَلَيْنِ   


نِعْمَتْ فَأطِمَةُ فَتَاةً      Fatimah adalah sebaik-baiknya perempuan

pada contoh ketiga ini, kata فَأطِمَةُ  berupa muannats, atau menunjukkan arti wanita, maka isim tamyiznya pun berupa muannats   فَتَاةً            


Baca lebih lengkap : Pengertian Mudzakkar dan Muannats

                                  Pengertian Mufrad, Tasniyah, dan Jamak.


(3)  Isim tamyiz harus bisa menerima al (ال), maka jika kita lihat kalimat berikut: 

نِعْمَ زَيْدٌ رَجُلًا  Zaid adalah sebaik-baiknya lelaki 

maka asal muasal kalimat di atas adalah menggunakan al (ال):

نِعْمَ الرَّجُلُ زَيْدٌ  Sebaik-baiknya lelaki adalah Zaid.


(4) Isim tamyiz tidak boleh disembunyikan atau dihilangkan, jika fa'il (objek) dari fi'il tersebut berupa dhomir yang kembali kepadanya, dan terkadang isim tamyiz juga tersembunyi, seperti yang tertuang dalam suatu hadits:

مَنْ تَوَضَأَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَبِهَا وَنَعِمَتْ    Barangsiapa yang berwudhu pada hari jum'at maka dengannya (wudhu pada hari jum'at), adalah sebaik-baiknya.


Maka maksud kalimat di atas jika ditambah isim tamyiz adalah :

فَبِالسُنَّةِ أخَذَ، وَنِعْمَتْ سُنَّةً سُنَّة الْوُضُوْءِ    Maka dengan sunnah diambil, dan sebaik-baik sunnah adalah sunnahnya wudhu.


Baca juga : Pengertian fa'il dalam ilmu Nahwu


Tapi jika fa'ilnya adalah isim dhohir atau isim yang nampak bukan dhomir, maka tak perlu lagi menyebutkan isim tamyiz, contoh: 

نِعْمَ الرَجُلُ عَلِيٌّ  Sebaik-baik lelaki itu adalah Ali.

karena sesungguhnya tamyiz itu bertugas untuk menjelaskan yang samar, dan jika sudah disebutkan fa'il yang nampak maka tak butuh lagi penjelas berupa tamyiz.

Tapi bisa saja isim tamyiz berkumpul dengan fa'il yang nampak, tapi bertugas sebagai taukid atau penguat saja, karena tamyiz bisa saja digunakan untuk taukid atau penguat. contoh dalam sebuah sya'ir:

نِعْمَ الرَجُلُ رَجُلًا هُنَا   Sungguh Sebaik-baiknya lelaki adalah lelaki yang ada di sini.




Referensi :

  • Kitab Jamiud Durus, Jilid 1, Halaman 83 dan 84.